Kapitalisasi Layanan Kesehatan dalam Negeri 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Kapitalisasi Layanan Kesehatan Dalam Negeri 

Nanis Nursyifa

Kontributor Suara Inqilabi

 

Di antara nikmat besar yang Allah SWT karuniakan kepada manusia adalah kesehatan. Betapa besarnya nikmat kesehatan dinyatakan oleh Rasulullah saw. dalam sabda beliau:

 “Siapa saja di antara kalian yang masuk waktu pagi dalam keadaan sehat badannya, aman dalam rumahnya dan punya makanan pokok pada hari itu maka seolah-olah seluruh dunia dikumpulkan untuk dirinya” (HR Ibnu Majah).

Berbicara tentang kesehatan, akhir-akhir ini pemerintah berwacana menaikkan iuran BPJS kesehatan, alasannya adanya ancaman defisit karena adanya penyesuaian tarif. Tentu ini sangat meresahkan masyarakat terlebih bagi sebagian orang yang kondisi ekonomi menengah ke bawah. Penolakanpun datang dari berbagai kelompok salah satunya dari kelompok buruh, dikutip dari Liputan6.com.

Kelompok buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak rencana penghapusan kelas rawat inap menjadi Kelas Rawat Inap Standar Jaminan Kesehatan Nasional (KRIS JKN). Salah satunya dikhawatirkan adanya kenaikan iuran BPJS Kesehatan. “Partai Buruh dan KSPI setelah mempelajari diluncurkannya program KRIS atau kelas rawat inap standar oleh BPJS Kesehatan dengan alasan perintah Undang-Undang. Partai Buruh dan KSPI menolak keras KRIS yang diluncurkan oleh Kementerian Kesehatan,” ujar Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangannya, Minggu (23/7/2023). Said Iqbal menduga program ini diluncurkan hanya sebagai bentuk komersialisasi. Ia menilai program KRIS dibuat sebagai instrumen pelaksanaan money follow program yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Kesehatan yang baru disahkan beberapa waktu lalu oleh DPR RI.

Layanan kesehatan yang seharusnya diberikan kepada rakyat secara cuma-cuma dalam sistem kapitalis tidak demikian, untung rugi tetap diutamakan tak jarang berbagai cara pun dilakukan. Wacana kenaikan iuran BPJS kesehatan ini jelas menunjukkan bahwa semakin kokohnya kapitalisasi dalam layanan kesehatan dalam negri.

Pada faktanya, rakyat membutuhkan peran negara dalam menjaga kesehatan dan pengobatan. Negara seharusnya hadir untuk memberikan pelayanan kesehatan secara gratis dan perlindungan kepada rakyat, namun dalam sistem kapitalis kesehatan dan nyawa manusia justru menjadi komoditi bisnis. Dalam Islam, pelayanan kesehatan termasuk kewajiban Negara. Ini sesuai dengan

sabda Rasul saw.:

الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

 “Pemimpin Negara adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus” (HR al-Bukhari).

Salah satu tanggung jawab pemimpin negara adalah menyediakan layanan kesehatan dan pengobatan bagi rakyatnya secara cuma-cuma alias gratis. Dalilnya adalah kebijakan Nabi Muhammad saw.—dalam posisi beliau sebagai kepala negara—yang pernah mengirim dokter gratis untuk mengobati salah satu warganya, yakni Ubay bin Kaab, yang sakit. Diriwayatkan, ketika Nabi saw. mendapatkan hadiah seorang dokter dari Muqauqis, Raja Mesir, beliau menjadikan dokter itu sebagai dokter umum bagi masyarakat umum (HR Muslim). Jaminan kesehatan dalam Islam itu memiliki empat sifat.

Pertama: Universal. Artinya, tidak ada pengkelasan dan pembedaan dalam pemberian layanan kepada rakyat.

Kedua: Bebas biaya alias gratis. Rakyat tidak boleh dikenai pungutan biaya untuk mendapat pelayanan kesehatan.

Ketiga: Seluruh rakyat bisa mengakses layanan kesehatan dengan mudah.

Keempat: Pelayanan mengikuti kebutuhan medis, bukan dibatasi oleh plafon seperti halnya JKN atau BPJS.

Negara menanggung semua biaya pengobatan warganya. Pemberian jaminan kesehatan seperti itu tentu membutuhkan dana sangat besar. Pembiayaannya bisa dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditentukan oleh syariah. Di antaranya dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum seperti hasil hutan, berbagai macam tambang, minyak dan gas, dan sebagainya. Juga dari sumber-sumber lain seperti kharaj, jizyah, ghanîmah, fa’i, ‘usyur, pengelolaan harta milik negara dan sebagainya.

Semua itu lebih dari cukup untuk bisa memberikan pelayanan kesehatan secara memadai, berkualitas dan gratis untuk seluruh rakyat. Semua itu merupakan tuntunan dari syariat Islam, dan mustahil diwujudkan jika bukan dengan sistem Islam, maka sudah seharusnya kita memperjuangkan sistem tersebut, bukan hanya tugas segelintir orang atau satu kelompok tapi tugas kita semua sebagai umat Islam.

Wallahu’alam bishshawaab

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *