Islam Punya Solusi untuk Angka Perceraian Tinggi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Islam Punya Solusi untuk Angka Perceraian Tinggi

Oleh Trihayusanti

Kontributor Suara Inqilabi

 

Setiap tahun kasus perceraian di Indonesia sangat tinggi, hingga mencapai 516 ribu pasangan bercerai. Akan tetapi angka pernikahan malah menurun, yang tadinya 2 juta menjadi 1,8 juta pernikahan setiap tahunnya. Menurut Dirjen Bimas Islam Kementrian Agama Prof Dr Kamaruddin Amin, angka perceraian sangat fantastis. Dengan naiknya angka perceraian di Indonesia yang menjadi 516 ribu pertahun, mengakibatkan bertambahnya 516 ribu duda dan janda di setiap tahun. Selain itu juga melahirkan jutaan anak yatim setiap tahunnya. Kamaruddin menyampaikan, hal ini butuh penanganan yang harus melibatkan semua pihak, tak terkecuali Baznas.

Kamaruddin menuturkan, dengan kenyataan ini akan mengakibatkan masalah sistemik. Maka harus ada bimbingan atau konsultasi keluarga dari penghulu di seluruh Indonesia. Beliau juga menuturkan bahwa, Ditjen Bimas Islam Kemenag punya program Bimbingan Perkawinan Pranikah untuk Calon Pengantin (Bimwincatin) bimbingan ini sangat penting bagi yang akan menikah. Sebab banyak dari mereka yang ingin nikah belum siap betul. Pengertian tentang berkeluarga, bagaimana menjadi sumi atau istri , mengatur keuangan, serta tentang kesehatan reproduksi. Ini akan berpengaruh pada lahirnya stunting dan berpengaruh pada perceraian (republika.co.id, 21/9/2023).

Lain halnya yang terjadi di Sulawesi Selatan Gubernur Bahtiar Baharuddin semua aparatur sipil negara (ASN) untuk bekerja sama mengatasi kemiskinan ekstrem di Sulsel, karena kemiskinan ekstrem berpengaruh banyak terhadap kondisi masyarakat. Bahtiar menuturkan, agar kebijakan BPSDM mengurangi ceramah namun memperbanyak pelatihan. Hal ini beliau sampaikan dalam acara diklat BPSDM Sulsel, di kampus BPSDM Sulsel jalan AP pettarani Makasar pada Kamis, 21 September 2023.

Dengan kemiskinan ekstrem ini data menunjukkan angka putus sekolah hingga 80 ribuan, narkoba sampai 53 ribu, dan perceraian mencapai 20 ribu pasangan. Himbauannya adalah supaya pemerintah memberikan pemahaman dan kemampuan pada masyarakat agar memiliki pendapatan tambahan, biar terhindar dari kemiskinan ekstrem dan stunting (pedomanmedia,21/9/2023)

Kasus perceraian tak kalah parahnya di Aceh. Perceraian tidak hanya karena ekonomi atau KDRT, namun karena suami suka sesama jenis atau homo seksual. Kepala Kanwil kementrian Agama aceh, Drs Azhari mengungkapkan dari data 2021 sampai 2022 angka pernikahan 20 ribu lebih, tetapi perceraian mencapai 60 ribu kasus. Kasus perceraian ini berbagai latar belakangnya, karena himpitan ekonomi, judi online, narkoba, sampai KDRT. yang lebih memilukan dan memalukan lagi perceraian karena suami suka sama jenis homoseksual. Padahal Aceh dikenal menerapkan syariat Islam (serambinews.com, 25/8/2023).

Kapitalisme Akar Masalah

Banyaknya kasus perceraian yang terjadi sekarang tidak luput karena diterapkannya sistem sekuler kapitalisme. Dalam sistem ini melahirkan paham feminisme yang memandang bahwa perempuan merupakan pihak tertindas. Ini mengakibatkan perjuangan hak- hak perempuan hingga mencapai kesetaraan gender.

Sedangkan sistem ekonomi kapitalisme mewujudkan kesenjangan ekstrem dalam masyarakat. Kekayaan yang hanya dikuasai segelintir orang mengakibatkan kemiskinan di masyarakat. Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari seorang perempuan pun harus ikut keluar rumah demi menopang ekonomi keluarga. Padahal tempat kerja sangat rawan sistem pergaulannya yang tidak menutup kemungkinan terjadi godaan hingga membuat rapuhnya rumah tangga.

Kapitalisme juga melahirkan sistem liberal yaitu paham yang menghendaki kebebasan. Termasuk kebebasan dalam pergaulan. Antara laki-laki dan perempuan bebas bergaul tanpa batas. Hingga mengakibatkan maraknya perselingkuhan.

Islam Menjadi Solusi

Sesungguhnya membentuk rumah tangga adalah bagian dari syariat islam. Maka dari itu Allah SWT juga menurunkan aturan untuk mengarungi bahtera rumah tangga. Dalam islam kewajiban laki-laki itu adalah sebagai pemimpin (qawwam) dan perempuan adalah sebagai ummu wa robbatul bayt (ibu dan pengatur rumah tangga). Sebagaimana dalam firman Alloh (QS An-Nisa:34) yang artinya “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena itu Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain(wanita).

Maka dari itu laki-laki ataupun perempuan harus paham dengan amanah dalam syariat islam. Dengan kesadaran terhadap kewajiban masing-masing, seorang suami wajib menafkahi lahir maupun batin serta melindungi keluarganya. Sedangkan sebagai seorang istri yg berposisi dipimpin harus taat dan patuh pada suami. Tentunya suami yang taat pada syariat islam. Selain sebagai istri ia juga sadar sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Semua itu senantiasa dilakukan atas dorongan taat pada Allah dan Rasul-Nya. Ketika lalai terhadap kewajiban ini dianggap membangkang pada syariat.

Dalam Islam negara mempunyai peran besar untuk menyiapkan warganya yang akan menikah. Tentunya dengan pembekalan ilmu yang didalamnya meliputi berbagai aspek di rumah tangga. Seperti, menjalin hubungan suami istri, pola asuh, pemenuhan gizi, ekonomi keluarga, dll.

Syariat Islam juga mengatur dalam sistem pergaulan, tentu tidak bebas seperti dalam sistem kapitalisme. Ada batasan-batasan yang diatur sepeti, tidak boleh berkhalwat, tidak boleh ikhtilat. Negara islam (khil4f4h) tidak akan membiarkan adanya faktor-faktor yang merapuhkan rumah tangga, seperti kemiskinan, L687, perselingkuhan, serta adanya filter dalam bermedsos. Dan ketika ada penyimpangan akan di tindak tegas sesuai hukum syara’.

Wallahu’alam bish-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *