Ritual “Kendi Nusantara”, Politik Klenik Syirik Demokrasi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Alfiyah Karomah

 

Belum lama ini, Ritual kendi di Ibu Kota Nusantara (IKN) menjadi polemik di tengah masyarakat. Banyak yang kontra dengan kegiatan ritual tersebut. Di jagat maya, hingga Selasa (15/3) siang tagar Ritual Syirik bergema dan menjadi tranding topic. Sejumlah warga net mengkritik soal ritual tersebut yang menurut mereka tidak perlu dilakukan.

Ritual kendi merupakan penanda dimulainya mega proyek tersebut dengan penyatuan tanah dan air dari berbagai wilayah di Indonesia. Tanah dan air itu diantar langsung oleh masing-masing gubernur. Ritual itu dilakukan persis di Titik Nol IKN Nusantara.

Bukannya, mengkritik, atau menasehati atasannya atas ritual yang menandakan kebodohan di abad milenial ini, Ganjar, Gubernur Jawa Tengah pun ikut andil dalam ritual ini. Ia membawa air dari Sendang Boncolono, Magetan, Jatim. Sedangkan tanah diambil dari Gunung Tidar, Magelang. Ketika ditanya soal ada anggapan klenik dibalik dibawanya tanah dan air tersebut, Ganjar malah menjawab santai. Hal itu merupakan hal yang lumrah karena menurutnya hal ini bagian dari kultur atau kebudayaan.

Sejumlah pihak menyampaikan kritik tajam terkait ritual ini. Seperti yan disampaikan oleh pengamat politik dari Univeritas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun. Ubedilah Badrun menganggap bahwa apa yang dilakukan Presiden Jokowi merupakan politik klenik era modern. Yaitu sebuah praktik politik yang mengimplementasikan kemauan penguasa (IKN) berdasarkan imajinasi irasionalitasnya yang meyakini semacam adanya mistisisme tertentu. Ia menambahkan politik klenik seperti itu menggambarkan kemunduran peradaban dan bertentangan dengan rasionalitas masyarakat modern. Sementara paranormal mbah Mijan juga ikut berkomentar, bahwa ritual tersebut adalah budaya kejawen yang bisa dilakukan masyarakat Jawa.

Kritik juga disampaikan oleh Ketua MUI Sumatera Barat, Gusrizal Gazahar bahwa ritual kendi nusantara tersebut tidak sesuai dengan akidah umat Islam. Mendengar hal itu, Gubernur Ganjar Pranowo pasang badan dan membela pak Presiden dengan mengatakan bahwa di negara maju seperti Jepang, tetap ada ritual atau upacara, karena itu budaya.

Tak hanya itu, kritik terus berdatangan lantaran presiden memutuskan untuk berkemah di lokasi titik nol IKN di tengah-tengah krisis minyak goreng yang melanda masyarakat yang belum tuntas hingga kini, bersamaan dengan harga sejumlah komoditas kebutuhan pokok masyarakat yang juga turut melonjak. Bahkan ada yang sampai meninggal karena sedang mengantre membeli minyak goreng. Sementara pemerintah, menurut netijen malah melakukan gimmick yang kerap tak memandang penderitaan rakyat.

Tak hentinya pemerintah mempertontonkan kesyirikan dengan mata telanjang. Karena mempercayai sesuatu dzat yang lain selain Allah Azz awa Jalla. Kesyirikan tersebut justru akan mengundang azab Allah. Allah berfirman:
“Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun…” (TQS An Nisa:36)

Ritual klenik akan terus terjadi, karena akar pangkal sistem saat ini yang diterapkan penguasa adalah sekulerisme. Sekulerisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga, tak heran jika penguasa saat ini dalam melakukan apapun tak pernah dikaitkan dengan syariat. Ia tak akan menggubris mana halal mana haram. Ataupun mana yang dilarang dan yang diperintahkan Allah. Oleh karenanya, kesyirikan dilanggengkan sebagai ritual yang bisa dianggap sebagai pemersatu dan meredam gejolak publik. Inilah dampak nyata penerapan sistem demokrasi.

Demokrasi itu sendiri adalah sistem syirik abad ini yang halus nyaris tak terdeteksi oleh umat. Mengapa demikian? Karena demokrasi memberi jalan kepada manusia untuk membuat atau mengubah hukum dari selain hukum yang diturunkan Allah. Allah SWT secara tegas dalam QS Al-An’am: 57 berfirman:
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.”
Ayat diatas menegaskan bahwa yang berhak membuat hukum itu hanyalah Allah SWT. Selain Allah tidak ada yang diberi hak untuk membuat hukum. Bahkan manusia tidak diberi hak untuk membuat hukum. Secara lebih terperinci lagi, Allah SWT berfirman:
اَمْ لَهُمْ شُرَكٰۤؤُا شَرَعُوْا لَهُمْ مِّنَ الدِّيْنِ مَا لَمْ يَأْذَنْۢ بِهِ اللّٰهُ ۗوَلَوْلَا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ ۗوَاِنَّ الظّٰلِمِيْنَ لَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ
“Apakah mereka mempunyai sesembahan-sesembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidk diizinkan Allah? Sekiranya taka da ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih.” (QS. Asy-Syura:21)

Dalam ayat di atas disebutkan bahwa Al-Qur’an menyebut dengan istilah syuraka’, yaitu sekutu-sekutu selain Allah yang membuat peraturan/ syariat untuk mengatur kehidupan manusia di dunia ini. Mereka dianggap orang-orang yang zalim yang kelak akan mendapatkan siksaan yang amat pedih.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa siapa saja yang berani membuat hukm atau memberi kesempatan pada manusia untuk membuat hukum, itu sama dengan telah menuhankan mereka. Sedang perbuatan menuhankan selain Allah adalah perbuatan syirik.
Sedang demokrasi adalah faham yang mengajarkan bahwa kedaulatan (hak tertinggi untuk membuat hukum) itu ada di tangan rakyat. Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Maka, demokrasi adalah faham yang mengajarkan kesyirikan.

Maka, apabila negara ini ingin medapatkan keberkahan, tentulah negara ini harus segera melepaskan praktek-praktek kesyirikan, dan mencampakan ‘punjer’ syirik yakni demokrasi. Jangan sampai Allah menurunkan peringatan yang dahsyat dengan banyaknya bencana alam, bencana kemanusiaan, bencana ekonomi, bencana pandemi, bencana moral, bahkan bencana politik. Naudzubillah tsumma naudzubillah.

Maka, menjadi sebuah kewajiban untuk kaum muslimin untuk senantiasa berusaha mewujudkan sistem yang diridhoi oleh Allah SWT, yakni sistem Islam dalam naungan Daulah Khilafah. Atau jika mereka diam, berpangku tangan, tak melakukan apa-apa, maka bersiaplah untuk mendapatkan aliran dosa akibat tak ada sistem Islam yang menghilangkan seluruh kesyirikan di muka bumi ini.
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika meeka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.”

Wallahua’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *