Kebijakan Penghiliran Tambang, Hanya Dinikmati Segelintir Orang

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Kebijakan Penghiliran Tambang, Hanya Dinikmati Segelintir Orang

Oleh. Ummu Faiha Hasna

Kontributor Suara Inqilabi

 

Alam semesta, termasuk manusia, adalah ciptaan Allah. Maka, hak milik segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah. Allah Ta’ala berfirman, bahwa

“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS al-Maidah: 120).

Dari ayat ini, Islam meyakini bahwa semua harta di dunia ini adalah milik Allah ta’ala, dan manusia hanya berhak untuk memanfaatkannya saja. Salah satu harta kepemilikan umum itu sendiri yaitu meliputi mineral padat, cair dan gas yang asalnya dari dalam perut bumi. Harta ini dikelola oleh negara dan haram dikelola oleh swasta atau asing karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Namun sayangnya harta milik umat ini banyak yang salah dalam kebijakan dan memanfaatkannya.

Hal ini sebagaimana dikutip dari cnbcindonesia, Kamis, 06/07/2023, pemerintah indonesia tetap pada pendiriannya untuk melanjutkan proses hilirisasi pertambangan. Kebijakan ini meskipun ditentang dunia internasional seperti yang datang dari Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) yang meminta untuk menghapus program hilirisasi tersebut.

Mulanya, Uni Eropa menentang. Sebab, pada tahun 2020 Uni Eropa menggugat kebijakan larang ekspor nikel Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Malahan, Indonesia pada akhir tahun 2022 dinyatakan kalah oleh Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/ DSB) WTO. Meski begitu, pemerintahan tak tinggal diam. Indonesia akhirnya resmi mengajukan banding atas kekalahan di WTO tersebut pada Desember 2022 lalu.

Menteri Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebut kebijakan hilirisasi dan pelarangan ekspor nikel sudah dilakukan pemerintah sejak tahun 2020 lalu dan telah berhasil menguntungkan hingga US$ tiga puluh miliar atau setara empat ratus lima puluh triliun rupiah (asumsi kurs lima belas ribu rupiah per US$). Sehingga berdampak positif bagi perekonomian RI.

Disamping itu juga, bila dilihat dari sisi neraca perdagangan juga terjadi perbaikan dengan 25 bulan berturut-turut Indonesia selalu mengalami surplus. Khususnya dengan China yang merupakan mitra dagang utama Indonesia, terjadi perbaikan neraca perdagangan.

Kritikan juga datang dari anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto. Beliau meminta pemerintah mengevaluasi total program hilirisasi nikel yang dinilai hanya menguntungkan investor asing dan merugikan negara.Pasalnya, produk smelter berupa Nikel Pig Iron (NPI) tersebut mendapat banyak insentif.

Program hilirisasi nikel, sejatinya banyak memberikan kemudahan bagi investor asing. Mulai dari pembelian bijih nikel yang jauh di bawah harga internasional, bebas pajak PPN, bebas pajak ekspor, kemudahan mendapatkan peralatan mesin termasuk barang bekas pakai, kemudian kemudahan mendatangkan TKA tanpa visa khusus dan izin kerja dan sebagainya. Semuanya sudah diberikan kemudahan. Cuma sayangnya yang menik­mati orang asing. (muslimahmediacenter 8/7/2023)

Dari sini tampak bahwa kebijakan hilirisasi sepintas membawa keuntungan dibandingkan dengan ekspor nikel dan mineral lainnya. Akan tetapi, di tengah oligarki yang berkuasa di negeri ini nyatanya kebijakan hilirisasi tersebut hanya bermanfaat bagi segelintir kalangan. Bahkan cenderung merugikan rakyat.

Kebijakan yang digadang-gadang akan menjadikan negara dalam pertambangan faktanya tetap saja bergantung pada investasi. Termasuk investasi asing. Tentu saja, hal ini akan membahayakan kedaulatan negara. Inilah dampak kebijakan yang dihasilkan dari sistem kapitalisme-neoliberal. Kebijakan ekonomi yang dijalankan oleh penguasa teris diarahkan pada kepentingan para pemilik modal.

Penguasa negeri ini hanya bertindak sebagai regulator yang melayani kebutuhan para kapital atas nama rakyat. Sementara peran utamanya sebagai pelayanan utama diabaikan. Hal ini didukung dengan prinsip kebebasan dalam kepemilikan sistem ekonomi kapitalisme yang menyerahkan pengelolaan kepentingan umum (rakyat) kepada pihak swasta asing. Menjadilah bangsa ini terjajah oleh bangsa lain.

Hal ini tentu sangat berbeda dengsn pengelolaan tambang dalam Islam. SDA tambang emas diantaranya yang kandungannya sangat banyak dalam pandangan Islam adalah milik rakyat. Yakni kepemilikan umum atau milkiyah ‘ammah. Semua itu wajib dikelola oleh negara oleh negara untuk kesejahteraan rakyat.

Maka, sungguh ironis dan batil jika kekayaan alam tersebut hanya dinikmati oleh segelintir orang. Hal ini sebagaimana disampaikan syaikh Abdul Qadim Zallum dalam kitab al Amwal fi Dawlah bahwa barang-barang tambang merupakan bagian dari barang milik umum atau milik negara baik yang ditambang terbuka seperti garam, batu bara, ataupun barang tambang tertutup seperti minyak dan gas, emas dan besi. Dan peralatan untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi dapat dikategorikan milik negara.

Tambang yang dikelola oleh Virtue Dragon Nickel Industry, PT. Freeport, Exxon Mobile, dll merupakan kekayaan milik umum atau rakyat. Akan tetapi, kekayaan alam yang tak dapat dengan mudah dimanfaatkan secara langsung oleh setiap individu masyarakat karena kebutuhan keahlian, teknologi tinggi, serta biaya yang besar wajib dikelola oleh negara secara langsung.

Maka, haram hukumnya memberikan wewenang pengelolaan SDA milik rakyat kepada swasta. Adapun hasil dari pengelolaan SDA wajib dikembalikan kepada rakyat seluruhnya. Untuk barang tambang yang tidak dikonsumsi rakyst semisal emas, perak, tembaga, batu bara, dan lain-lain bisa dijual ke luar negeri dan keuntungannya termasuk keuntungan pemasaran dalam negeri dibagi kepada seluruh rakyat dalam bentuk uang, barang, atau untuk membangun sekolah gratis, atau rumah-rumah sakit gratis dan pelayanan umum lainnya.

Dengan begini, maka kekayaan alam benar-benar terdistribusi secara merata di tengah masyarakat dan kesejahteraan akan terwujud.

Untuk mengembalikan tambang pada pangkuan rakyat sebagai pemilik sesungguhnya umat harus kembali pada syariat Islam. Pengelolaan SDA yang optimal dan membawa berkah hanya akan terwujud dalam penerapan sistem ekonomi Islam dibawah naungan sistem pemerintahan Islam.

Wallahu’alam bishshawaab A’lam.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *