Pencitraan Karhutla, Rakyat Tetap Mendapat Imbas

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Pencitraan Karhutla, Rakyat Tetap Mendapat Imbas

Oleh Bella Carmila

(Aktivis Muslimah)

 

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) masih terus menyelimuti kehidupan masyarakat di negeri ini. Hingga mengakibatkan rusaknya ekosistem, kekeringan, hutan menjadi gundul, dan kabut asap yeng menyebabkan penyakit ISPA, asma, paru-paru, bahkan kematian.

Menko Maritim dan Investasi Ad Interim, Erick Thohir, memamerkan aksi nyata Indonesia dalam mengatasi iklim, salah satunya tentang kebakaran hutan. Erick menyampaikan bahwa pemerintah melakukan yang terbaik dalam pencegahan kebakaran hutan. Saat ini hampir seluruh luas kebakaran hutan di Indonesia sudah berkurang secara signifikan sebesar 82 persen dari 1,6 juta hektare pada 2019 menjadi 296 ribu hektare di 2020. Namun, kebakaran hutan di Indonesia nyatanya kembali meningkat pada 2021 sebesar 358 ribu hektare hutan terbakar. (betahita.id, 8/12/2023).

Masyarakat seharunya menyadari bahwa karhutla belum bisa benar-benar diberantas secara tuntas. Selain itu, meski karhutla tidak memicu kabut asap lintas batas. Tetapi sebenarnya generasi tetap mendapat imbas, apalagi yang berada di daerah terdampak di berbagai daerah di Indonesia.

Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan hal yang sama, yakni terjadi peningkatan penderita ISPA akibat karhutla. Sebanyak 919 ribu orang mengalami ISPA di enam provinsi, yaitu Riau, Sumsel, Jambi, Kalbar, Kalteng, dan Kalsel. Riau dan Kalteng sudah menetapkan keadaan darurat akibat asap. (VOA Indonesia, 23/9/2023).

Sejumlah penelitian membuktikan bahwa udara beracun karhutla menyebabkan sulit bernafas, mata terasa perih, tenggorokan kering, pusing, hilang kesadaran, hingga kematian. Kehidupan normal dan perekonomian masyarakat pun turut terganggu, bahkan aktivitas di dalam rumah bisa kesulitan akibat racun asap. Salah satu bahaya yang berdampak nyata adalah meningkatnya kasus Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). ISPA adalah infeksi yang menyerang saluran pernafasan yang dapat terjadi pada siapa saja, dengan gejala yang dirasakan bervariatif. ISPA pada anak, menimbulkan risiko yang jauh lebih besar dibandingkan pada orang dewasa karena anak-anak lebih rentan mengingat imunitas mereka yang masih dalam perkembangan.

Mirisnya, pemerintah saat ini malah memfasilitasi kapitalisasi lahan dan hutan gambut. Padahal, dampak dari karhutla sudah nyata dialami masyarakat khususnya perempuan dan anak. Bahkan, karhutla akan terus berulang jika musim panas terjadi. Sementara jika musim hujan terjadi mereka terdampak kebanjiran. Pada akhirnya, sederet derita pun akan terus dialami oleh masyarakat yang berada dibawah pengaturan sistem kapitalisme.

Setidaknya ada dua tindakan berbahaya yang dilakukan penguasa neoliberal yang ditunggangi oligarki ini. Pertama, memberikan hak konsesi kepada sejumlah korporasi sawit. Pemerintah mendukung korporasi milik lahan sawit berskala besar, di antaranya Wilmar Group, Darmex, Agro Group, Musim Mas, First Resources, dan Louis Dreyfus Company (LDC). Mengutip dari CNN Indonesia, Wilmar Group mendapatkan nilai subsidi terbesar, yaitu Rp. 4,16 triliun, sedangkan setoran yang diberikan Wilmar ke negara hanya senilai Rp. 1,32 triliun. Kedua, diadopsinya agenda hegemoni climate change yang berkelindang satu sama lain, juga menjadi biang penyebab petaka karhutla.

Dari dua kebijakan ini, tampak bahwa penguasa bertindak sebagai pelayan korporasi dan lebih memenangkan kepentingan oligarki, sedangkan rakyat terpaksa menelan pil pahit akibatnya. Sistem kapitalisme tidak mengenal pembagian hak kepemilikan. Para pemilik modal bebas menguasai harta kepemilikan rakyat, seperti hutan. Hasil hutan mereka eksploitasi secara berlebihan hingga membuat laju deforestasi terus meningkat. Negara tidak bisa berkutit. Negara dalam cengkeraman kapitalisme tunduk di bawah kendali korporasi. Negara adalah regulator kebijakan yang hanya membuat UU untuk memuluskan kepentingan mereka.

Hal ini sangat berbeda, ketika rakyat berada dalam naungan sistem Islam yakni Khilafah. Semua masyarakat akan hidup penuh dengan keberkahan dan kebaikan. Keberkahan dan kebaikan ini adalah hasil dari ketaatan yang dilakukan oleh para pemimpin ketika mengurus rakyatnya. Sebagaimana firman Allah SWT:

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Q.S. Al-A’raf Ayat 96).

Jika pemerintah memang bertekad mewujudkan nol karhutla, satu-satunya solusi yang harus diambil ialah dengan menerapkan aturan Islam melalui tegaknya sistem Khilafah. Khilafah memiliki sejumlah prinsip yang bisa diterapkan terkait hutan dan lahan, di samping mampu mengatasi masalah sosial akibat bencana lainnya.

Pertama, hutan gambut merupakan harta milik umum. Dilarang untuk diperjual-belikannya, apalagi ia termasuk paru-paru dunia yang dibutuhkan oleh puluhan juta jiwa manusia. Kedua, negara bertanggung jawab menjaga kelestarian fungsi hutan dan lahan gambut. Negara haram menjadi regulator bagi kepentingan korporasi, seperti perkebunan sawit. Ketiga, karhutla merupakan bencana bagi jutaan orang, termasuk anak-anak. Sengaja dan lalai dalam pengurusannya adalah haram dalam Islam. Rasulullah SAW. bersabda, “Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun membahayakan orang lain.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Dalam Khilafah, hutan akan dikelola untuk kepentingan umat. Islam tidak melarang manusia memanfaatkan hutan sebagai wilayah pemukiman, perkebunan, dan buffer. Hanya saja perlu ada batasan, agar tidak terjadi pemanfaatan yang berlebihan yang akan merusak alam. Khalifah pun akan bertindak tegas dalam aspek pengaturan tata guna lahan dan pemanfaatan lahan, entah untuk tempat bermukim atau sebagai lahan pertanian. Jika terjadi masalah, semisal kabut asap, khalifah akan segera mengambil porsi paling besar dalam memberikan solusi karena kewajiban melindungi rakyat ada padanya.

Wallahu’alam bish-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *