RUPIAH KIAN LEMAH, EKONOMI NEGARA KIAN PAYAH

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

RUPIAH KIAN LEMAH, EKONOMI NEGARA KIAN PAYAH

Halida Almanuaz

(Aktivis Dakwah Muslimah DeliSerdang)

 

Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS kembali tertekan pada Jumat (19/4/2024) pagi hari. Indeks dollar AS kembali menguat seiring dengan kian kuatnya sinyal arah kebijakan suku bunga bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), yang tinggi dalam jangka waktu lebih panjang serta ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Berdasarkan data Bloomberg, kurs rupiah dibuka melemah di level Rp 16.257 per dollar AS. Depresiasi itu berlanjut pada awal perdagangan. Kemudian pada pukul 09.30 WIB, nilai tukar rupiah melemah 0,66 persen ke Rp 16.285 per dollar AS.

Pelemahan nilai tukar rupiah selaras dengan indeks dollar AS yang kembali menguat. Pada pagi hari ini, greenback terpantau menguat ke kisaran 106,25 dari posisi yang sama pada hari sebelumnya di kisaran 105,90. Pengamat pasar uang Ariston Tjendra mengatakan, kuatnya data perekonomian Negeri Paman Sam menjadi pemicu penguatan indeks dollar AS. Ia menyebutkan, data indeks manufaktur dan klaim tunjangan pengangguran yang lebih baik dari perkiraan menjadi bukti terbaru terjaganya perekonomian AS. Dengan masih terjaganya perekonomian AS, The Fed memiliki ruang yang lebih besar untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan. Hal ini yang kemudian membuat pasar berekspektasi, penurunan tingkat suku bunga acuan The Fed belum akan terjadi dalam waktu dekat.

Sebagai negara yang memiliki keterkaitan kuat secara ekonomi dengan AS dan Cina, perlambatan ekonomi di negara itu juga akan menekan perekonomian Indonesia. Dampak resesi akan menurunkan ekspor Indonesia. AS menjadi salah satu tujuan utama ekspor Indonesia dengan pasar di kisaran 11% per tahun, sedangkan ke Cina berada di kisaran 25%.

Oleh karena itu, jika ekonomi negara tersebut melemah, ekspor Indonesia akan turun. Harga-harga komoditas primer juga akan cenderung turun akibat melemahnya permintaan global. Dengan demikian, beberapa andalan ekspor Indonesia, seperti batu bara, minyak sawit, tembaga, dan nikel, akan ikut turun.

Pengetatan moneter di AS telah menyebabkan modal asing keluar dari Indonesia. Imbasnya, nilai tukar rupiah melemah cukup signifikan, dari kisaran Rp14.200 per dolar AS ke kisaran Rp15.000 nilai utang dan pembayaran bunga utang pemerintah dan perusahaan dalam mata uang asing meningkat.

Setiap pelemahan kurs seribu rupiah, beban utang PLN secara otomatis naik Rp9 triliun. Setiap pelemahan seribu rupiah, belanja APBN 2024, terutama akibat peningkatan bunga utang, naik Rp13 triliun.

Penurunan ekspor yang dibarengi dengan peningkatan pembayaran impor, cicilan utang, dan bunganya, akan mengakibatkan penurunan cadangan devisa Indonesia. Pada akhir 2023, cadangan devisa Indonesia masih US$145 miliar. Namun, pada akhir Juli nilainya turun menjadi US$132 miliar. Dengan kata lain, dalam periode itu, cadangan devisa telah terkuras sebesar US$13 miliar atau sekitar Rp195 triliun dengan kurs Rp15 ribu per dolar.

Makin dalam pelemahan rupiah saat penerimaan devisa menurun, beban Bank Indonesia dalam mengendalikan nilai tukar rupiah makin terbatas. Kondisi ini mendorong pemerintah mencari utang luar negeri, termasuk dari lembaga multilateral atau negara lain, ataupun menerbitkan surat utang global untuk menyelamatkan nilai tukar rupiah. Ini dengan catatan kepercayaan masyarakat terhadap sektor keuangan, khususnya perbankan tetap stabil, harga-harga tetap terkendali dan kondisi politik juga relatif kondusif. Jika tidak, kondisi ekonomi Indonesia berpotensi mengalami hard landing.

Namun, terlepas dari seberapa besar potensi resesi di AS dan dampaknya ke Indonesia, jika mengikuti teori siklus ekonomi di atas, AS dan negara-negara kapitalis raksasa dunia akan terus menghadapi resesi ke resesi berikutnya dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda.

Dengan demikian, negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, akan terus dihantui ketakstabilan ekonomi, ketakstabilan nilai tukar, kerentanan sektor finansial, di samping distribusi ekonomi yang makin timpang. Wajar jika survei Edelman pada 2023 menyebutkan 52 penduduk global memandang sistem kapitalisme lebih banyak mendatangkan bahaya.

Sistem Mata Uang Berbasis Emas dan perak

Islam menetapkan sistem mata uang berbasis emas stabil dan adil sehingga dari aspek ekonomi akan aman dan jauh dari krisis. Emas dan perak sudah lama dipakai sebagai sistem mata uang sejak masa Rasulullah. Emas dan perak adalah mata uang paling stabil yang pernah ada. Sejak masa awal mata uang Islam emas itu tetap stabil dalam hubungannya dengan barang-barang konsumtif.

Sebagai contoh, seekor kambing pada masa Nabi harganya adalah 1 dinar, atau yang besar seharga 2 dinar. Hari ini, atau 1.400 tahun kemudian, harga kambing kurang lebih masih sama, yaitu 1 atau 2 dinar. Seekor ayam pada masa Nabi harganya 1 dirham. Hari ini, 1400 tahun kemudian, harganya kurang lebih masih sama, yaitu 1 dirham. Dengan demikian selama 1400 tahun, harga kambing dan ayam inflasinya adalah nol. Maka sistem mata uang emas dan perak sangat tahan terhadap krisis dan inflasi. Emas digunakan sebagai mata uang resmi oleh negara dan Khilafah menggunakan mata uang emas, negara ini akan memiliki kekuatan ekonomi.

Dengan penggunaan sistem mata uang emas yang diterapkan oleh negara Khilafah, ekonomi rakyat akan berjalan stabil. Dan masyarakat juga akan tenang tanpa terjadi krisis ekonomi, pelemahan nilai tukar mata uang. Penyebab lemahnya rupiah karena negeri ini menerapkan ideologi kapitalisme yang mana sistem ekonominya berbasis ribawi. Sedangkan sistem Islam, sistem ekonomi Islam berbasis emas dan perak yang memiliki keunggulan dan kondisi perekonomian yang senantiasa tetap stabil dan kuat.

Wallahu ‘alam bish-shawwab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *