Kelemahan Pelayan Tanah Suci Selenggarakan Haji Akibat Gunakan Solusi Ala Kapitalisme

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Ummu Dzakirah

 

Pada Tahun 2020 lalu, Kementerian Agama memutuskan untuk membatalkan pemberangkatan Jemaah haji. Menteri Agama Fachrul Razi pada 2 Juni 2020, mengatakan pemerintah memutuskan tidak memberangkatkan jamaah haji pada musim haji 1441 Hijriah atau 2020 Masehi karena pertimbangan pandemi COVID-19. Dilansir dari suara.com, Keputusan Menteri Agama Nomor 494/2020 terkait dengan pembatalan pemberangkatan jamaah haji tersebut. Hal tersebut dikatakan sesuai dengan amanat undang-undang, yakni selain persyaratan ekonomi dan fisik, kesehatan dan keselamatan jamaah haji harus diutamakan mulai dari embarkasi, di Tanah Suci hingga kembali ke Indonesia.

Sangat di sayangkan, di tahun ini hal serupa pun terjadi. Pemerintah Arab Saudi resmi menggelar ibadah haji 2021 khusus untuk jemaah domestik, yakni para ekspatriat yang telah berada di negara tersebut dan penduduk lokal. Dilansir dari cnnindonesia.com Pemerintahan Raja Salman kembali menutup akses haji bagi jemaah internasional untuk tahun kedua sejak 2020 lantaran tren penularan virus corona masih meningkat secara global.

Tentu Pembatalan haji tahun 2021 merupakan duka bagi umat islam yang rindu menunaikan kewajiban rukun islam yang ke lima. Sebab umat islam khususnya di Indonesia, dengan mayoritas muslim terbesar dunia, kebanyakan jamaah haji telah memasuki usia lanjut. mereka mengumpulkan sedikit demi sedikit rejekinya selama puluhan tahun untuk bisa melaksanakan ibadah haji. Para jamaah yang sudah sepuh dan seolah berburu waktu ini tentu sangat ingin bisa melaksanakan kewajiban haji di penghujung usia senja mereka.

Namun sangat di sayangkan, kerugian umat akibat tiadanya negara khilafah, syiar Islam dan kewajiban haji tidak bisa di tunaikan karena kesalahan penangganan global terhadap pandemi. Hal ini terjadi karena lemahnya pemerintah Arab Saudi akibat menggunakan paradigma kapitalisme dalam menanggani wabah. Yakni menjadikan paradigma bukan sebagai pelayan umat dan bukan untuk menegakkan syiar Islam.

Khilafah Pelayan Tamu Allah

Ibadah haji sejatinya adalah fardhu bagi setiap muslim yang istitha’ah (mampu). Namun demikian, syariat Islam juga menetapkan Imam atau Khalifah untuk mengurus pelaksanaan haji dan keperluan para jemaah haji. Karena Imam/Khalifah adalah ra’in (pengurus rakyat). Sabda Nabi saw.,
“Imam atau Khalifah adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR al-Bukhari)
Prinsip dasar dalam pengaturan dalam islam adalah Basathoh fi an nidham (sistemnya sederhana); Su’ah fi al injaz (eksekusi cepat); dan ditangani Sumber Daya Manusia (SDM) profesional. Langkah yang ditempuh khilafah adalah:

Pertama: Khalifah menunjuk pejabat khusus untuk memimpin dan mengelola pelaksanaan haji dengan pelayanan terbaik. Mereka dipilih dari orang-orang yang bertakwa dan cakap.
Rasulullah saw. pernah menunjuk ‘Utab bin Asad, Abu Bakar ash-Shiddiq ra., Rasulullah SAW juga pernah memimpin pelaksanaan ibadah haji pada saat Haji Wada’. Pada masa Kekhilafahan Umar ra., pelaksanaan ibadah haji pernah diserahkan kepada Abdurrahman bin Auf dan dipimpin sendiri oleh Khalifah Umar ra. Begitu pula Khalifah Utsman ra., pelaksanaan haji pernah dipimpin oleh Abdurrahman bin Auf ra.

Kedua: penetapan Ongkos Naik Haji (ONH) nilainya disesuaikan dengan biaya yang dibutuhkan oleh para jemaah berdasarkan jarak wilayahnya dengan Tanah Haram (Makkah-Madinah), serta akomodasi yang dibutuhkan selama pergi dan kembali dari Tanah Suci. Penentuan ONH paradigma negara Khilafah adalah ri’ayatu syu’un al-hujjaj wa al-‘ummar (mengurus urusan jemaah haji dan umrah). Bukan paradigma bisnis, untung dan rugi. Khilafah bisa membuka opsi: rute darat, laut, dan udara. Masing-masing dengan konsekuensi biaya yang berbeda.

Ketiga: Khalifah mengatur kuota haji dan umrah. Ini akan membuat keterbatasan tempat tidak menjadi kendala bagi para calon jemaah haji dan umrah. Khalifah juga memperhatikan beberapa hal:
(a) Kewajiban haji hanya berlaku sekali seumur hidup; (b) Kewajiban haji hanya berlaku bagi mereka yang berkemampuan dan memenuhi syarat. Bagi calon jemaah yang belum pernah berhaji, sementara sudah berkemampuan dan memenuhi syarat, maka mereka akan diprioritaskan. Dengan begitu antrean haji yang panjang bisa dipangkas karena hanya yang benar-benar mampu yang diutamakan.

Keempat: Khalifah akan menghapus visa haji dan umrah. dalam sistem Khilafah, kaum muslim hakikatnya berada dalam satu kesatuan wilayah. Tidak tersekat-sekat oleh batas negara seperti saat ini. Seluruh jemaah haji yang berasal dari berbagai penjuru negeri didalam Dunia Islam bisa bebas keluar masuk Makkah-Madinah tanpa visa. Mereka hanya perlu menunjukkan kartu identitas, Visa hanya berlaku untuk kaum muslim yang menjadi warga negara kafir, baik kafir harbi hukm[an] maupun fi’l[an]

Kelima: Khalifah akan membangun berbagai sarana dan prasarana untuk keamanan, ketertiban, kelancaran, dan kenyamanan para jamaah haji. Dengan begitu faktor-faktor teknis yang dapat mengganggu apalagi meenjadi penghalang dalam pelaksanaan ibadah haji dapat disingkirkan sehingga istitha’ah amaniyah dapat terwujud. Seperti pada masa Khilafah Utsmaniyah, Sultan ‘Abdul Hamid II membangun sarana transportasi massal dari Istanbul, Damaskus hingga Madinah untuk mengangkut jemaah haji yang dikenal sebagai Hijaz railway. Khalifah ‘Abbasiyyah, Harun ar-Rasyid, membangun jalur haji dari Irak hingga Hijaz (Makkah-Madinah), termasuk membangun saluran air yang menjamin jemaah haji tidak kekurangan air sepanjang perjalanan. (mata air zubaidah)

Keenam: Pada masa pandemi atau wabah, Khilafah akan berusaha tetap menyelenggarakan haji dengan melakukan penanganan sesuai protokol kesehatan seperti menjaga protokol kesehatan selama pelaksanaan haji, pemberian vaksin bagi para jemaah haji, menjamin sanitasi, sarana kesehatan yang memadai, serta tenaga medis yang memadai. Khilafah tidak akan menutup pelaksanaan ibadah haji, tetapi akan melakukan 3T (testing, tracing, treatment atau dilakukan tes, pelacakan dan perlakuan) sesuai protokol kesehatan pada warga. Mereka yang terbukti sakit akan dirawat sampai sembuh. Mereka yang sehat tetap diizinkan beribadah haji. Menutup pelaksanaan ibadah haji ataupun umrah adalah tindakan yang salah sebab menghalangi orang yang akan beribadah ke Baitullah.

Khilafah dalam pengurusan haji itu dilakukan dengan prinsip ri’ayah (pelayanan), bukan bersifat komersil atau mengambil keuntungan dari jemaah. Faktanya berbeda, pengurusan haji saat ini yang diurus oleh negara masing-masing tanpa ada kesatuan pelayanan karena tidak ada kesatuan kepemimpinan. Akibatnya, sering muncul konflik kepentingan dan keruwetan seperti pembagian kuota, tiket, hotel, katering, dan sebagainya. khalifah benar-benar berkhidmat melayani tamu-tamu Allah sesuai dengan syariat Islam. Menjamin pelaksanaan rukun haji oleh jamaah dengan benar. Menjaga kekhusukan ibadah haji sehingga para jamaah menjadi mabrur.

Wallahua’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *