MIRIS, GADIS BELIA PELAKU BULLYING

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

MIRIS, GADIS BELIA PELAKU BULLYING

Murni Supirman

(Aktivis Dakwah)

Generasi hari ini tidak sedang baik-baik saja, masalah selalu menghampiri dunia remaja. Kasus narkoba, kekerasan seksual, perundungan seperti berita harian mewarnai jagat maya. Entah apa yang sedang terjadi pada dunia gen Z hari ini.

Rabu tanggal 28 februari 2024 sore mungkin menjadi hari yang nahas bagi remaja berinisial SC di Batam. Bagaimana tidak, ia hari itu mendapat kekerasan dari sekelompok remaja putri karena berusaha membela sang adik. Dan lebih mirisnya lagi kekerasan itu direkam oleh para perundungnya.

Menurut penuturan ibu korban berinisial SC, Saat itu anaknya pulang dalam keadaan menangis, awalnya si anak enggan menceritakan namun karena didesak akhirnya si anak menceritakan ke Ibunya.

“Kalau dari cerita anak saya, dia kan punya adik namanya AM. Pas sebelum dipukul itu, adiknya bilang kalau adiknya mau diperdagangkan sama kawannya.”

“Dia nggak terima dan nanya biar kakak telfon orang itu. Dia mau ngebela adiknya. Ketemulah mereka, ternyata banyak orang.”

“Adiknya itu bisa lari, si kakaknya ini yang kena,” kata ibu korban.

Dalam video yang beredar, SC (17) remaja putri yang menjadi korban bullying itu terlihat duduk di pojokan. Mengenakan baju kaos hitam dan celana berwarna kuning, SC berkali-kali mendapatkan pukulan dari remaja putri lainnya.(trends.tribunnews.com)

Ternyata SC tak sendiri, ia merupakan satu dari dua remaja korban bullying di Batam yang viral di media sosial dengan motif berbeda.

Setelah video perundungan tersebut viral di media sosial, Penyidik Polresta Barelang, Kepulauan Riau akhirnya menangkap empat orang wanita terduga pelaku tindakan perundungan atau bullying dengan kekerasan terhadap anak di Batam.

Kapolresta Barelang, Kombes Nugroho Tri mengatakan, empat pelaku tersebut, yaitu saudari N (18), RRS (14), M (15), dan AK (14).(liputan6.com)

Sungguh miris, ketika anak perempuan dibawah umur menjadi pelaku bullying terhadap sesama perempuan. Dan parahnya lagi pelaku masih terbilang anak-anak. Untuk itu, hukum yang diterapkan atas mereka adalah hukum peradilan anak yakni sesuai UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dimana menurut Pasal 1 Ayat 2 UU tersebut, anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum. Anak di bawah umur yang dimaksud berkonflik dengan hukum adalah mereka yang udah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 yang diduga melakukan tindak pidana. Artinya tetap ada sanksi tapi lebih ringan.

Jika kita merujuk pada UU yang ada sekarang sebenarnya dengan model sistem peradilan seperti ini yang merujuk pada definisi anak di bawah usia 18 tahun sangat berbahaya sebab bisa menjadi celah terjadinya banyak kasus bullying yang tak membuat jera para pelakunya. Bahkan hal ini rentan akan berulang pada orang yang sama, korban yang sama dan pelaku yang sama.

Banyaknya kasus perundungan yang dilakukan oleh anak dibawah umur tidak lepas dari diterapkannya sistem sekulerisme di negeri ini. Asas sekulerisme telah menghilangkan nilai-nilai moral dan agama. Kurikulum pendidikan sekuler tidak mampu mencetak generasi yang tangguh dan berkepribadian mulia. Akibatnya pola pikir generasi terbentuk dari sistem yang mengadopsi kebebasan berperilaku, ingin diakui, bebas berekspresi, gampang tersulut emosi hingga aturan agama tidak lagi menjadi asas berperilaku.

Anak yang menjadi pelaku kekerasan menggambarkan lemahnya pengasuhan dan gagalnya sistem pendidikan dalam mencetak anak didik yang berkepribadian baik dan mulia. Rusaknya tatanan keluarga menjadi faktor utama banyak anak yang menjadi pelaku perundungan. Pelaku perundungan sering kali berasal dari keluarga yang bermasalah. Terkadang anak mendapat perlakuan kasar atau sering dipukul oleh orang tuanya. Hingga terkadang pelampiasan anak dilakukan di lingkungan tempat tinggalnya atau di sekolah. Kemudian di lingkungan sekolah. Pihak sekolah sering kali mengabaikan keberadaan perundungan ini. Akibatnya, anak-anak sebagai pelaku perundungan akan memperoleh penguatan terhadap perilaku mereka untuk melakukan intimidasi terhadap anak yang lain. Faktor yang lain adalah lingkungan tempat tinggal serta tontonan media televisi dan media cetak juga mampu membentuk pola perilaku perundungan dari segi tayangan yang mereka tampilkan.

Survei yang dilakukan oleh Lee (2010) menunjukkan jika 56,9 persen anak meniru adegan-adegan film yang ditontonnya. Umumnya, mereka meniru geraknya (64 persen) dan kata-katanya (43 persen). (Trends.tribunnews.com)

Islam memiliki sistem sanksi yang berbeda dengan sistem yang diterapkan hari ini, sistem Islam yang shahih mampu membuat jera bagi pelaku kejahatan termasuk dalam menetapkan pertanggungjawaban pelaku. Dalam Islam batas balighnya seseorang itu dilihat ketika telah berusia 15 tahun. Ketika seorang anak yang dipandang telah baligh melakukan sebuah tindak pidana maka negara dalam hal ini qadhi akan menjatuhkan sanksi berdasarkan hukum syara’ tergantung apa perbuatannya.

Negara memiliki sistem yang sempurna yang menjamin terbentuknya kepribadian yang mulia baik di keluarga, sekolah maupun di tengah masyarakat. Semua dimulai dari lingkungan keluarga yang dibangun berlandaskan aqidah Islam sehingga terbentuk keluarga sakinah mawaddah wa rahmah. Peran kedua orang tua begitu penting dalam mendidik anak-anaknya dengan cinta dan kasih sayang mengajarkan mereka ilmu agama sebagai bekal ketika mereka nantinya berbaur ke ranah publik. sementara dalam sistem pendidikan yang diterapkan berasaskan aqidah Islam, sekolah akan fokus pada pembentukan kepribadian anak didik. Negara memastikan kurikulum yang diterapkan mampu membentuk pola pikir dan pola sikap berasaskan Islam. Hingga terjalin interaksi yang jauh dari perundungan dikalangan peserta didik. Pun dalam masyarakat, negara akan menjaga kondisi ketakwaan masyarakatnya dengan memperhatikan media tanyangan atau tontonan yang bisa menjadi wasilah terbentuknya karakter yang bengis, ringan tangan dan suka merundung. Seperti inilah negara dalam menciptakan suasana aman di tengah masyarakat, dengan akidah Islam negara mampu mencegah terjadinya kasus bullying dan kasus-kasus yang dipandang sebagai aktifitas melanggar hukum syara’ lainnya.

Wallahu’alam Bish-shawwab

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *