UU ITE Dianggap Tidak Meyelesaikan Masalah, Apakah Upaya Amandemen Solusi Yang Tepat?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

UU ITE Dianggap Tidak Meyelesaikan Masalah, Apakah Upaya Amandemen Solusi Yang Tepat?

Sekar Pratiwi

Kontributor Suara Inqilabi

 

Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi dengan UU sebagai tolok ukur untuk mengatur keberlangsungan dalam bernegara. UU sendiri berisi mengenai berbagai macam larangan, perintah serta sanksi yang sifatnya mengikat bagi warga Indoneisa. Lembaga yang berperan dalam penyusunanan UU adalah lembaga DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Undang-Undang yang ada di Indonesia sifatnya tidak tetap, maksud tidak tetap dalam hal ini ialah, undang-undang selalu mengalami perubahan atau amandemen, perubahan yang dilakukan disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya undang-undang lama dianggap tidak dapat lagi menyelesaikan masalah atau sudah tidak sesuai dengan zaman yang telah berubah, sehingga perubahan atau amandemen perlu dilakukan.

Seperti yang terjadi baru-baru ini, pemerintah mengumumkan bahwa telah dilakukan perubahan mengenai undang-undang ITE. Dikutip dari media online Tirto.Id, perubahan UU tersebut juga masih menuai kritik dari beberapa pihak, salah satunya ialah ketua umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, M.Isnur menyatakan dalam pesan tertulis “Revisi UU ITE masih memuat pasal-pasal bermasalah seperti pencemaran dan penyerangan nama baik, ujaran kebencian, informasi palsu, dan pemutusan akses. Pasal-pasal bermasalah tersebut akan memperpanjang ancaman bagi publik mendapatkan informasi serta hak kebebasan berekspresi di Indonesia,” Jumat (5/1/2024).

Perkembangan kecanggihan media dan teknologi membuat masyarakat saat ini lebih banyak menghabiskan waktunya untuk berselancar di dunia maya. Hadirnya media sosial memberikan berbagai dampak, mulai dari positif hingga negatif. Tidak sedikit media sosial yang dimanfaatkan untuk membuka lapak online, menyebarkan informasi terkait fenomena aktual dan lain-lain. Tetapi, pergerakan atau aktivitas masyarakat di dunia maya tidak mudah dikendalikan sehingga tidak jarang orang yang menyalahgunakan media sosial untuk menyebarkan ujaran kebencian, penipuan, serangan siber dan semisalnya.

Undang-undang ITE tentunya dibuat untuk menjaga keamanan dan keseimbangan masyarakat dalam bermedia sosial. Tetapi adanya UU pun tidak menghentikan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dalam melakukan tindak kejahatan di media sosial. Terdapat berbagai faktor yang mendasari seseorang dalam melakukan kejahatan siber diantaranya,ekonomi, perbedaan sudut pandang, adanya peluang besar untuk melakukan tindak kejahatan dan ujaran kebencian. Tetapi faktanya, bukan hanya UU ITE saja, tetapi UU yang lain pun tidak pernah benar-benar menjadi solusi atas berbagai persoalana di kalangan masyarakat.

Amandemen yang dilakukan diukur menggunakan tolok ukur manusia, dimana pola pikir seseorang selalu mengalami perubahan tergantung pada informasi yang diperoleh, tidak jarang juga dalam memutuskan sesuatu seseorang dipengaruhi oleh nafsunya sendiri. Sehingga, alih-alih menyelesaikan masalah, aturan yang dibuat malah menimbulkan masalah baru.

Ketika membuat sebuah aturan, pemerintah cenderung melihat pada masalah yang sedang terjadi saja, akhirnya penyelesaian masalah yang dibuat dalam undang-undang pun tidak sampai pada akar atau pokok permasalahan tersebut, sehingga masalah baru muncul dan masalah lama tidak kunjung terselesaikan. Hal inilah yang terus terjadi di negara dengan sistem buatan manusia. Dalam Islam, sumber hukum, peraturan dan perintah berdasarkan pada Al-qur’an dan hadis. Seperti yang kita pahami bahwa Al-qur’an merupakan kitab suci yang diciptakan oleh Allah SWT, yang menciptakan segala sesuatu yang ada di alam semesta. Al-qur’an bersifat tetap dan tidak pernah mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Isi dari Al-qur’an selalu dapat menyesuaikan dengan berbagai zaman, karena Al-qur’an dibuat sebagai pedoman hidup seluruh umat.

Jika dikaitkan dengan UU ITE yang ada di Indonesia, tentu penyelesaian masalah yang dilakukan dari sudut pandang aturan Islam, tidak hanya mengenai pelanggarannya saja, tetapi sampai pada mengapa seseorang melakukan pelanggaran tersebut. Maka jika kejahatan siber dilatarbelakangi atas faktor ekonomi, sehingga seseorang melakukan penipuan melalui media sosial, maka permasalahan ekonomi dalam masyarakat harus diselesaikan oleh pemerintah. Masalah kemiskinan yang tak kunjung terselesaikan hingga korupsi yang telah menjadi budaya dalam pemerintahan, masyarakat yang tidak mendapatkan haknya, memunculkan berbagai tindak kriminal termasuk pada media sosial.

Pada masa pemerintahan Islam, kebutuhan sandang, pangan bahkan papan masyarakat akan menjadi tanggung jawab pemerintah. Bahkan terkait masalah kesehatan dan pendidikan, masyarakat akan diberikan akses gratis, sehingga pada masa pemerintahan Islam, menghasilkan generasi unggul karena tidak perlu mengkhawatirkan masalah yang saat ini dialami masyarakat Indonesia, misalnya khawatir terkait biaya kesehatan dan pendidikan bahkan khawatir tidak bisa makan esok hari.

Tidak hanya itu perlunya pembinaan kepada masyarakat agar memiliki etika dalam bersosial media, hal ini tentunya tidak bisa serta merta diperintahkan kepada masyarakat, karena pada dasarnya masyarakat harus dikuatkan dari segi akidah sehingga memiliki tolok ukur ketika hendak melakukan sesuatu, apakah Allah ridho akan tindakannya atau tidak, termasuk pada perkara ujaran kebencian tadi. Selain itu pemerintah seharusnya dengan tegas memblokir situs-situs ilegal yang dapat mempengaruhi dan merusak kejernihan berpikir masyarakat.

Maka dalam hal ini jika dibandingkan jelas bahwa hukum atau aturan yang dapat menyelesaikan seluruh permasalahan masyarakat saat ini hanya aturan Islam yang terdapat pada Al-qur’an dan hadis. Aturan dari Sang Pencipta yang lebih mengetaui apa yang dibutuhkan ciptaannya. Aturan yang dibuat tidak berlandaskan pada hawa nafsu bahkan kepentingan perseorangan.

Jadi sebagai makhluk ciptaan Allah kita wajib kembali kepada hukum dan aturan Allah, hal ini tentu tidak akan terlaksanan pada sistem demokrasi yang masih di anut oleh Indonesia dan negara-negara lain. Maka seharunya kita segera menyadari bahwa satu-satunya hukum yang akan membawa keadilan dan ketentraman adalah hukum Islam dan hukum Islam ini hanya dapat diterapkan pada negara dengan sistem Islam juga. Maka seharunya kita bersegera untuk kembali kepada kebenaran dan meruntuhkan kesalahan dengan kembali kepada sistem pemerintahan Islam.

Wallahu ‘alam bish-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *