Remaja Pergaulan Bebas, Siapa Yang Salah?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Desi Anggraeni Putri (Aktivis Dakwah)

 

Masa remaja adalah masa labil, yang belum tau arah, apakah yang diambilnya benar atau salah. Yang penting mengikuti trend, kalau gak ngikutin dikatakan “kuper” a.k.a kurang pergaulan. Apalagi remaja akan mengambil langkah sesuai dengan orang yang paling dekat dengannya.

Ketika anak dekat dengan orang yang benar, maka dia akan selamat. Tapi, bagaimana ketika dekat dengan orang yang salah? Hingga masuk kedalam pergaulan bebas. Bila seperti ini, siapa yang disalahkan?

Seperti yang sudah terjadi, pada Senin, 22 Februari 2021 di detik.com, diberitakan sebanyak 10 pasangan muda-mudi di Cianjur, Jawa Barat, terjaring razia polisi. Pasangan yang diduga berbuat mesum itu diamankan dan didata petugas.

Para pasangan itu diamankan saat Polsek Pacet dan tim gabungan melakukan razia penyakit masyarakat (pekat), mulai dari Minggu (21/2) malam, hingga Senin (22/2/2021) dini hari. Mereka diamankan dari beberapa penginapan dan kos-kosan di Kecamatan Cipanas, Cianjur.

“Saat razia kami dapati sejumlah pasangan bukan suami istri berada di dalam kamar kos dan penginapan,” ujar Kapolsek Pacet, AKP Galih Apria.

Antara yang diliput dan tak diliput

Sebelum Corona hadir di muka bumi ini, para anak remaja seperti biasa melakukan aktivitas sekolah. Tapi 4F (Fun, Food, Fashion and Film), sudah ada pada diri kaum remaja. Maka wajar, apa yang mereka lakukan, sesuai dengan apa yang mereka lihat. Semua alasannya karena mengikuti perkembangan zaman.

Zaman canggih bukannya membuat para remaja semakin cerdas, justru malah terjerumus hingga kebablasan sampai ke pergaulan bebas.

Media yang diliput saja saja sudah banyak kasusnya. Mulai dari geng motor, hubungan suami istri, pencurian, pembegalan, pembunuhan, narkoba, dan kasus kriminal lainnya.

Bagaimana dengan yang tak terliput? Apalagi kondisi saat ini, justru anak seakan lebih leluasa melakukan kemaksiatan. Seperti ada kejadian seorang siswi hamil oleh seorang siswa, mereka akhirnya menikah dan mempunyai anak. Tapi justru mereka masih sekolah, karena merasa sekolah saat ini memang tidaklah tatap muka. Yang jadi masalahnya adalah hamil di luar nikah.

Selain itu, para remaja justru lalai dengan melakukan ibadah, lebih asyik dengan bermain gadgetnya. Hampir lebih dari 70% anak sekolah banyak bermain hp dibandingkan belajarnya.

Belajar pun sekarang lebih mudah. Dikasih soal, buka Mbah Google, langsung isi, selesai, lanjut main gadget. Kalau tak dibatasi oleh orang tuanya, maka anak akan lebih banyak belajar apa main gadget?

Ternyata sangat miris, sampai-sampai anak menjadi kecanduan gadget, bahkan tak sedikit pula para anak dan remaja masuk RSJ karena kecanduan gadget.

Bila beberapa kasus diatas terusan terjadi, siapakah yang salah? Orang tua, lingkungan, apa negara?

Nyatanya tak semua orang tua begitu paham dengan kondisi zaman sekarang, justru menjadi kewalahan menghadapi anak-anaknya yang justru tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Melihat kondisi lingkungan pun sangat jarang sekali dengan lingkungan yang aman buat anak, apalagi seorang anak pun membutuhkan sosialisasi, tapi nyatanya tak mendukung kondisinya.

Hingga akhirnya bila dilihat dari Negara, justru disinilah letak Negara yang harus andil. Bagaimana caranya agar para remaja tidak masuk kedalam pergaulan bebas apalagi sampai merajalela seperti saat ini.

Melihat dari kacamata Islam

Kondisi saat ini jelas bukanlah aturan Islam yang diterapkan. Buktinya, ketika meminta aturan Islam diterapkan, karena merasa tak ada keuntungan buat para penguasa, justru menjadi sebuah ancaman. Kecuali aturan yang membuat untung para penguasa, maka akan mendukung.

Beginilah kondisi kapitalis, jika merasa diuntungkan maka akan diambil, jika tidak maka akan ditendang. Seperti layaknya parasmanan, aturan saat ini, jika yang suka diambil, jika tidak suka maka di abaikan.

Padahal sejatinya, Islam memiliki aturan, yang langsung dari sang Khalik, Allah Subhanahu wa ta’ala. Yang memiliki aturan hingga membuat para pelaku maksiat akan merasa jera, dan orang yang melihat pelaku maksiat dihukum Islam, maka akan takut, disanalah terjadi efek jera, hingga pergaulan bebas tidak akan merebak sampai saat ini.

Zina merupakan dosa besar, hukumannya ada cambuk dan rajam.
Seperti yang sudah di contohkan dulu oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, Jika pelakunya muhshan (pernah berjima’ dengan nikah yang sah), mukallaf (sudah baligh dan berakal), suka rela (tidak dipaksa, tidak diperkosa), maka dia dicambuk 100 kali, kemudian dirajam, berdasarkan keumuman ayat 2 surat An Nur. Atau cukup dirajam (Dilempari batu sampai mati. Caranya, orangnya ditanam berdiri di dalam tanah sampai dadanya, lalu dilempari batu sampai mati), tanpa didera, dan ini lebih baik, sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu dan Umar bin Al Khaththab Radhiyallahu ‘anhu.

Jika pelakunya belum menikah, maka dia didera (dicambuk) 100 kali. Kemudian diasingkan selama setahun.

(Lihat kitab At Ta’liqat Ar Radhiyyah ‘Ala Ar Raudhah An Nadiyyah, 3/270, karya Syaikh Al Albani, tahqiq: Syaikh Ali bin Hasan. Juga kitab Al Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil ‘Aziz, 2/431-433.)

“…Sesungguhnya (hukum) rajam benar-benar ada di dalam kitab Allah terhadap orang yang berzina, padahal dia telah menikah, dari kalangan laki-laki dan wanita, jika bukti telah tegak (nyata dengan empat saksi, red.), atau terbukti hamil, atau pengakuan.” HR Bukhari, Muslim, dan lainnya.

Jadi sangat jelas, Islam pun gak sembarangan dalam melakukan tindakan. Sebelum menghukum, justru akan ditanya-tanya dulu. Begitupun dalam pelaksanaan hukumannya tidak boleh dilakukan oleh individu atau masyarakat. Karena tugas hukuman seperti itu hanya bisa dilakukan oleh pemerintah yang menerapkan aturan Islam secara kaffah.

Kembali lagi, bahwa semua dilakukan tak lain untuk keselamatan di dunia dan akhirat, juga memberikan efek jera bagi pelaku dan orang yang melihatnya. Jadi hanya satu solusinya yang langsung sampai akarnya adalah Islam.

Wallahua’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *