Ibuku Pelindungku

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Dewi Istiharoh

 

Ibu adalah sosok yang sangat istimewa dan tiada duanya bagi setiap anak. Ibu juga merupakan seseorang yang tak akan pernah bisa digantikan oleh siapapun, bahkan oleh ayah sekalipun. Kasih sayangnya yang tulus dan tanpa syarat selalu membuat anaknya merasa terlindungi dan dapat menyembuhkan hatinya yang luka. Dia selalu berada di garda terdepan jika terjadi sesuatu pada anaknya. Bahkan ada yang menyebutnya sebagai malaikat yang selalu melindungi anaknya dari setiap hal yang akan membahayakan dan melukainya.

Namun berbeda dengan yang dirasakan oleh 3 orang anak di Brebes, Jawa Tengah. Mereka dianiaya oleh ibu kandungnya sendiri. Satu meninggal dan dua lainnya dilarikan ke rumah sakit karena terluka akibat gorokan yang dilakukan ibunya.

Ibu muda berinisial KU (35 tahun) yang dikenal pendiam di antara para tetangganya ini menggegerkan masyarakat karena telah menganiaya dan membunuh darah dagingnya sendiri dengan sadis. Meski demikian dia mengaku tidak gila, hanya ingin menyelamatkan anak-anaknya agar tidak hidup susah.

Seperti dilansir dari laman Republika.co.id, Ahad (20/03/2022).
Pelaku KU dalam sebuah pengakuannya di kantor polisi, dalam sel penjara, ia hanya ingin menyelamatkan anak-anaknya. Meski dengan cara yang salah, dia meyakini kematian anak-anaknya adalah jalan terbaik.

“Saya ingin menyelamatkan anak-anak saya biar enggak hidup susah. Enggak perlu ngerasain sedih. Harus mati biar enggak sedih kayak saya,” ujar pelaku.
Dia mengaku selama ini kurang kasih sayang. Dia mengaku sudah tidak sanggup lagi hidup dengan ekonomi yang pas-pasan. Apalagi, dia mengaku suaminya sering menganggur. “Saya ini enggak gila. Pengin disayang sama suami, suami saya sering nganggur,” katanya.

Kasus pembunuhan terhadap anak seperti yang dilakukan KU ini bukanlah kasus kali pertama terjadi di Indonesia. Himpitan ekonomi disinyalir selalu menjadi soal utama menjadi penyebab tindakan tersebut dilakukan. Sedangkan KU sendiri melakukan tindakan di luar batas normal diduga kuat akibat mengalami depresi dan tekanan hidup yang luar biasa. Sebabnya adalah karena persoalan ekonomi dan terpisah jauh dari suami sehingga kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari suaminya.

Hampir seluruh kasus pembunuhan anak oleh ibunya diakibatkan karena si ibu mengalami stres tingkat akut/depresi. Depresi adalah reaksi tubuh yang muncul saat seseorang menghadapi ancaman, tekanan, atau suatu perubahan.

Depresi juga dapat terjadi karena situasi atau pikiran yang membuat seseorang merasa putus asa, gugup, marah, atau bersemangat. Situasi tersebut akan memicu respons tubuh, baik secara fisik ataupun mental.

Kasus berulang ini tak cukup hanya dengan solusi perbaikan kejiwaan individu pelakunya. Karena kerusakan pada jiwa seorang ibu tidak hanya disebabkan faktor individu semata melainkan ada faktor lain yang juga turut andil.

Setidaknya ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terganggunya kejiwaan pada seorang ibu. Pertama, faktor pribadi, terjadi karena pandangan hidup seseorang. Bagaimana dia memahami tujuan hidupnya yang berpengaruh pada aktivitas kesehariannya. Kehidupan yang materialistis yang membius mengakibatkan seseorang melambungkan keinginannya untuk hidup serba berkelimpahan dan menjadi tujuan utama hidupnya.

Kedua, keluarga yang tidak harmonis. Ibu memiliki tugas yang cukup strategis di dalam rumah tangga yaitu sebagai ummu wa robbatul bait (ibu dan pengurus rumah tangga). Bisa kita bayangkan bagaimana pada masa pandemi seperti saat ini tentu menjadi ibu bukanlah sesuatu yang mudah. Disamping dia harus mengajari anak-anaknya dalam mengikuti sekolah online, dia juga berhadapan dengan masalah buruknya ekonomi dalam rumah tangga akibat pandemi. Dari mulai kenaikan harga kebutuhan pokok, mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan. Bisa kita bayangkan bagaimana seorang ibu harus menghadapi persoalan ini jika ditambah dengan komunikasi yang buruk dengan suaminya. Ketiadaan kerjasama yang baik antara suami dengan istri inilah yang menyebabkan lelah hati dan fisik yang akhirnya membuat ibu mudah mengalami depresi.

Ketiga, kondisi masyarakat yang materialis, pola hidup kapitalis liberal yang jauh dari nilai-nilai agama menyebabkan adanya persaingan hidup yang tidak sehat, individualis, kemerosotan akhlaq serta tingginya, kriminalitas. Semua ini adalah lingkungan yang sangat buruk dan jauh dari rasa empati dan kenyamanan.

Keempat adalah faktor negara. Saat ini negara seolah berlepas tangan dari tanggungjawab untuk memenuhi hajat hidup rakyat. Negara hanya menjadi regulator, yang melayani kepentingan para pengusaha. Bahkan tanpa ragu negara turut mencari keuntungan dari tugas penjaminan hak dasar rakyat dan hak publik mereka. Kebijakan negara yang pro asing dengan mencabut subsidi, privatisasi BUMN, pajak yang tinggi, menyerahkan pengelolaan SDA kepada swasta dan asing serta membuka lapangan kerja untuk asing, semakin menambah beban hidup masyarakat termasuk di dalamnya berpengaruh pada keluarga.

Demikianlah pusaran kesulitan telah menghimpit keluarga dalam hal ini ibu yang menjadi pelaku utamanya. Jika kehidupan materialistis kapitalis seperti ini masih terus dipertahankan, tentu kesempitan hidup yang akan dialami oleh ibu, sehingga kekerasan kepada anak sering kali menjadi tempat pelampiasan. Sebaliknya, kondisi demikian akan sulit ditemui ketika Islam ada di tengah-tengah kehidupan kita secara kaffah. Islam begitu sempurna dalam memperhatikan kesejahteraan para ibu, karena Islam berpandangan, dari ibulah akan tercipta keharmonisan keluarga, suami dan anak-anak yang saleh.

Pada saat Islam diterapkan secara sempurna dalam bingkai negara, negara akan selalu mengondisikan ketakwaan setiap pribadi rakyat dengan ketakwaan yang sempurna. Kejelasan hakikat hidupnya mengantarkan pada kejelasan langkah dalam menjalani hidupnya dalam keluarga dan masyarakat.

Negara bukan sebagai regulator, melainkan peri’ayah (raa’in) dan penanggung jawab atas urusan rakyatnya. Dalam kehidupan sosial bermasyarakat, negara akan menciptakan suasana yang kondusif, yang menghilangkan kekhawatiran dan ketakutan pada setiap kesempitan hidup. Tersedianya lapangan kerja bagi setiap kepala keluarga, biaya hidup yang murah, pendidikan gratis, kesehatan yang terjamin, membuat hati ibu tenang dan fokus dalam upaya memberi yang terbaik untuk buah hati. Semua itu akan terwujud, manakala kehidupan ini hanya diatur oleh sistem hidup paripurna yang datangnya hanya dari Sang Pencipta hidup, yakni Allah Swt. Wallahu’alam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *