E-Sertifikat Tanah di Tengah Konflik Agraria

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

E-Sertifikat Tanah di Tengah Konflik Agraria

Oleh Asha Tridayana, S.T.

Kontributor Suara Inqilabi 

 

Beberapa hari lalu, tepatnya 4 Desember 2023 telah resmi diluncurkan sertifikat tanah elektronik secara nasional oleh pemerintah pusat. Hal ini dilakukan sebagai upaya menekan konflik lahan, mengingat sering kali terjadi masalah terkait kepemilikan lahan dan lain-lain. Sekretaris Provinsi Lampung, Fahrizal Darminto, mengatakan bahwa digitalisasi ini akan mampu melayani masyarakat dengan lebih cepat, transparan, dan tepat waktu. Dia pun berharap masyarakat dapat memelihara dan menjaga sertifikat tanah tersebut demi kesejahteraan hidupnya. (https://m.lampost.co 04/12/23)

Namun, transformasi pelayanan sertifikat tanah ini juga menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat. Pasalnya muncul anggapan bahwa data sertifikat tanah elektronik mudah diretas. Menanggapi hal tersebut, Menteri ATR/Kepala BPN Hadi Tjahjanto menjelaskan bahwa kemungkinan diretas itu tetap ada tetapi sejauh ini sistem yang digunakan telah dilengkapi dengan pengaman berlapis. Pihaknya juga terus berupaya dalam menjamin keamanan data sertifikat tanah elektronik milik masyarakat. Di samping itu, terdapat kemudahan akses bagi pemilik tanah terkait informasi data secara real time melalui aplikasi Sentuh Tanahku. (https://www.kompas.com 09/12/23)

Maraknya sengketa tanah yang terjadi di negeri ini diharapkan dapat terselesaikan melalui digitalisasi sertifikat tanah karena dianggap lebih aman dan terhindar dari kerusakan ataupun kehilangan. Termasuk menanggulangi kecurangan oleh para mafia tanah. Namun, sejatinya masalah mendasar terkait konflik lahan tersebut tidak lain penerapan sistem saat ini. Akibatnya masyarakat selalu menjadi korban di tengah kesenjangan sosial yang terjadi.

Yakni sistem kapitalisme, sistem yang prioritas tujuannya hanya mencari keuntungan dengan menghalalkan berbagai cara termasuk dalam proses kepemilikan tanah. Terlebih hal tersebut didukung oleh regulasi yang ditetapkan pemerintah sehingga para kapitalis yang memiliki modal besar dapat dengan leluasa menguasai tanah-tanah milik rakyat. Termasuk pengalihfungsian lahan untuk pembangunan proyek swasta yang dipermudah sementara rakyat hanya mendapatkan ganti rugi yang tidak layak. Bahkan mesti menanggung dampak lingkungan yang sering kali ditimbulkan. Hal ini tentu saja semakin menyengsarakan rakyat yang tertipu oleh janji-janji pembangunan daerah.

Ditambah lagi, sudah menjadi rahasia umum jika negeri ini telah lumrah dengan pergantian pemimpin akan berubah pula cara dan aturannya. Sehingga jelas berpotensi kehilangan kepemilikan lahan ketika terjadi perubahan bentuk/model sertifikat. Terlebih kemampuan Indonesia yang masih terbilang lemah dalam perkembangan digitalisasi, tentunya tidak mudah dalam melaksanakan e-sertifikat tanah. Kemungkinan diretas dan kendala lain dapat mempengaruhi kinerjanya.

Lemahnya peran negara dalam kewenangannya untuk mengurusi kepentingan masyarakat menunjukkan kegagalan penerapan sistem kapitalisme. Bahkan sistem tersebut justru melanggengkan aksi mafia tanah dan memudahkan pemilik modal menjerat hak milik rakyat demi kepentingan mereka. Oleh karena itu, sengketa lahan yang terjadi tidak akan mampu teratasi hanya dengan e-sertifikat tanah. Justru dapat memunculkan masalah lain yang semakin merugikan rakyat.

Maka satu-satunya solusi yang dapat menuntaskan masalah secara mendasar, hanya dengan mencampakkan sistem kapitalisme secepat mungkin. Dengan begitu, negara membutuhkan sebuah sistem pengganti yakni sistem Islam karena hukum-hukum Islam jelas mampu mengatasi segala persoalan kehidupan. Sistem Islam berasal dari Sang Khalik yang memahami setiap kebutuhan makhluk-Nya, tidak akan mendzalimi justru menjamin kemaslahatannya.

Negara yang menerapkan sistem Islam akan menjaga kepemilikan individu dan mengakui keberadaannya sesuai dengan hukum syara’. Pengakuan atas hak milik tanah tidak semata-mata adanya sertifikat tanah tetapi juga bentuk pengelolaannya. Sehingga tidak ada kasus tanah dikuasai oleh segelintir orang hanya dengan bukti sertifikat tanah. Karena Islam mewajibkan pengelolaan atas tanah tersebut agar kepemilikan tanah merata dan umat dapat memanfaatkannya untuk keberlangsungan hidup.

Apalagi terjadinya pengalihfungsian lahan untuk kepentingan sekelompok orang yang hanya mengejar keuntungan jelas tidak ada. Karena negara benar-benar melindungi umat dan lingkungan hidupnya sebagai bentuk tanggung jawab yang mesti ditunaikan. Termasuk aparat yang bertugas baik pemimpin negara dan pejabat pemerintahan akan senantiasa melaksanakan amanah kepemimpinannya dengan tidak menyalahgunakan kekuasaan dan kewenangannya. Hal ini sebagai wujud keimanan kepada Allah swt yang kelak dipertanggungjawabkan.

Sebagaimana Rasulullah saw bersabda : “Tidaklah seorang hamba yang diserahi Allah untuk memimpin rakyat, lalu ia meninggal dunia dalam keadaan curang terhadap rakyatnya, kecuali Allah mengharamkannya masuk surga.” (HR. Imam al-Bukhari)

Wallahu’alam bishowab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *