Sekulerisme Menyuburkan Kekerasan Seksual 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Sekulerisme Menyuburkan Kekerasan Seksual 

 

Nayla Shofy Arina

 (Pegiat Literasi)

 

Nasib tragis menimpa remaja berusia 15 tahun di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Remaja ini mengalami pelecehan seksual berulang kali, dengan terduga pelaku berjumlah 11 orang. Di antara pelaku ada anggota Brimob, seorang kepala desa hingga guru.

Kasus demikian bermula saat korban membawa bantuan logistik untuk korban banjir. Saat itulah korban mengenal para pelaku dan salah satu pelaku menjanjikan pekerjaan kepada korban. Na’as, bukan pekerjaan yang didapat melainkan pelecehan seksual. Kondisi kesehatan korban kian memburuk. Setelah pemeriksaan ditemukan adanya infeksi akut pada alat reproduksi korban sehingga harus ada tindakan operasi untuk mengangkat rahimnya.

Juru bicara Polda Sulawesi Tengah, Djoko Winarto, mengatakan pihaknya telah menetapkan 10 dari 11 orang terduga pelaku sebagai tersangka. Djoko Wienarto juga mengatakan kelima tersangka yang ditahan sudah diperiksa namun belum diketahui secara jelas motif para pelaku. Termasuk dugaan apakah korban benar dicekoki dengan narkoba. Mengingat para pelaku yang saling mengenal diduga membarter korban dengan narkoba jenis sabu, termasuk mengancam korban dengan senjata tajam. (BBC.Com/ 31/5/2023).

Darurat kekerasan seksual yang dialami anak atau pun perempuan di Indonesia kian hari kian meningkat. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPA) menyatakan bahwa Indonesia sedang darurat kekerasan seksual terhadap anak. Berdasarkan catatan Kemen PPA, kasus kekerasan seksual pada anak mencapai 9.588 kasus pada tahun 2022. Jumlah itu mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya, yakni 4.162 kasus.

Berdasarkan pasal 81 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang akan digunakan, dan yang selama ini digunakan tertulis bahwa hukuman yang dapat didakwakan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 15 miliar rupiah.

Hukuman yang berlaku tersebut tidak kunjung memberikan efek jera. Berapa pun lamanya waktu tahanan dan sebanyak apapun jumlah denda, tidak menutup kemungkinan kejahatan yang sama akan terjadi, karena pelaku masih punya peluang melakukan kejahatan serupa setelah keluar dari tahanan. Hal ini yang menjadikan kekerasan seksual semakin meningkat. Fakta ini menunjukkan kondisi masyarakat hari ini kian rusak, karena jauh dari agama. Wajar saja karena sistem sekuler hari ini memisahkan agama dari kehidupan.

Islam Mencegah Kejahatan Seksual

Hukum hari ini terbukti belum mampu memberikan perlindungan bagi korban termasuk menjamin kerugian psikis dan fisik korban, serta belum mampu mencegah agar kasus yang sama tidak berulang. Hal ini karena tidak diberlakukannya aturan Islam. Yang mana Islam memiliki aturan yang terbukti mampu memberikan perlindungan bagi umatnya.

Berbeda dengan sistem Sekuler, Sistem Islam menetapkan seperangkat aturan yang dapat menjadi benteng kuat, yang mampu mencegah masyarakat dari perbuatan salah dan menyimpang. Namun, sayangnya masyarakat saat ini hidup di tengah kungkungan sistem Kapitalis-Sekuler yang menjadikan materi sebagai tolak ukur kebahagiaan, sedangkan agama hanya dianggap sebagai ibadah ritual saja. Tidak heran aspek kehidupan lainnya seperti pendidikan, sosial, ekonomi dan lainnya sangat jauh dari nilai Islam.

Sistem Kapitalis-Sekuler ini menjadi penyebab suburnya kasus pelecehan seksual, ditambah dengan buruknya media tontonan yang mudah diakses pada semua kalangan umur. Tontonan tidak layak tersebut tidak dihilangkan malahan difasilitasi karena mendatangkan keuntungan materi. Masyarakat tidak lagi memadang halal-haram. Masyarakat hanya terdidik untuk memenuhi kebutuhan materi jasmani, sehingga semua upaya dilakukan meskipun tergolong menyimpang.

Dalam Islam, masyarakat dibekali dengan ilmu dan ketaatan. Sistem pendidikan dalam Islam meningkatkan ketakwaan dan ketaatan. Menjadikan setiap individu senantiasa terikat dengan aturan syariat, sehingga membentengi dirinya dari berbagai macam kemaksiatan.

Sistem sosial dalam Islam mengatur pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Yang mana pergaulannya terpisah kecuali dalam hal tertentu, misalnya dalam perdagangan, pendidikan dan kesehatan.

Karena berasaskan Islam, maka negara akan menjadikan syari’at Islam sebagai landasan aturan, sehingga tentunya negara akan membentuk masyarakat yang senantiasa beramar ma’ruf nahi munkar, sekaligus masyarakat berperan sebagai pengontrol penyimpangan.

Pemerintah sistem Islam akan memfilter media dan informasi yang dapat merusak akidah dan kepribadian masyakarat. Pemerintah akan memberikan sanksi tegas kepada pelaku kejahatan seksual (zina), misalnya rajam bagi yang telah menikah dan cambuk 100 kali bagi yang belum menikah, sehingga berefek jera.

Adapun tujuan sanksi pada sistem Islam yakni sebagai zawajir (pencegah) manusia berbuat kejahatan di dunia dan sebagai jawabir (penebus) menebus sanksi diakhirat.

Demikianlah sistem Islam dengan berbagai ajarannya mampu mengatasi kasus kejahatan seksual. Semoga kerinduan umat bagi penerapan sistem Islam dibawah institusi Khilafah Islamiyah dapat segera terwujud.

Wallahu A’lam Bisshowab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *