Bullying: Kejahatan Anak Makin Sadis

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Bullying: Kejahatan Anak Makin Sadis

 Isti Rahmawati, S.Hum

(Pegiat Literasi Islam)

 

Lagi-lagi, kasus bullying di kalangan pelajar kembali terjadi. Di Kabupaten Sukabumi, seorang anak kelas dua SD meninggal dunia setelah dianiaya oleh kakak kelasnya pada senin (15/5). Korban sempat masuk sekolah setelah dianiaya kakak kelas. Mirisnya, korban justru kembali dianiaya hingga harus dilarikan ke rumah sakit karena mengalami kejang hingga akhirnya menghembuskan nafas terakhir di RS Primaraya pada Rabu (16/5). (www.liputan6.com, 22/5/23)

Sadis! Mungkin begitulah gambaran aksi bullying yang terjadi. Pelaku yang notabene masih duduk di bangku SD, berani melakukan aksi kejahatan. Aktivitas bermain dan belajar yang seharusnya ada dibenak anak-anak, mereka malah melakukan kekerasan yang begitu sadis. Banyak faktor penyebab terjadinya bullying pada anak, mulai dari pola asuh, pendidikan, tontonan yang merusak, hingga sistem hidup yang rusak.

Tak dipungkiri, pola asuh saat ini jauh dari nilai-nilai agama. Ayah sibuk mencari nafkah sementara ibu tak memiliki bekal agama yang baik. Banyak orang tua yang mengandalkan sekolah dalam mendidik anak. Tak hanya itu, orang tua ada bersama anak, tetapi jiwa anak kering dan gersang. Akhirnya, anak berulah di sekolah. Tak lagi mempedulikan norma dan aturan apalagi aturan agama.

Selain itu, pendidikan di sekolah saat ini sarat dengan angka dan capaian akademik. Meskipun program pendidikan karakter masuk ke dalam kurikulum saat ini, karakter yang dimaksud tidak menekankan pada aspek agama. Pembentukkan kepribadian Islami dalam tujuan pendidikan bukan menjadi poin utama. Kurikulum terbaru saat ini berfokus pada materi esensial, yakni literasi dan numerasi.

Gadget sudah menjadi candu bagi anak-anak saat ini. Ditambah dengan lemahnya pengawasan dari orang tua, membuat anak bisa mengakses tontonan yang berpotensi menjadi sumber kekerasan. Akhirnya, lahirlah anak-anak yang antisosial, tempramen, tak mau kalah, dan miskin empati.

Inilah gambaran nyata kehidupan kita saat ini. Sistem hidup yang dibangun atas asas pemisahan agama dari kehidupan, yakni sekularisme.

Sebagai muslim, kita harus sadari ketika segala aktivitas tidak berlandaskan pada aturan Islam, maka akan melahirkan kerusakan. Pendidikan karakter, kurikulum terbaru, peningkatan kualitas guru, dsb tidak akan mampu memperbaiki kegagalan generasi hari ini.

Sebagai sistem hidup yang khas, Islam memiliki tuntunan dalam beraktivitas baik untuk individu hingga negara. Dalam Islam, pembentukan karakter anak dimulai dari rumah. Artinya, keluarga merupakan benteng pertahanan anak, sebagaimana firman Allah:

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…” (QS. At-Tahrim:6)

Tak hanya keluarga, masyarakat juga memiliki andil yang besar. Tak dipungkiri, hari ini sangat sedikit masyarakat yang peduli dengan kemaksiatan. Dengan alasan privasi, lebih banyak masyarakat yang diam ketika melihat kemaksiatan terjadi. Bullying sering kali dianggap persoalan ‘receh’, padahal memiliki dampak yang besar. Anak yang menjadi pelaku bullying sejak kecil, besar kemungkinan anak akan melakukan hal yang serupa bahkan lebih berat saat dewasa.

Dalam Islam, negara akan fokus membangun generasi yang berkarakter. Karakter yang dimaksud adalah pembentukan kepribadian Islam, yakni generasi yang memiliki pola pikir dan sikap yang Islami. Pola pikir Islami dibentuk dari pemahaman aqidah islam yang lurus. Pola pikir islami inilah yang nantinya akan melahirkan sikap Islami.

Kasus bullying yang terjadi saat ini memang sudah sangat genting. Negara seharusnya semakin serius menangani kasus bullying yang sudah masuk dalam level kejahatan anak. Jangan sampai generasi kita ‘terbiasa’ dan menormalkan aktivitas bullying.

Wallahu’alam bi shawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *