Sistem Islam Hilangkan Bullying

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Sistem Islam Hilangkan Bullying

Hamnah B. Lin

Kontributor Suara Inqilabi

 

Perundungan, perisakan, atau pembulyan (Inggris: bullying) adalah penggunaan kekerasan, ancaman, atau paksaan untuk menyalahgunakan atau mengintimidasi orang lain. Perilaku ini dapat menjadi suatu kebiasaan dan melibatkan ketidakseimbangan kekuasaan sosial atau fisik. Hal ini dapat mencakup pelecehan secara lisan atau ancaman, kekerasan fisik atau paksaan dan dapat diarahkan berulang kali terhadap korban tertentu; mungkin atas dasar ras, agama, gender, Orientasi seksual, atau kemampuan. Tindakan perundungan terdiri atas empat jenis, yaitu secara Emosi, fisik, verbal, dan Media siber (Wikipedia).

Kasus kekerasan pada anak di sekolah saat ini terjadi di semua jenjang pendidikan. Kemendikbudristek menyatakan bahwa berdasarkan hasil Asesmen Nasional pada 2022, terdapat 36,31% atau 1 dari 3 peserta didik (siswa) di Indonesia berpotensi mengalami perundungan (bullying).

Data pelanggaran terhadap perlindungan anak yang diterima KPAI hingga Agustus 2023 mencapai 2.355 kasus. Anak sebagai korban perundungan (87 kasus), anak korban pemenuhan fasilitas pendidikan (27 kasus), anak korban kebijakan pendidikan (24 kasus), anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis (236 kasus), anak korban kekerasan seksual (487 kasus), serta masih banyak kasus lainnya yang tidak teradukan ke KPAI.

Sungguh miris, negara Indonesia yang dulu dikenal dengan ketimurannya, negara beradab, negara yang menjunjung etika dan budaya leluhurnya. Telah menjelma menjadi rumah yang menakutkan bagi generasi, rumah yang tidak aman bagi penghuninya.

Sesungguhnya pemerintah juga telah melakukan banyak upaya atau kebijakan untuk menanggulangi tindakan bullying ini. Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek sejatinya sejak 2021 telah bekerja sama dengan UNICEF Indonesia untuk melaksanakan bimbingan teknik (bimtek) Roots pada 10.708 satuan pendidikan, melatih 20.101 fasilitator guru, dan membentuk 51.370 siswa agen perubahan.

Program Roots adalah sebuah program pencegahan kekerasan, khususnya perundungan. Selama dua tahun pelaksanaannya, program ini telah mendorong 34,14% satuan pendidikan membentuk tim pencegahan kekerasan. Sebagai target pada 2023 ini, bahkan akan dilaksanakan Bimtek Roots secara luring dan daring pada 2.750 satuan pendidikan jenjang SMP, SMA, dan SMK, serta melakukan refreshment pada 180 orang fasilitator nasional.

Tidak hanya Program Roots, di sisi lain semacam gerakan sosial antiperundungan juga bermunculan. Ini sebagaimana yang tengah digencarkan oleh Assoc. Prof. Dr. Susanto, mantan Ketua KPAI periode 2017—2022, melalui Gerakan Pelopor Anti-Bullying dengan melaksanakan Olimpiade Anti-Bullying tingkat nasional bagi pelajar tingkat SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA.

Prof. Susanto menjelaskan, untuk menjadi pelopor antiperundungan, peserta harus mengikuti ujian kompetensi dasar antiperundungan dengan menjawab soal kompetisi online yang telah disediakan. Peserta yang berhasil meraih Medali Emas dalam kompetisi tersebut akan mendapatkan Bimbingan Teknis Gratis Tingkat Nasional terkait Strategi Pencegahan Bullying yang efektif di Sekolah/Madrasah/Pesantren, yang disampaikan oleh narasumber terpilih dan tokoh nasional. Selain itu, peserta terbaik akan memperoleh beasiswa pendidikan dari Yayasan Pusat sang Juara.

Pemerintah sebetulnya juga sudah mengeluarkan Permendikbud 46/2023, sebagai upaya pencegahan dan penanganan kekerasan pada anak di satuan pendidikan, . Hanya saja, implementasi aturan ini baru di beberapa sekolah saja.

Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menyatakan, masih banyak sekolah yang tidak memahami, bahkan tidak mendapatkan informasi yang memadai mengenai aturan baru tersebut. Permendikbud tersebut memuat bahwa setiap sekolah wajib memiliki tim pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan. Tidak hanya itu, pemerintah daerah juga wajib membuat dan membentuk satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan.

Namun jika mengamati data dan fakta di lapangan, kasus bullying tetap ada dan justru kian meningkat. Meski berbagai upaya telah pemerintah lakukan. Munculnya kasus bullying tidaklan berdiri sendiri, namun bullying ini muncul disebabkan adanya banyak faktor. Mulai dari ekonomi yang membawa dampak bagi sebuah keluarga dalam mendidik anak – anak mereka di rumah, pengaruh negatif media, lingkungan yang rusak, dan yang fatal adalah adanya virus sekulerisme yakni pemahaman bahwa kehidupan ini bebas memilih aturan yang mana dan aturan siapa, aturan Allah SWT dipilih dan dipilah.

Islam sebagai ideologi yang berasal dari Sang Pencipta memiliki langkah – langkah pencegahan agar bullying tidak terjadi. Pertama, peran negara. Kurikulum pendidikan didasarkan pada akidah Islam. Menanamkan akidah Islam sejak dini menjadi modal utama. Anak yang beriman kuat tidak akan melakukan hal-hal yang Allah haramkan. Pandangan yang disajikan dalam media apa pun juga harus bebas dari kekerasan, pelecehan, maksiat, dan segala yang dilarang dalam Islam. Negara menutup segala akses yang dinilai menyimpang dari tujuan pendidikan Islam.

Kedua, peran masyarakat dan sekolah. Masyarakat membiasakan sistem Islam dengan berbuat amar makruf nahi mungkar. Mereka adalah pemantau dan pengawas perilaku masyarakat. Adapun sekolah juga menerapkan kurikulum berbasis Islam. Setiap guru tidak akan dipusingkan dengan beban kerja dan gaji rendah. Pada masa peradaban Islam, misalnya, guru digaji tinggi dan fokus mendidik generasi penerus dengan baik.

Ketiga, peran keluarga sebagai sekolah pertama bagi anak. Orang tua tidak akan terbebani dengan biaya pendidikan sebab negara memfasilitasi pendidikan secara gratis bagi rakyatnya. Negara juga membuka peluang kerja bagi laki-laki sebagai kepala keluarga. Alhasil, kaum perempuan tidak akan terbebani oleh masalah ekonomi dan ibu bisa fokus pada perannya sebagai pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya. Kalau kebutuhan dasar sudah terpenuhi, ibu fokus mengurusi generasi dan ayah tenang dalam menafkahi, tidak perlu ada lagi produk generasi gagal tatkala sistem Islam diterapkan.

Maka tatkala ada masyarakat yang moralnya rusak, semua terjadi karena penerapan ideologi kapitalis sekuler, yang rusak dan merusak. Maka sudah saatnya kita hijrah secara kaffah menuju kehidupan Islami dalam naungan khilafah Islamiyah yang memberantas segala bentuk kemaksiatan.

Wallahu a’lam bish-shawwab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *