Mendorong Distribusi Pangan Secara Merata Atasi Gizi Buruk, Mampukah?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Mendorong Distribusi Pangan Secara Merata Atasi Gizi Buruk, Mampukah?

 

Oleh Siti Aisah, S.Pd

(Praktisi Pendidikan Kabupaten Subang)

“Gizi buruk pada anak adalah masalah serius yang mengancam generasi penerus bangsa. Meskipun ada perbaikan sejak beberapa tahun terakhir, upaya lebih lanjut diperlukan untuk mengatasi masalah ini,” Ungkap Krisdayanti dalam keterangan tertulisnya, Kamis (12/10/2023).

Anggota Komisi IX DPR RI Kris Dayanti (KD) menyoroti permasalahan gizi buruk pada anak. Dia menyebut masih banyak anak Indonesia yang ditemukan mengalami kendala kekurangan gizi, baik itu gizi buruk maupun permasalahan stunting. KD juga merujuk pada data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta hingga Juli 2023, tercatat ada 39.793 balita yang memiliki permasalahan gizi. Kemudian menurut hasil riset Center for Indonesian Studies (CIPS), diketahui ada 21 juta masyarakat Indonesia atau setara 7 persen dari total populasi mengalami masalah kekurangan gizi yang cukup mengkhawatirkan. (https://news.detik.com/berita/d-6979677/soroti-gizi-buruk-anak-kris-dayanti-dorong-pemerintah-fokus-kedaulatan-pangan)

Sayangnya, Penanganan dan keseriusan pemerintah mengatasi gizi buruk tampaknya perlu mendapatkan perhatian khusus. Pasalnya, gizi buruk anak terus meningkat dan tidak terdata dengan baik. Sehingga tidak mendapatkan penanganan cepat. Contoh kasus busung lapar yang tidak pernah selesai, mantan Menkes Siti Fadilah Supari, pernah menyebutkan ada sekitar 1,67 juta anak balita di Indonesia yang menderita gizi buruk. Banyaknya kasus busung lapar jelas bukan disebabkan oleh minimnya jumlah persediaan pangan. Buktinya, pada saat yang sama banyak orang mengalami obesitas karena kelebihan lemak dan kalori. Bukti lainnya, kasus busung lapar juga terjadi di beberapa daerah yang dikenal sebagai lumbung padi, seperti NTB. Di Provinsi tersebut, ada sekitar 49.000 anak balita yang menderita busung lapar. Realitas itu menjadi bukti nyata bahwa kelaparan bukan disebabkan oleh minimnya jumlah persediaan pangan, namun karena buruknya distribusi.

Selanjutnya ada faktor lainnya yang menyebabkan kondisi anak- anak mengalami gizi buruk hingga stunting antara lain yaitu, kemiskinan dan ketersediaan bahan pangan yang semakin mahal, layanan kesehatan yang berbayar, rendahnya pendidikan orang tua. Beberapa fakta di atas menunjukkan, problem utama dalam ekonomi sesungguhnya adalah masalah distribusi kekayaan. Melimpahnya jumlah alat pemuas kebutuhan dalam sebuah negara tidak serta-merta bisa membuat semua orang tercukupi. Kemiskinan akan tetap terjadi jika sebagian besar kekayaan itu dikuasai segelintir orang. Padahal kebutuhan primer manusia harus dipenuhi tiap-tiap orang. Karena itu, diperlukan sebuah sistem ekonomi yang mengatur distribusi kekayaan hingga kebutuhan tiap-tiap orang-orang dapat terpenuhi.

Hal ini dikarenakan kebijakan kapitalistik yang mengkomersialkan segala sesuatu, termasuk layanan kesehatan dan kebutuhan pangan. Sistem ekonomi Kapitalisme saat ini jelas tidak bisa diharapkan menjadi solusi. Alih-alih menjadi solusi, buruknya distribusi kekayaan yang selama ini terjadi justru disebabkan oleh Kapitalisme. Sistem Kapitalisme yang hanya mengandalkan mekanisme pasar sebagai satu-satunya mekanisme distribusi kekayaan telah memunculkan sekelompok kecil orang yang menguasai sebagian besar aset ekonomi.

Islam memberikan langkah praktis dan Ideologis mengatasi gizi buruk. Caranya mewajibkan penguasa dan pemerintah sebagai pelayan umat. Mewujudkan kesejahteraan dan jaminan sandang, pangan, dan papan. Sehingga untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak – anak negara akan memastikan pemenuhan kebutuhan pangan dan nutrisi masyarakat individu per individu. Selanjutnya untuk penataan distribusi kekayaan dalam sistem ekonomi Islam tidak hanya dilakukan di ujung akibat, namun dalam keseluruhan sistemnya. Islam telah mencegah buruknya distribusi kekayaan mulai dari ketentuan kepemilikan. Islam, misalnya, menetapkan sejumlah sumberdaya alam sebagai milik umum, seperti tambang yang yang depositnya melimpah; sarana-sarana umum yang amat diperlukan dalam kehidupan (air, padang rumput, api, dll); dan harta-harta yang keadaan aslinya terlarang bagi individu tertentu untuk memilikinya (sungai, danau, laut, masjid, lapangan, dll)

Jika dicermati, SDA yang tergolong sebagai milik umum itu amat penting bagi hajat hidup manusia. Nilainya pun amat besar. Apabila SDA itu boleh dikuasai individu tertentu, niscaya harta akan terkosentrasi pada sekelompok orang. Dengan menguasai SDA itu, pemilik modal besar akan dengan mudah pula menggelembungkan kekayaannya. Sebaliknya, kalangan miskin kian kesulitan mengakses SDA itu dan memenuhi kebutuhannya.

Islam juga mewajibkan negara menyediakan pendidikan gratis terhadap warganya. Ketentuan ini dapat memberikan kesempatan luas bagi kalangan miskin untuk mengubah keadaannya. Berbeda halnya jika biaya pendidikan dibebankan kepada rakyatnya sebagaimana saat ini. Mahalnya biaya pendidikan menutup akses kalangan miskin untuk memperolehnya. Ketika mereka tidak bisa mengenyam pendidikan, mereka pun tidak memiliki keahlian dan keterampilan. Akibatnya, mereka kehilangan harapan untuk mengubah keadaannya.

Apabila masyarakat mengalami kesenjangan yang lebar antar individu, negara juga diwajibkan memecahkannya dengan mewujudkan keseimbangan dalam masyarakat. Caranya dengan memberikan harta negara yang menjadi hak miliknya kepada orang-orang yang memiliki keterbatasan dalam memenuhi keberadaannya. Lalu untuk meningkatkan produksi pertanian dan pangan beserta segala riset dan jaminan kelancaran proses pengadaannya. Negara memiliki akurasi data untuk ketersediaan dan distribusi pangan agar tepat sasaran. Di samping itu harga kebutuhan pangan dijamin terjangkau. Pemerintah juga menjamin kesehatan, keamanan, pendidikan, serta pendistribusian bantuan pangan kepada rakyat yang betul-betul membutuhkan. Kalau pemimpin negeri ini seperti Umar bin Khattab, Insyaallah tidak ada lagi masalah gizi buruk. Terlebih syariah Islam juga membawa Rahmat dan kaya. sistem ekonomi Islam yang bisa menjadi solusi bagi buruknya distribusi kekayaan. Tentu saja, keunggulan sistem Islam hanya akan mewujud secara sempurna jika ada institusi pemerintahan Islam, yakni Khilafah, yang menerapkannya secara total.

Wallahu a’lam bishshawwab.

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *