REFLEKSI IDUL FITRI 1442H

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Fath A. Damayanti, S.Si (Pemerhati Lingkungan dan Politik)

Sebulan sudah kaum muslim di seluruh dunia menjalani puasa Ramadhan, dan tibalah di bulan Syawal dimana kaum muslim merayakan Idul Fitri dengan suka cita. Hanya saja makna perayaan disini amat jauh bergeser dari makna sesungguhnya. Saat ini kaum muslim menjadikan momen Idul Fitri sebagai ajang untuk berlomba-lomba tampil menarik dengan pakaian baru yang bermacam-macam corak dan modelnya,sampai-sampai pusat perbelanjaan lebih ramai daripada Masjid, mulai mempersiapkan makanan, minuman dan perabotan rumah. Tak jarang hal ini dipaksakan untuk dipenuhi padahal makna Idul Fitri bukanlah baju baru ataupun yang lain. Kaum muslim semestinya merenungkan hakikat Idul Fitri yang menjadi momen kemenangan umat Islam pasca menjalankan ibadah di bulan Ramadhan, bagaimana mengupayakan seoptimal mungkin agar ibadah yang dilakukan di bulan Ramadhan akan sama bahkan lebih meningkat di luar bulan Ramadhan.

Idul fitri kali ini adalah kali kedua yang dilewati dalam keadaan pandemic, sampai saat ini dunia termasuk Indonesia masih berjibaku dengan virus corona. Dilansir dari laman kompas.com (10/5) Grafik kasus infeksi virus corona di dunia masih terus mengalami peningkatan. Hingga Senin (10/5/2021) pagi, berdasarkan data Worldometers, total kasus infeksi virus corona di seluruh dunia telah mencapai 158.953.101 kasus. Dari jumlah itu, sebanyak 3.306.229 orang meninggal dunia, dan 136.479.900 orang dinyatakan pulih. Sedangkan untuk Indonesia sendiri berdasarkan data dari covid19.go.id jumlah kasus positif 1.408.204, sembuh 1.286.539, meninggal 38.523 (Update Terakhir: 12-05-2021).

Bersyukurlah kita kaum muslim di negara ini masih bisa merayakan Idul Fitri dengan rasa suka cita, makanan tersedia, baju terbaik masih bisa dikenakan, beribadah tanpa ada gangguan. Hal berbeda dirasakan saudara sesama Muslim di belahan negara lain, di Palestina masih berduka cita banyak yang tak merayakan hari kemenangan dengan sanak saudaranya karena wafat. Serangan demi serangan terus mereka dapatkan sampai detik ini, demikian pula dan saudara-saudara kita sesama Muslim di Suriah, Irak, Marawi, Afganistan yang dalam keadaaan yang tidak baik-baik saja. Semoga Allah senantiasa melindungi saudara kita dimanapun mereka berada. Kaum muslim kehilangan jati diri khairu ummah, umat terbaik, tidak bisa mendapatkan hak-hak nya dan menikmati kegembiraan buah dari puasa ramadan akibat terkungkung sistem sekuler.

Perayaan Idul Fitri tentu menjadi perayaan besar bagi kaum muslim. Firman Allah : “Katakanlah (Muhammad), dengan anugrah dan kasih sayang Allah, maka dengan itu hendaknya mereka bergembira dan berbahagia” (QS. Yunus: 58). Perayaan hari raya memang identik dengan suka cita, sehingga diharamkan untuk berpuasa. Rasulullah SAW ketika mengetahui ada seorang budak perempuan kecil bernyanyi, beliau tidak melarangnya bahkan saat mendenga Abu Bakar hendak melarang Rosulullah SAW bersabda “Biarkanlah mereka” (HR. Bukhari). Maka perayaan Idul Fitri menjadi sesuatu yang boleh dilakukan selama tidak bertentangan dengan perintah dan laranganNya. Tidak hanya perayaan saja tetapi kewajiban menunaikan zakat juga harus dilaksanakan. Sungguh tiada kesulitan ketika aturan Allah SWT menjadi dasar atas segala sesuatu.

Demikian pula kaum muslim juga harus memahami bahwa kemenangan hakiki dapat diwujudkan dalam bentuk meningkatkan ketakwaan terhadap Allah SWT, baik dari segi individu, masyarakat ataupun negara. Ketaqwaan individu akan terwujud dengan terus berupaya menjadi pribadi yang lebih baik, selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam masyarakat, melakukan aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar, saling mengingatkan antara satu dengan yang lain. Sedangkan negara mempunyai peran yang sangat penting karena negara yang akan menerapkan aturan, dengan adanya negara maka ketakwaan individu dan masyarakat akan lebih kokoh dan mumpuni. Hanya saja saat ini belum ada negara yang menerapkan aturan Islam secara kaffah, sehingga kita sebagai kaum Muslim hendaknya merapatkan barisan untuk bersama-sama berjuang agar Islam dapat diterapkan agar kesejahteraan dapat tercapai.

“Sesungguhnya dunia adalah ladang bagi akhirat, tidaklah sempurna agama kecuali dengan dunia. Kekuasaan dan agama adlah saudara kembar, agama merupakan pondasi dan penguasa adalah penjaganya. Apa saja yang tidak memiliki pondasi akan hancur, dan apa saja yang tidak memiliki penjaga akan hilang. Dan tidaklah sempurna kekuasaan dan hukum kecuali dengan adanya pemimpin (Imam AL-Ghazali).

Wallahua’lam bishawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *