Moderasi Agama: Pendangkalan Akidah Generasi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Ukhiya Rana (Member Pena Muslimah Cilacap)

 

Analisis Kepegawaian Kementerian Agama (Kemenag) Sulsel, Andi Syaifullah mengatakan, kebijakan penempatan guru beragama Kristen di sekolah Islam atau madrasah sejalan dengan Peraturan Menteri Agama (PAM) Republik Indonesia. Tentang pengangkatan guru madrasah khususnya pada Bab VI Pasal 30.

PMA Nomor 90 Tahun 2013 telah diperbaharui dengan PMA Nomor 60 Tahun 2015 dan PMA Nomor 66 Tahun 2016, dimana pada Bab VI Pasal 30 dicantumkan tentang standar kualifikasi umum calon guru madrasah (khususnya pada poin a), yaitu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

“Tidak disebutkan harus beragama Islam,” terang Andi Syaifullah, dikutip dari laman resmi Kementerian Agama Sulawesi Selatan, Sabtu 30 Januari 2021.

“Kan guru non muslim yang ditempatkan di madrasah ini akan mengajarkan mata pelajaran umum, bukan pelajaran agama. Jadi saya piker tidak ada masalah. Bahkan ini salah satu manifestasi dari moderasi beragama, dimana Islam tidak menjadi eksklusif bagi agama lainnya,” ungkapnya. (suarasulsel.id)

Sudah ke sekian kalinya Islam menjadi ‘bahan’ untuk menuai kontroversi. Berbagai aturan nyeleneh yang ‘katanya’ merupakan manifestasi dari moderasi beragama selalu sukses membuat sebagian besar umat Islam meradang. Dengan mengatas namakan moderasi, Kemenag membuat kebijakan untuk para guru yang beragama Kristen atau lainnya agar berpeluang mengajar di sekolah Islam.

Padahal, sekolah Islam merpakan tempat pendidikan yang dipercaya oleh sebagian masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan tentang Islam lebih banyak daripada sekolah-sekolah umum. Oleh sebab itu, para guru yang mengajarkannya pun seharusnya seorang Muslim. Namun dengan adanya kebijakan tersebut, perlahan akan menggerus nilai ‘keistimewaan’ sebuah madrasah.

Harus dipahami sebelumnya, bahwa seorang guru tidak hanya berperan untuk menyampaikan materi saja. Namun lebih dari itu, seorang guru juga memiliki tanggung jawab untuk menanamkan kepribadian kepada para siswanya. Dalam hal ini sekolah Islam, tentu yang dibentuk adalah kepribadian Islam (Syakhshiyah Islamiyah). Lantas bagaimana mungkin pembentukan kepribadian Islam itu dapat dilakukan oleh seorang guru yang tidak meyakini Islam. Justru yang dikhawatirkan adalah semakin menjauhkan dari akidah Islam.

Oleh sebab itu, peluang bagi guru non muslim untuk mengajar di madrasah tidak lain adalah sebagai pintu gerbang bagi pendangkalan akidah generasi Islam. Dengan dalih moderasi agama yang bukan berasal dari Islam, akan mengikis secara perlahan tentang kemurnian Islam itu sendiri di hati para generasi.

Upaya moderasi terhadap Islam memang bukan baru kali ini terjadi. Sebelumnya telah ada upaya dari Kemenag untuk memperkuat moderasi agama dengan menghapus konten-konten terkait ajaran radikal (versi Kemenag) dalam 155 buku pelajaran agama Islam. Kurikulumnya sendiri merupakan proyek deradikalisasi yang terus melaju di negeri mayoritas muslim ini. Tentu dengan bernapaskan sekularisasi (pemisahan) Islam politik dengan kehidupan bernegara.

Kurikulum moderasi sendiri memosisikan ajaran-ajaran Islam terutama Islam politik sebagai sumber masalah dan memunculkan permusuhan serta perpecahan. Sehingga harus diberikan perspektif baru yang moderat atau liberal. Ini tentu sangat berbahaya bagi generasi Muslim serta akan menjauhkan generasi Muslim dari ajaran Islam yang agung.

Sebab, dengan sekularisasi akan menumbuhkan paradigma negatif terhadap Islam, bahkan lebih buruknya akan memunculkan kebencian generasi Islam terhadap hukum-hukum Islam (Syariat Islam) dan permusuhan terhadap sesama Muslim uang bebeda perspektif dengan Islam moderat. Padahal, perspektif Islam yang moderat akan memandulkan kemampuan fikih Islam dalam memecahkan persoalan yang beragam dalam dinamika kehidupan umat.

Sungguh, semua itu merupakan buah dari penerapan sistem kapitalisme–sekular yang telah bercokol di negeri ini. Islam tidak akan dibiarkan tumbuh dan berkembang di hati umatnya. Musuh Islam akan selalu mencari celah untuk mengkerdilkan Islam, salah satunya melalui moderasi beragama. Yang dengan perlahan namun pasti akan mengikis dan menghancurkan Islam.

Tentu ini tidak akan bertahan lama jika umat Islam bangkit dan berjuang bersama melawan musuh-musuh Islam yang telah mengakar di negeri ini melalui penerapan sistem kapitalisme-sekular. Namun, sebuah sistem yang cacat dan bobrok tidak akan sebanding dengan sistem yang sempurna, yaitu Islam. Yang mampu membentuk generasi dengan sistem pendidikan yang unggul.

Upaya moderasi Islam yang terus dilakukan oleh rezim sekular ini harus dihentikan oleh generasi Islam para pengemban dakwah. Oleh sebab itu, generasi Islam membutuhkan pemahaman yang shahih dan lengkap tentang Islam kaffah. Dengan pembinaan yang rutin dalam sebuah gerbong jamaah dakwah. Yang selalu konsisten dalam upaya penegakan syariat Islam secara kaffah dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyah.

 

Wallahu a’lam bish-showab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *