Penghapusan Kemiskinan hanya dengan Sistem Islam 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Penghapusan Kemiskinan hanya dengan Sistem Islam 

Oleh Sumiyah Umi Hanifah

Member AMK dan Pemerhati Kebijakan Publik

Pemerintahan Presiden Joko Widodo melalui jajarannya, menargetkan tahun 2024 penghapusan kemiskinan ekstrem di Indonesia 0 persen. Sekilas, janji Presiden Jokowi ini terdengar seperti desiran angin surga bagi rakyat Indonesia. Namun, benarkah target tersebut benar-benar dapat terwujud, mengingat tenggat waktu menuju tahun 2024 tinggal satu tahun kedepan.

Di sisi lain, banyak para ahli yang meragukan target tersebut akan berhasil. Salah satunya datang dari Direktur Eksekutif Segara Research Institut, Piter Abdullah, beliau bahkan menyebut target tersebut terlalu ambisius. “Perlu keajaiban,” tuturnya. (tirto.id, Jum’at, 9/6/2023)

Senada dengan ucapan Piter Abdullah, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, memaparkan beberapa alasan mengapa pihaknya meragukan target pemerintah Jokowi. Menurutnya, saat ini siklus ekonomi Indonesia baru melewati proses pemulihan dari pandemi Covid-19, sehingga kondisi lapangan kerja belum optimal. Belum lagi masih banyaknya masalah yang dihadapi dalam hal pengendalian inflasi di negeri ini, sehingga akan membuat penurunan angka kemiskinan makin sulit.

Seharusnya pemerintah tidak usah terlalu gegabah, dalam mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang dapat menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat. Pemerintah seharusnya tak mudah mengobral janji-janji manis kepada rakyat. Lebih baik membuktikan langsung dengan fakta dan angka-angka, dari pada meninabobokan rakyat dengan mimpi yang kosong melompong. Sebagaimana janji-janji manis yang dilakukan oleh para calon peserta pemilu, yang hanya menyisakan rasa pilu.

Program mengentaskan kemiskinan adalah Pekerjaan Rumah (PR) yang utama bagi Pemerintah Indonesia. Entah sudah berapa kali pergantian pemimpin negara, tapi problem akut tentang kemiskinan di negeri ini masih belum tertangani dengan baik. Sementara kita sadari bahwa kemiskinan itu sendiri adalah bencana besar bagi umat manusia. Sebab, kemiskinan secara struktural seperti yang terjadi di Indonesia ini berdampak buruk bagi kehidupan individu, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Islam memandang bahwa kemiskinan merupakan sesuatu yang harus diwaspadai dan harus segera ditanggulangi. Karena kemiskinan dapat membahayakan akidah seseorang. Kemiskinan dapat pula merusak akhlak, mengganggu ketenteraman umum, dan mengakibatkan lemahnya kemampuan mengeksplorasi Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM). Pada puncaknya kemiskinan dapat menghantarkan pada kebodohan, yang mengakibatkan mundurnya peradaban manusia.

Tidak dapat dipungkiri, tingginya angka kriminalitas, merajalelanya praktik korupsi di jajaran pemerintahan, ikut menjadi penyokong terciptanya kemiskinan di negeri ini. Oleh karena itu, pemimpin negara sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas semua urusan rakyatnya, harus segera mengatasi problem kemiskinan yang dialami warga negaranya. Sebab, seorang pemimpin adalah ra’in (pengurus) urusan rakyatnya.

Sabda Rasulullah saw.,

“Imam (kepala negara) adalah pemelihara urusan rakyat. Ia akan dimintai pertanggung jawaban terhadap urusan rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Ajaran Islam datang ke muka bumi, tidak hanya sebagai agama ritual, tapi juga untuk mengatasi berbagai permasalahan-permasalahan dalam kehidupan. Baik masalah individu, keluarga, masyarakat, maupun pemerintahan. Termasuk menyelesaikan permasalah kemiskinan ekstrem dan non ekstrem. Mengentaskan kemiskinan tidak cukup dengan menciptakan berbagai macam program, tapi harus melihat dan mencari akar permasalahan yang sesungguhnya. Dari hulu hingga ke hilir.

Islam memiliki seperangkat aturan untuk menanggulangi kemiskinan, caranya tidak lain adalah dengan menerapkan sistem ekonomi dan sistem politik Islam. Negara berkewajiban membuka lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya bagi rakyatnya, khususnya kaum laki-laki. Mengaktifkan sektor riil, menggalakan sektor pertanian, industri, perdagangan, dan lain-lain.

Negara akan memberikan modal dan pelatihan keterampilan khusus kepada masyarakat, yang dananya diambil dari Baitul Mal. Yaitu, sebuah institusi khusus yang menangani harta yang diterima negara dan kemudian didistribusikan kepada warga negara yang membutuhkan. Harta yang tersimpan di Baitul Mal bersumber dari harta fa’i dan kharaj, harta kepemilikan umum (hasil pengelolaan SDA), harta shadaqah, dan lain sebagainya.

Selain itu, negara harus mengedukasi umat (masyarakat) agar mereka menerapkan hukum-hukum Allah Swt. dalam setiap aspek kehidupan. Negara juga harus mencegah umat (masyarakat) melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap syari’at Islam, yang dapat merusak habitat alam semesta.

Firman Allah Swt.,

“Telah terjadi kerusakan di daratan dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.” (QS. Ar-Rum [30]: 41)

Dengan demikian, hanya syari’at Islam yang layak diterapkan di muka bumi. Sebab akan menjadikan negara tersebut menjadi negara yang diberkahi, terbebas dari kemiskinan. Baik miskin akhlak maupun miskin materi. Dengan Islam rakyat hidup sejahtera, aman, dan tenteram di bawah keridaan Allah Swt.

 

Wallahu a’lam bishshawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *