Kegagalan Kapitalis dalam Menangani Krisis Kesehatan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Kegagalan Kapitalis dalam Menangani Krisis Kesehatan
Oleh Ratih Fitriandani
Aktivis Dakwah

 

Mencuatnya pemberitaan yang ramai dan menjadi sorotan di berbagai media pemberitaan terkait adanya pemecatan ratusan nakes yang terjadi di Manggarai. Dilansir dari salah satu media online Jakarta, CNN Indonesia — Ratusan tenaga kesehatan (nakes) non aparatur sipil negara (ASN) yang dipecat Bupati Manggarai Herybertus GL Nabit meminta maaf. Adapun terjadi nya pemecatan dilakukan terhadap 249 nakes buntut tuntutan perpanjangan Surat Perintah Kerja (SPK) dan kenaikan upah serta tambahan penghasilan. Dan setelahnya para nakes pun kemudian meminta maaf. Mungkin ada tutur kata kami yang tidak berkenan,” kata Koordinator Forum Nakes non ASN Elias Ndala, Rabu malam sebagaimana dikutip detikcom pada Kamis (11/4).

Fakta ini adalah bukti dari kegagalan sistem kapitalis dalam mengatasi permasalahan kesehatan, rapuh nya sistem kapitalis membuktikan bahwa dalam pandangan kapitalis kesehatan dijadikan objek industrialisasi dan persoalan ekonomi. Dalam sistem kapitalis para praktisi kesehatan seperti dokter, bidan, dan perawat dianggap sebagai buruh/pekerja pada umumnya. Mereka dijadikan mesin penggerak industrialisasi kesehatan.

Dan lebih parah lagi sistem kapitalis menjadikan adanya konsep politik kekuasaan, yaitu relasi negara dan rakyat dijiwai spirit bisnis maka fasilitas kesehatan yang tersedia seperti rumah sakit pemerintah dan Puskesmas harus dikelola atas dasar prinsip bisnis.

Selain itu buah bobrok nya sistem kapitalis ini dalam penggunaan Badan Layanan Umum (BLU) atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang berbasis kinerja, bersama dengan penerapan skema bisnis asuransi kesehatan wajib, seperti Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola oleh BPJS Kesehatan, sebuah institusi finansial kapitalisme. Kritiknya menyatakan bahwa dalam skema ini, kinerja tenaga kesehatan diukur berdasarkan profit yang dihasilkan, bukan sejauh mana kebutuhan kesehatan publik terpenuhi. Tidak hanya itu, ada nya desentralisasi kekuasaan yang akhirnya memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk memberikan upah pada nakes sesuai kondisi keuangan daerah.

Miris sekali, martabat tenaga kesehatan berada pada titik terendah, di tengah meningkatnya biaya layanan kesehatan dan pemangkasan hak publik terhadap kesehatan. Sungguh memprihatinkan karena pemerintah memprioritaskan industrialisasi kesehatan, yang sebenarnya hanya bertujuan untuk mencapai target-target dalam industrialisasi kesehatan. Sangat prihatin sekali, negara justru bangga dengan pencapaian-pencapaian berbahaya ini. Ini adalah konsekuensi yang logis ketika negara menerapkan sistem kapitalis. Ini adalah kelalaian yang harus segera diakhiri.

Tentunya hal ini akan jauh berbeda jika kesehatan dikelola dengan penerapan sistem Islam. Sistem kesehatan Islam dengan politik kesehatannya yang merupakan bagian integral dari sistem kehidupan Islam, menjadikan sistem kesehatan steril dari aspek bisnis dan industrialisasi. Dengan begitu maka rakyat akan mudah mendapatkan layanan kesehatan dengan gratis. Tapi sebaliknya, negara akan mengapresiasi para nakes dengan memberikan upah dan kesejahteraan yang layak. Mengingat tugas seorang nakes adalah garda terdepan dalam aspek kesehatan rakyat. Negara akan menggaji nakes dari baitulmal. Karena menjadi tanggung jawab negara untuk setiap kebutuhan akan jumlah dan kualitas tenaga kesehatan serta jaminan kesejahteraan mereka. Ini penting agar idealisme dan dedikasi mereka tetap terjaga untuk memenuhi tanggung jawab negara sebagai raa’in penanggung jawab yang memiliki visi dan misi yang mulia. Maka hanya dengan sistem Islam tenaga kesehatan akan menemukan kembali identitas dan martabatnya.

Penerapan sistem kehidupan Islam, terutama sistem ekonomi Islam dan sistem politik Islam yang sesuai, tidak hanya menjamin kesejahteraan bagi tenaga kesehatan, tetapi juga bagi seluruh masyarakat. Sistem Islam akan menjalankan fungsi-fungsi yang benar mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil’aalamiina. Sehingga setiap individu akan merasakan kesejahteraan yang sejati karena kebutuhan hidup mereka terpenuhi. Ini tidak hanya meliputi kebutuhan fisik seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, dan layanan kesehatan, tetapi juga seluruh kebutuhan masyarakat. Inilah buah dari jika diterapkannya Islam secara kafah.

Wallahu’alambishawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *