Media Sebagai Alat Propaganda, Tanggung Jawab Siapa?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Media Sebagai Alat Propaganda, Tanggung Jawab Siapa?

Oleh Lisa Ansari

Kontributor Suara Inqilabi

 

Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin mengungkapkan bahwa media memiliki peran strategis dalam menjaga stabilitas politik menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Integritas media merupakan salah satu faktor yang mengatasi tantangan seperti disintegritas bangsa dan penyebaran berita hoax (wapres.go.id).

Wakil presiden memusatkan agar media bukan jadi sarana provokasi yang bisa menimbulkan perpecahan dalam masyarakat. Dalam menyebarkan informasi ke media dibutuhkan integritas dan kehati-hatian untuk menjaga stabilitas politik Negara. Ia juga meminta agar madia tidak dijadikan sebagai sumber penyebaran berita bohong (hoaks), Dimana Berita bohong sering kali tidak memiliki sumber yang jelas dan dibuat untuk mengadu domba masyarakat.

Menjelang pemilu 2024 masyarakat sudah banyak di wanti-wanti oleh elit penguasa saat ini seperti yang dilakukan wakil presiden. Hanya saja Arahan Wapres kepada media menjelang Pemilu 2024 terlihat sangat tendensius, mengingat selama ini faktanya media justru menjadi alat pihak tertentu untuk mencapai tujuannya tidak dimungkiri, situasi jelang pemilu turut berpengaruh terhadap situasi aktivitas di dunia maya. Para penguasa menjadikan media sebagai ajang promosi dan pencitraan diri, sebagai media perang opini demi memenangkan kontestasi.

Opini yang disampaikan tidak jarang berisi berita bohong yang ujungnya kerap menimbulkan kepentingan dan popularitas.

Menjelang pemilu media digunakan sebagai pencitraan cawapres, akan dipertontonkan mulai dari ibadahnya agar terkesan islami, blusukan kepasar agar terlihat lebih merakyat dan berbagai janji-janji kampanye lainnya. Masyarakat akan hanya terbawa suasana pesta pemilu 5 tahunan yang kemudian hari ketika pengasa itu menjabat akan melupakan janji-janji nya yang pernah diucapkan.

Media yang seharusnya bersikap netral dalam memberikan berita kepada masyarakat dan menjadi jembatan informasi yang akurat, namun tidak sedikit dari mereka justru menjadi corong kepentingan penguasa semata. Ketika media mulai menjadi corong penguasa, maka setiap informasi yang dikabarkan akan disesuaikan dengan agenda dan tujuan pemerintah. Media menjadi alat propaganda atau alat framing dari pemerintah, tak ada lagi nilai keberimbangan dalam memberikan sebuah informasi.

Perkembangan propaganda di Indonesia tumbuh subur dengan ditetapkannya kebijakan atas keterbukaan informasi dari pemerintah sejak paska reformasi, fenomena itu sangat wajar karena teori propaganda media memang selalu tumbuh berbanding lurus dengan kebijakan keterbukaan informasi dari sebuah Negara. (komunikologi.esaunggul.ac.id).

Stephen Crane (1895) mengatakan media adalah “sebuah pasar, dimana kebijaksanaan bebas dijual, ia adalah permainan, juga bisa membuat kematian”. Maksud Crane mengatakan bahwa surat kabar bukanlah sebuah kebenaran. Ia bergantung pada perspektif dan fakta yang didedahkan.

Media selalu terhubung dengan pemlik modal.berdasarkan data theunjustmedia.com, ada enam media perusahaan milik yahudi menguasai 96% media di dunia. Ketika kaum kapitalis menjadi bagian dari kekuasaan global untuk menguasai dunia, di titik inilah keberadaan media selalu terkait dengan politik dan bisa menjadi corong untuk kepentingan pihak tertentu.

Disinilah pentingnya sebuah pemimpin yang bisa mengatasi serbuan kabar burung dan mencegah pihak tertentu menggunakan media untuk kepentingan individu , Pemimpin yang menunjukan keseriusan dalam mengurus urusan rakyat dan secara optimal mencegah penyebaran berita hoax.

Dalam teori penentuan agenda (agenda setting theory), media sosial adalah pusat penentuan kebenaran serta pembentuk pemikiran, pendapat publik, dan kesadaran atas sebuah isu atau masalah. Berdasarkan teori yang pertama kali dikemukakan oleh Walter Lippman (1965) dengan konsep “the world outside and the picture in our head” ini, Bernard Cohen (1963) menyebut,.” Media massa tidak memberitahu kita apa yang wajib kita pikirkan, tetapi media sukses dalam memberitahu kita tentang kita harus berpikir tentang apa.

Dalam islam media memiliki peran strategis dalam mencerdaskan umat, media digunakan untuk mengungkapkan kebenaran dan menyampaikan aspirasi umat. Dalam menyebarkan informasi. Allah Swt. Berfirman “ hai orang-orang yang beriman jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaan yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu.” (QS. Al – Hujurat:6).

Media massa (wasa’il al I’lam) sepenuhnya dikendalikan oleh seorang khalifah, yang mana khalifah mengawasi berita-berita yang akan disampaikan kepada masyarakat melalui orang-orang yang berkompeten di bidangnya.

Media dapat membentuk opini publik dan cara pandang setiap individu masyarakat terhadap realitas. Oleh karena itu sangat urgen bagi Negara untuk melarang setiap konten yang bertentangan dengan nilai-nilai islam lewat aturan yang tegas dan jelas. Islam memiliki tuntunan tentang peran media yang seharusnya, yaitu membangun strategi informasi yang spesifik untuk memaparkan islam dengan pemaparan yang kuat dan membekas. media harus mampu menggerakkan akal manusia agar pandangannya kepada aqidah islam.

Media digunakan sebagai sarana propaganda keluar negeri seperti menunjukan power daulah dan menunjukan kekuatan dan kehebatan pasukan. Media juga adalah sarana edukasi menyebarkan informasi, media digunakan untuk kepentingan ideologi islam.

Khalifah memiliki beberapa kebijakan terkait media yaitu:

1. Dalam mendirikan media boleh tanpa harus meminta ijin Negara selama tidak bertentangan dengan akidah islam.

2. Dalam peelaksanaanya tidak memerlukan adanya jargon kebebasan pers, namun hanya membutuhkan basis nilai dan ketegasan aturan tentang hak berekspresi public

3. Daulah mengarahkan segenap potensi dana, ahli dan teknologi untuk memangkal masuknya pemikiran , ide serta nilai yang bertentangan dengan akidah islam via media

4. Daulah melarang semua konten media yang merusak baik dalam buku, majalah, surat kabar, media elektronik maupun media virtual.

Media dalam islam sebagai alat konstruktif dalam memelihara identitas keislaman masyarakat dan sebagai sarana dakwah dalam menampilkan kekuatan islam. Media massa tidak boleh dijadikan sebagai alat propaganda keburukan, melainkan menjadi pengukuh keimanan dan ketaatan rakyat pada syariat islam, melalui media akan mampu mewujudkan masyarakat yang cerdas karena memiliki tuntunan yang jelas dalam semua urusan hidupnya.

Wallahu’alam bish-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *