Lip Service Impor

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Agung Andayani

 

Pada saat memberikan pengarahan kepada para menteri, lembaga dan kepada kepala daerah tentang aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia di Bali, Jumat (25/3/2022). Presiden geram dengan sikap pemerintah pusat, daerah dan BUMN yang masih melakukan impor terkait pengadaan barang dan jasa. Pasalnya, nilai impor jauh lebih besar daripada konsumsi produk dalam negeri. (Kompas.com, 26 Maret 2022).

Memang benar. Faktanya negeri ini hobi impor. Mulai dari impor kedelai, jagung, gula, garam, beras, ketela bahkan cangkul juga impor. Termasuk impor TKA disaat rakyat sedang membutuhkan lapangan pekerjaan dampak pandemi covid. Publik jadi bertanya-tanya, siapakah yang memiliki wewenang untuk menyetujui kebijakan impor? Dan yang bikin tambah heran bahwa yang marah soal impor adalah orang yang sudah menjabat sebagai presiden selama tujuh tahun.

Hal seperti ini, dalam sistem demokrasi-kapitalis bisa dikatakan hal yang wajar. Karena sistem ini memang dirancang untuk menguntungkan para kapital. Para menguasa akan membuat kebijakan-kebijakan yang pro kapital. Marah, geram, jengkel dianggap sebagai Lip service penguasa. Dan ini menunjukkan ketidakmampuan mereka dalam bekerja menyejahterahkan rakyat.

Semestinya impor hanya dilakukan jika kondisi produksi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Impor juga tidak boleh menghantarkan kepada ketergantungan pada asing. Jadi impor hanya sebagai solusi yang bersifat sementara. Namun yang ada sekarang impor adalah solusi permanen. Sampai kapan negeri ini dibanjiri barang-barang produk impor?

Wallahua’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *