Tikus-Tikus Berdasi dalam Sistem Sekuler Demokrasi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tikus-Tikus Berdasi dalam Sistem Sekuler Demokrasi

Oleh Eviyanti

Pendidik Generasi dan Pegiat Literasi

 

Korupsi di negeri ini sudah menjadi budaya, karena terjadi dari tingkat rendah sampai ke tingkat tinggi. Pelakunya pun mereka yang berpendidikan tinggi. Bahkan, Indonesia sudah menjadi salah satu negara terkorupsi dunia yang tentunya sangat memilukan. Meskipun saat ini didirikan lembaga anti korupsi yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK yang secara gencar memberantas para koruptor, akan tetapi korupsi yang sudah berubah menjadi budaya ini terasa sangat sulit untuk dihentikan dan diberantas.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan sekaligus Calon Wakil Presiden nomor urut tiga, Mahfud MD, yang mengungkapkan data mengejutkan terkait kasus korupsi di Indonesia. Dikutip dari media online tribunjateng.com, pada hari Ahad (17 Desember 2023), dalam pidatonya beliau mengungkapkan bahwa sebanyak 84% koruptor yang berhasil ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK merupakan lulusan Perguruan Tinggi.

Banyaknya lulusan Perguruan Tinggi yang tersandung kasus korupsi membuat miris. Hal ini menggambarkan gagalnya sistem pendidikan di negeri ini serta mencerminkan rendahnya kualitas pendidikan di Perguruan Tinggi. Perguruan Tinggi gagal mencetak generasi dengan kepribadian mulia, yaitu kepribadian Islam. Perguruan Tinggi saat ini tegak dalam asas sekularisme yang memisahkan urusan agama dari kehidupan. Apalagi kurikulum yang senantiasa mengacu dunia bisnis. Hal ini nyata dengan adanya program Knowledge Based Economic (KBE). Di mana yang dituju adalah meraup keuntungan materi sebesar-besarnya. Di sisi lain juga menunjukkan lemahnya pemberantasan korupsi di negeri ini.

Jika menelisik lebih dalam, persoalan korupsi bukan hanya berbicara perilaku individu, melainkan sistemis. Buktinya, dari mulai negeri ini berdiri, praktik tersebut telah ada, bahkan keberadaannya kian banyak saja. Apa saja faktor yang menjadi akar penyebab korupsi kian membudaya?

Pertama, makin tertancapnya pemahaman sekularisme. Paham ini telah menghilangkan nilai-nilai ketakwaan dari politik dan pemerintahan.

Kedua, sistem politik demokrasi yang mahal meniscayakan adanya praktik korupsi.

Ketiga, sanksi bagi koruptor yang tidak menciptakan efek jera. Bukan lagi satu rahasia jika penjara para koruptor “mewah”.

Keempat, sebagian besar koruptor yang tertangkap berada dalam link kekuasaan.

Keempat faktor di atas menunjukkan bahwa budaya korup memang diciptakan oleh sistem yang bercokol di negeri saat ini. Lalu bagaimana agar terbebas dari budaya ini? Kita harus mengubah sistem hari ini.

Sudah saatnya kita membuang sistem rusak ini dan menggantinya ke sistem Islam. Islam menjadikan akidah sebagai asas kurikulum pendidikan. Juga dalam bidang kehidupan yang lain, yang diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, dan membangun kesadaran akan adanya pengawasan dari Allah Swt. Islam menjamin kesejahteraan setiap individu, yang akan menutup celah terjadinya korupsi. Islam juga memilki sistem sanksi yang tegas, yang mampu mencegah terjadinya korupsi secara tuntas.

Al-Quran telah menerangkan di dalamnya secara eksplisit tentang macam hukuman, yaitu 1) Hudud, jenis pelanggaran yang ada dalam Al-Quran serta hukuman sudah pasti bagi yang melakukannya; 2) Ghoiru Hudud, misalnya takzir yaitu hukuman yang dijatuhkan atas dasar kebijaksanaan hakim karena tidak terdapat dalam Al-Quran dan Hadis; 3) Qishosh, yaitu hukuman yang dikenakan kepada seseorang yang seimbang sesuai dengan perbuatan kejahatan yang ia lakukan. Seperti firman Allah Swt.:

Artinya: “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka didalamnya (Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qishashnya.” (QS. al-Maidah: 45)

Hanya sistem Islam yang mampu atasi problem kronis korupsi. Islam akan menyelesaikan permasalahan umat dengan cepat, tegas dan sesuai hukum syarak.

Wallahualam bissawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *