Ilusi Zero Stunting dalam Sistem Kapitalisme

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Ilusi Zero Stunting dalam Sistem Kapitalisme

Oleh Q. Rosa

Kontributor Suara Inqilabi

 

Upaya penurunan angka stunting terus di lakukan. Berbagai program dicanangkan sejak tahun 2018 tetapi hingga saat ini angka stunting masih sulit diturunkan apalagi menuju zero.

Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo, menyoroti penanganan stunting di Indonesia yang belum optimal. Padahal, kata dia, pemerintah telah menggelontorkan dana yang banyak untuk stunting. (Beritasatu. 1/12/2023). Ini menunjukkan pr menurunkan angka stanting masih belum tercapai. Sisi lain sangat miris, program yang merupakan peningkatan gizi bagi anak yang mengalami masalah pertumbuhan ini, diduga diselewengkan untuk perjalanan dinas. Perilaku koruptor para pejabat ini juga jadi pemicu lambatnya penurunan angka stunting.

Mengkritisi Persoalan Stunting

Kondisi pertumbuhan yang lambat akibat kekurangan gizi, saat kehamilan dan pasca kelahiran. Lebih disebabkan karena tingkat kesejahteraan dan pola hidup yang ada di tengah kehidupan masyarakat kapitalis sekuler. Dalam sistem Kapitalis-sekuler tingkat kesejahteraan di masyarakat sulit tercapai. Masyarakat yang hidup di bawah garis sejahtera, tentu secara asupan gizi pasti kurang. Kehidupan mereka yang sulit, membuat mereka tak punya banyak pilihan dalam memilih asupan gizi, karena bagi mereka yang penting ada yang dimakan.

Jika kita telusuri lebih mendalam, sistem Kapitalis-sekuler, yang menganut kebebasan kepemilikan, kesejahteraan rakyat menjadi angka yang juga sulit di raih. Karena berbagai regulasi yang ada justru banyak yang berpihak dan memberikan kesempatan penguasaan atas kekayaan alam pada kaum kapital sebut oligarki. Ambil contoh, data LSM asal Inggris Oxfam mengilustrasikan harta empat orang terkaya di Indonesia itu setara dengan akumulasi kekayaan milik 100 juta penduduk, luar biasa timpangnya. (CNBCIndonesia.com,2-8-2023)

Ini menunjukkan pada sistem Kapitalis distribusi kekayaan hanya berputar diantara orang-orang kaya saja, sementara jumlah mereka sangat sedikit, tetapi menguasai kekayaan yang luar biasa besarnya. Sehingga dari dasar mekanisme distribusi kekayaan bermasalah, yang menyebabkan kesejahteraan rakyat sulit di raih. Kondisi ini menjadi wajar jika akhirnya yang di bawah garis sejahtera tak mampu memenuhi kebutuhan gizi bagi ibu hamil ataupun anak-anak mereka. Selama persoalan dasar sistem ini tidak diperbaiki mengharap kasus stunting jadi zero menjadi sebuah ilusi.

Kemudian terkait pola hidup di zaman dengan kecepatan teknologi, pemikiran praktis lebih mendominasi, apalagi dikalang kaum perempuan, seabrek urusan rumah tangga, pemeliharaan pada anak, gaya bersosial media, apalagi dia juga memilih untuk bekerja di luar. Praktis, dalam waktu yang singkat dan cepat pekerjaan bisa selesai membawa perempuan engan masuk di dapur hanya untuk sekedar masak memilih menu yang sehat dan bergizi untuk keluarga dan anak-anaknya. Disinilah Sering kali nilai gizi terabaikan, selain praktis juga irit karena membeli makanan matang di banding harus masak. Alasan sibuk, ribet, dan irit membuat ibu memilih masakan jadi, asal rasa enak tak peduli nilai gizinya yang penting lezat. Meski banyak micin atau mungkin makanan tersebut tidak sehat bagi para ibu yang penting anak mau makan dan keluarga sudah disediakan. Jika Ingin persoalan stunting zero , maka tingkat kesejahteraan dan pola hidup sehat meski di perbaiki. Tetapi keberadaan sistem Kapitalis sekuler menjadi mustahil mampu mengubah keadaan.

Islam Memberikan Solusi

Jika di awal persoalan stunting terletak pada kesejahteraan dan pola hidup. Maka Islam sebagai risalah yang berasal dari Allah tetap memberikan seperangkat aturan agar sebuah sistem pemerintahan mampu mensejahterakan rakyatnya, hingga persoalan stunting zero. Persoalan kesejahteraan berkaitan erat dengan penerapan sistem politik ekonomi Islam dalam sebuah negara. Sistem politik ini akan membagi kepemilikan menjadi tiga bagian:

Pertama, kepemilikan umum, merupakan seperangkat aturan yang mengatur SDA yang dimiliki negara. SDA ini hakekatnya milik seluruh rakyat dan hanya negara yang diijinkan untuk mengelolanya. Bukan dikelola secara pribadi apalagi dikelola oleh asing. Karena keuntungannya harus masuk di kas baitul mal dan diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan rakyat secara umum, yaitu fasilitas infrastruktur, kesehatan, pendidikan dan keamanan rakyat. Hingga rakyat tidak ditarik uang sepeser pun untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Kedua, kepemilikan negara, yaitu kepemilikan yang berasal dari harta fa’i, khoraj, jiziyah, zakat Mak dan lain sebagainya. Yang harta tersebut digunakan untuk mengurusi seluruh kebutuhan operasional negara, seperti membayar gaji para pegawai, gaji tentara dan lain sebagainya.

Ketiga, kepemilikan individu, yaitu harta yang dimiliki rakyat secara umum, dari warisan, perdagangan, ataupun upah pekerjaannya dan lain sebagainya. Rakyat bebas menggunakan dan membelanjakan untuk memenuhi kebutuhan hidup terutama makan, rumah, pakaian dan kebutuhan sekunder lainnya. Keuangan atau harta mereka hanya terkonsentrasi di persoalan sandang, pangan dan papan. Sementara hajat lain berupa kesehatan, pendidikan dan keamanan akan di peroleh secara gratis yang bersumber dari SDA yang dikelola full oleh negara.

Demikianlah jika kesejahteraan telah tercapai. Berikutnya tinggal memperbaiki pola hidup, dan masalah ini juga akan mudah terselesaikan saat kesejahteraan tercapai maka seorang perempuan akan memilih untuk beraktivitas di ranah domestik, yaitu fokus pada pendidikan dan perkembangan generasi. Ibu tidak disibukkan dengan urusan pekerjaan tapi bisa punya waktu longgar mempersiapkan kehamilan dengan memenuhi kebutuhan gizi, pasca melahirkan. Pendampingan pada tumbuh kembang anakpun bisa dipantau secara maksimal.

Pola hidup juga akan terbentuk oleh peradaban Islam yang ada di masyarakat, perempuan akan memahami tugas dan kewajiban utamanya menjadi pengurus rumah tangga dan pencetak generasi berkualitas. Sementara kaum laki-laki akan memahami tugas utamanya mendidik dan memberikan nafkah, fasilitas yang mendukung kemudahan bagi kaum perempuan menjalankan fungsinya.

Sementara negara bertanggung jawab mengontrol dan memenuhi kebutuhan rakyatnya individu per individu. Demikianlah jika semua fungsi dapat berjalan sebagaimana tupoksinya, menurunkan stunting hingga zero, sangat mudah terselesaikan.

Wallahu’alam bish-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *