Membabat Habis Korupsi Hanya Ilusi di Negeri Demokrasi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Membabat Habis Korupsi Hanya Ilusi di Negeri Demokrasi

Oleh Aisyah Humaira
(Aktivis Muslimah)

Lagi-lagi kita kembali dibuat miris oleh realita yang menimpa moral penguasa di negeri di mana kini kita menghuni. Pasalnya baru-baru ini sebuah fakta menunjukan semakin kesini perilaku korupsi yang kerap digaungkan untuk dihindari hampir di tiap sudut forum diskusi bertema kesejahteraan untuk negeri seakan hanya ilusi sebab masalah dalam negeri justru semakin meninggi apalagi korupsi. Beragam pasal penindak korupsi yang dilahirkan sistem demokrasi hingga saat ini tiada juga memberikan solusi untuk perubahan yang berarti.

Melansir dari www.antaranews.com (09/11/2023) terkait jejak kinerja KPK bahwa selama 20 tahun kiprahnya sejak 2003, KPK mengaku telah berhasil menangani sebanyak 1.600 kasus orang yang tersandung kasus korupsi. Dalam tiga tahun terakhir ini, lembaga antirasuah itu telah menahan 513 tersangka korupsi. Berikut disampaikan bahwa pada saat yang sama, nilai Indeks Perilaku Antikorupsi (IPAK) di Indonesia tahun 2023 turun dari 3,93 menjadi 3,92. Data ini dirilis oleh Ketua KPK RI Firli Bahuri saat roadshow Bus KPK dan road to Hakordia 2023 di Balai Meuseuraya Aceh.

Mengenai IPAK adalah indeks yang mengukur perilaku antikorupsi masyarakat dari skala 0—5 pada level nasional. Jika nilai IPAK tinggi, budaya antikorupsi tersebut tinggi. Sebaliknya, jika nilai IPAK-nya rendah, ini menunjukkan budaya permisif korupsi di masyarakat. Data yeng terungkap jelas menjadikan pemerintah dilema akan realita. Sebab, di satu sisi KPK akan dipuji dan dinilai berhasil karena telah menangkap ribuan pelaku korupsi, tapi di sisi lain banyaknya koruptor yang tertangkap justru memperlihatkan bahwa negeri ini sedang tidak sehat.

Penanganan atas kasus korupsi memang selayaknya tidak menjadi tugas KPK semata melainkan perlu peran serta dari kita alias seluruh masyarakat untuk membangun kesadaran, keprihatinan, serta pemahaman terhadap generasi yang antikorup. Ini mengingat banyaknya tersangka kasus korupsi seiring turunnya angka IPAK. Namun perlu kita sadari bahwa sebaik apa pun masyarakat, jika negaranya masih menerapkan sistem yang melanggengkan perilaku haram tersebut, tetap tidak akan mampu membendung korupsi. Ini karena masyarakat yang awalnya membenci korupsi, bisa saja terpengaruh dan berubah menjadi koruptor ketika masuk dan bergabung dalam iklim saat ini.

Begitulah kehidupan di tengah negara yang menjadikan demokrasi sebagai sistem pemerintahan sehingga jelas para pemegang kebijakan dalam negeri banyak yang menjunjung tinggi dan mengandalkan demokrasi sebagai sistem terbaik. Sayang seribu sayang yang dibanggakan justru merupakan biang dari segala kerusakan. Demokrasi dengan kedaulatan di tangan manusia justru menyuburkan korupsi dan menjadi alat tikus berdasi bermain kotor. Bagaimana tidak, sebab demokrasi didukung oleh kapitalisme yang menuhankan materi di segala sendi.

Maka wajarlah jika kemudian demokrasi selalu berhubungan dengan para oligarki. Hal ini terlihat jelas dari fakta dimana pemangku kebijakan tentu butuh modal agar bisa melaju ke pesta demokrasi, sejalan dengannya ada para oligarki yang butuh regulasi agar dapat memuluskan usaha. Begitulah pemangku kebijakan dan oligarki, mereka bersimbiosis mutualisme dalam mencapai kepentingan. Demokrasi berpeluang besar melahirkan penyimpangan dan perilaku curang. Apalagi, dengan sanksi tumpul jelas tidak membuat pelaku jera. Alhasil, meski ada lembaga antirasuah yang terus bergerilya menangkap para tikus berdasi, pembasmian korupsi seakan hanya ilusi.

Bukan berarti pada akhirnya tak ada solusi setelah ini. sadarilah bahwa setiap kita punya peran yang besar dalam menanggulangi korupsi. Jika masyarakat bersatu dengan perasaan dan pemikiran benci akan korupsi juga didukung oleh peraturan yang mampu menyolusi secara tuntas dari akarnya pasti akan sampai mengakhiri. Melalui perasaan dan pemikiran yang sama ini pula maka masyarakat memiliki tugas besar, yaitu senantiasa mengingatkan pemegang kebijakan untuk bertindak benar karena yang dapat menyelesaikan kasus korupsi adalah pemegang kebijakan, yaitu pemerintah.

Dan pada akhirnya tiada solusi yang berarti dan sudah terbukti menyolusi kecuali kehidupan dibawah kepemimpinan khalifah dengan sistem pemerintahannya yang dikenal sebagai khilafah saja yang mampu menjembatani terwujudnya kehidupan mulia dan melahirkan umat yang bermartabat, jauh dari kecacatan moral. Khilafah akan menjadikan akidah Islam sebagai landasannya dan khalifah (pemimpinnya) akan menyusun UU selaras dengan pandangan Islam.

Sebagai seorang pemimpin, khalifah pun wajib taat syariat. Ia akan mengayomi dan melindungi warganya sehingga menjadikan mereka sejahtera dengan segala kebijakan yang ditetapkan. Khalifah akan menerapkan sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam sehingga kurikulumnya bertujuan untuk membentuk intelektual berkepribadian Islam yakni pikir dan pola sikap Islam. Mereka akan paham mana aturan Islam yang wajib dijalankan dan mana yang perlu ditinggalkan, termasuk korupsi. Sebagai individu yang beriman, paham bahwa korupsi itu haram jelas ia akan menjauhinya.

Tidak sebatas itu, Islam dengan aturannya yang sempurna dan paripurna juga menetapkan sanksi tegas terhadap individu yang korupsi. Oleh negara pelakunya akan dihukum sesuai syariat Islam yang berfungsi sebagai penebus dosa dan membuat jera pelakunya, serta pencegah bagi orang lain untuk melakukan hal serupa. Jika berhubungan dengan suap-menyuap, ia disebut harta ghulul atau harta yang diperoleh secara curang. Harta ini tidak boleh dimiliki oleh individu dan akan dikembalikan kepada negara.

Khilafah juga akan menjadikan status pegawai atau pejabat itu sebagai pekerja. Mereka akan digaji sesuai pekerjaannya. Untuk meminimalkan pembengkakan kekayaan, akan diberlakukan perhitungan kekayaan untuk mengetahui seorang pejabat tersebut melakukan korupsi atau tidak, sebagaimana pernah dilakukan Khalifah Umar bin Khaththab. Demikianlah sekilas gambaran dalam sistem Islam. Oleh karenanya, budaya antikorupsi hanya dapat terwujud dalam iklim Islam. Maka dari itu sudah selayaknya kita beragbung dalam jamaah dakwan yang memperjuangkan kembali tegaknya khilafah. Allahu Akbar.

Wallahu’alam bish-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *