Buruh Sejahtera Hanya Dalam Sistem Islam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Buruh Sejahtera Hanya Dalam Sistem Islam

Oleh: Erna Ummu Azizah

Kontributor Suara Inqilabi 

 

Peringatan Hari Buruh 1 Mei 2024, dengan tema “Social Justice and Decent Work for All”, terjadi di tengah berbagai problem buruh, mulai dari upah rendah, kerja tak layak, hingga maraknya PHK dan sempitnya lapangan kerja, yang membuat nasib buruh makin terpuruk.

 

Hal ini sebagaimana dikutip dari berita media online, “Setiap tahun, Organisasi Buruh Internasional (ILO) menetapkan tema Hari Buruh Internasional berdasarkan isu global yang sedang hangat diperbincangkan. Mengacu pada laporan ILO tentang Tren Ketenagakerjaan dan Sosial 2024, dua isu utama yang menjadi sorotan adalah: Pertama, tingkat pengangguran global yang tinggi. Diperkirakan 200 juta orang lebih masih menganggur pada tahun 2024. Dan yang kedua, kesenjangan sosial yang semakin melebar. Ketimpangan antara kaya dan miskin semakin parah, dengan 1 persen populasi terkaya dunia menguasai lebih dari setengah kekayaan global.” (Tirto.id, 26/4/2024)

 

Dalam skala nasional, peringatan Hari Buruh di dalam negeri pun terjadi di tengah lonjakan angka pengangguran. “Survei menunjukkan sebanyak 69 persen perusahaan di Indonesia menyetop merekrut karyawan baru pada tahun lalu lantaran khawatir ada pemutusan hubungan kerja (PHK). Survei tersebut berdasarkan Laporan Talent Acquisition Insights 2024 oleh Mercer Indonesia. Dari 69 persen jumlah itu, 67 persen di antaranya merupakan perusahaan besar.” (CNN Indonesia, 26/4/2024)

 

Tak ada manusia yang ingin hidup susah, begitupun kaum buruh. Mereka juga manusia yang layak diperlakukan secara manusiawi sebagaimana manusia lainnya. Sistem kapitalisme yang mencengkeram negeri ini telah menjadikan buruh bagai ‘sapi perahan’. Oleh karena itu persoalan buruh akan terus ada selama diterapkan sistem kapitalisme.

 

Sistem kapitalisme hanya menganggap buruh hanya sebagai faktor produksi. Nasib buruh tergantung pada perusahaan, sementara tak ada jaminan dari negara karena negara hanya berperan sebagai regulator dan penengah antara buruh dan perusahaan. Maka tak heran jika setiap peringatan Hari Buruh, selalu terjadi aksi unjuk rasa menuntut keadilan dan kesejahteraan, karena selama ini sulit mereka dapatkan.

 

Berbeda dengan sistem Islam, dimana Islam memandang bahwa buruh adalah bagian rakyat dan negara bertanggungjawab untuk memastikan kesejahteraannya. Islam mewajibkan negara menjamin pemenuhan kebutuhan pokok individu yaitu sandang, pangan dan papan secara layak. Juga pemenuhan kebutuhan pokok umat, seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan.

 

Oleh karenanya negara wajib menyediakan lapangan kerja yang luas, dan memerintahkan para laki-laki untuk bekerja, karena di pundak merekalah kewajiban nafkah berada. Negara memiliki mekanisme ideal melalui penerapan sistem Islam kaffah dalam semua bidang kehidupan, baik itu ekonomi, pendidikan, kesehatan, pemerintahan, hukum dan sebagainya. Sehingga mampu menjamin nasib buruh dan juga keberlangsungan perusahaan.

 

Dalam Islam upah ditentukan dalam akad kerja berdasarkan keridhaan. Sehingga pihak perusahaan maupun pihak pekerja/buruh tidak ada yang merasa terzalimi. Negara tidak boleh mematok tingkat upah minimum sebab hal itu adalah haram. Besaran upah itu ditentukan sesuai manfaat yang diberikan oleh pekerja, lama bekerja, jenis pekerjaan dan lain sebagainya. Bukan berpatokan pada kebutuhan hidup minimum seperti dalam kapitalisme.

 

Jika terjadi perselisihan tentang besaran upah antara pekerja dan majikan maka pakar (khubara’) lah yang menentukan besaran upah yang sepadan (ajrul mitsli). Pakar ini dipilih oleh kedua pihak. Jika keduanya tidak sepakat dalam hal menentukan pakar ini, maka negara (melalui qadhi/hakim) lah yang memilihkan pakar tersebut untuk mereka. Selanjutnya negara (melalui qadhi) tersebut yang akan memaksa kedua pihak untuk mengikuti keputusan pakar itu.

 

Sungguh, hanya dalam sistem Islam, buruh akan mendapat kesejahteraan dan kedudukan yang lebih manusiawi. Pengusaha tak bisa semena-mena terhadap buruh. Buruh pun akan bekerja dengan tenang tanpa perlu melakukan aksi unjuk rasa, serta berusaha memberi yang terbaik bagi perusahaan. Dan harmonisasi hubungan buruh-pengusaha ini hanya akan terjadi di negara yang menerapkan Islam secara kaffah.

Wallahu a’lam bish-showab.[]

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *