Vaksin Berbayar Kado Busuk Penerapan Kapitalisme

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Vaksin Berbayar Kado Busuk Penerapan Kapitalisme

Suci Halimatussadiah 

(Ibu Pemerhati Sosial)

 

Sulitnya mendapatkan layanan kesehatan di negeri ini kembali dipertontonkan secara jelas oleh para pemangku kebijakan dengan adanya vaksinasi berbayar sebagai kado awal tahun.

Layanan kesehatan yang seharusnya didapatkan oleh masyarakat secara murah dan terjangkau, nyatanya saat ini sulit didapatkan. Kalaupun bisa didapatkan, masyarakat harus merogoh kocek lebih dalam.

Seperti dikutip dari media online (Liputan6.com 1/01/2024), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) menetapkan bahwa vaksin Covid-19 mulai berbayar per 1 Januari 2024. Meskipun begitu kelompok rentan masih bisa mendapatkan vaksin Covid-19 secara gratis.

Hal ini lantaran kelompok rentan ini masih memiliki risiko fatalisasi dan kematian akibat Covid-19 lebih tinggi. Hal ini tertuang dalam peraturan Menteri Kesehatan (PMK) nomor HK.01.07/MENKES/2193/2023 tentang program pemberian imunisasi Covid-19. Di mana imunisasi Corona Disease 2019 (Covid-19) masuk menjadi program imunisasi rutin efektif mulai 1 Januari 2024.

Vaksinasi Covid-19 seharusnya diberikan secara gratis kepada rakyat, tetapi justru sebaliknya. Rakyat harus membayar. Walaupun ada beberapa yang digratiskan, tetapi lagi-lagi harus sesuai dengan kriteria yang ditentukan oleh penguasa. Seperti kelompok rentan yang masih berisiko tertular Covid-19 atau memiliki daya tahan tubuh lemah.

Sejatinya semua masyarakat membutuhkan vaksinasi tersebut, apalagi di saat musim pancaroba, daya tahan tubuh mulai menurun. Pembatasan pemberian vaksinasi gratis menyiratkan adanya indikasi bahwa pemerintah akan kembali mengabaikan tanggung jawabnya sebagai pe-riayah urusan rakyat.

Padahal layanan kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang wajib diberikan oleh negara kepada rakyatnya secara gratis atau cuma-cuma. Namun, saat ini hal tersebut sulit untuk diwujudkan disebabkan banyaknya faktor.

Sulitnya menciptakan sistem perpolitikan yang bersih dari korupsi dan amanah terhadap kepemimpinannya merupakan salah satu faktor penyebabnya.

Tak dimungkiri, sistem kapitalisme sekuler yang telah lama diadopsi, membuat negeri ini sulit mendapatkan para pemimpin yang amanah terhadap kepemimpinannya. Alih-alih melakukan pe-riayahan terhadap urusan rakyat mereka justru melakukan kapitalisasi di dunia kesehatan. Akibatnya, pemenuhan hajat hidup rakyat dijadikan sebagai ajang bisnis termasuk obat-obatan dan pelayanan kesehatan.

Semakin terlihat negara tidak lagi sebagai raa’in (pelayan/pengurus) melainkan sebagai regulator yang menyediakan tempat untuk para korporat melakukan bisnis dengan rakyat.

Hampir semua pengurusan rakyat diserahkan kepada swasta. Alhasil, semua kebutuhan rakyat termasuk kesehatan harus dibayar mahal. Sebab, tujuannya bukan untuk kemaslahatan, tetapi untuk mencari materi atau keuntungan.

Ciri yang menonjol dari sistem kapitalisme adalah adanya privatisasi dan swastanisasi kepemilikan umum.

Sistem kapitalisme memberikan kebebasan kepada para pemilik modal untuk menguasai dan mengelola harta milik umat sehingga hasil pengelolaan SDA hanya dinikmati oleh segelintir orang. Padahal seharusnya, hasil pengelolaan SDA tersebut sejatinya untuk kepentingan rakyat, salah satunya untuk pembiayaan sistem kesehatan, mulai dari pembiayaan dalam menyediakan sarana dan prasarana kesehatan yang canggih, penelitian untuk kemajuan kesehatan, berbagai riset, penyediaan obat-obatan, termasuk vaksinasi.

Di sisi lain, pengelolaan SDA oleh asing sejatinya juga melanggar kebijakan negeri ini yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa bumi, air, dan hasil kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat. Namun, nyatanya, hasil pengelolaan SDA saat ini tidak sampai kepada rakyat. Hal itu terlihat dari kontradiksi antara melimpahnya sumber daya alam dengan masih banyaknya rakyat yang hidup dalam kemiskinan.

Inilah potret sistem kapitalisme yang telah memporak-porandakan tatanan kehidupan. Kebijakan yang dibuat dengan dalih kesejahteraan rakyat, justru dilanggar oleh kepentingan para korporat dan pribadi. Lagi-lagi rakyat yang menjadi korban penerapan sistem kapitalisme.

Dalam sistem Islam kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pokok rakyat yang wajib dipenuhi oleh penguasa. Maka, dari itu pemimpin negara wajib memberikan layanan kesehatan secara gratis kepada masyarakat dengan sistem pelayanan yang terbaik, salah satunya vaksinasi karena termasuk bagian dari penjagaan nyawa masyarakat terhadap penyakit menular.

Dalam pengembangan sistem kesehatannya, Islam akan memberikan fasilitas terbaik kepada para ilmuwan untuk melakukan riset guna menemukan vaksin dari suatu wabah. Semua pembiayaan ditanggung sepenuhnya oleh negara dan nantinya vaksin tersebut akan digunakan untuk kepentingan masyarakat. Pelayanan kesehatan wajib diberikan kepada seluruh masyarakat tanpa memandang kasta, takhta, atau apa pun status masyarakat, baik mereka muslim maupun nonmuslim.

Hasil pengelolaan SDA tersebut digunakan untuk kepentingan rakyat, salah satunya untuk mengadakan dan membiayai pelayanan publik, seperti layanan kesehatan. Dengan demikian, sistem kesehatan akan mudah diakses dan dinikmati oleh seluruh masyarakat dengan berkualitas dan tentunya tidak berbayar, begitupun dengan program vaksinasi.

Maka, sudah sepatutnya kita meninggalkan sistem yang jelas kezalimannya dan menggantinya dengan sistem Islam yang akan memberikan solusi komprehensif bagi semua problematika kehidupan.

Wallahualam bissawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *