Derita Petani Dalam Sistem Demokrasi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Ratna Sari (Mahasiswi Bengkulu)

 

Indonesia kembali akan melakukan import beras sebanyak 1 juta sampai 1,5 juta ton beras dalam waktu dekat. Meskipun saat ini musim panen raya sedang dilakukan petani, namun hal tersebut rupanya tidak menyurutkan pemerintah untuk melakukan impor beras. Rupanya ektivitas impor sudah mendarah daging di Negeri ini, dari barang yang terkecil hingga yang terbesar.

Dikutip dari CCN Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto mengatakan “Salah satu yang penting adalah penyediaan beras dengan stok 1 juta-1,5 juta ton,” ujarnya dalam Rapat Kerja Kementerian Perdagangan 2021, Kamis (4/3).

Langkah yang diambil pemerintah tentu saja menuai banyak kritik, pasalnya pada tahun 2019 lalu sebanyak 20 ribu ton beras senilai 160 Miliar di buang. Tentu saja dengan pernah terjadinya pembuangan beras tersebut seharusnya membuat pemerintah lebih bijak dan juga tidak gegabah dalam mengambil kebijakan. Karena selain merugikan Negara, tentunya juga merugikan masyarakat.

Dikutip dari CCN Indonesia salah satu Ketua Dewan Pimpinan Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Fadli Zon angkat bicara terkait hal ini. Menurutnya pemerintah harus membatalkan rencana impor beras 1 juta ton tersebut. Masalah tersebut tentunya akan berpotensi menekan harga gabah  dan merugikan petani lokal. Hal ini tentu membuat pegtani lokal semakim rugi. Pasalnya, sebelum adanya rencana impor beras saja, harga gabah di tingkat petani hamper selalu turun di bawah harga pembelian pemerintah (HPP). “Pengumuman rencana impor beras tentu akan memberikan efek semakin menekan harga gabah petani,” ucap Fadli Zon.

Namun sebelum adanya pengumuman akan dilakukannya impor beras, Presiden Joko Widodo sempat mengatakan cintai produk Indonesia, benci produk luar Negeri. Dikutip dari Tempo.co Presiden Joko Widodo mengatakan kementerian Perdagangan mesti memiliki kebijakan dan strategi yang tepat untuk mengembangkan pasar produk nasional. Salah satunya dengan mendukung program Bangga Buatan Indonesia. Sehingga natinya masyarakat lebih mencintai produk Indonesia dibangdingkan produk impor.

“Jumlah 2270 juta adalah pasar yang besar. Ajakan untuk cinta produk Indonesia harus terus digaungkan. Produk dalam negeri gaungkan. Gaungkan juga benci produk dari luar negeri. Bukan hanya cinta, tapi juga benci. Jadi cinta barang kita, tapi benci produk luar negeri,” ujarnya dalam pembukaan Rapat Kerja Kementerian Perdagangan, Kamis (4/3).

Hal ini tentu mengejutkan banyak pihak, pasalnya gaungan cintai produk lokal daqn benci produk luar negeri merupakan arahan dan perintah dari Presiden Republik Indonesia yaitu Joko Widodo sendiri. Meskipun begitu hal ini lumrah terjadi dalam sistem demokrasi-kapitalisme. Dimana kebijakan bukan menyejahterakan namun justru melukai dan meyakiti masyarakatnya sendiri. Ucapan terkadang tidak dapat dipegang dan dipercayai. Maka dari itu jangan pernah berharap lebih, tidak kah belajar dari yang sudah-sudah ?

Sudah saatnya masyarakat sadar bahwa hidup mereka tidak akan pernah sejahtera selama sistem barat masih mengakar di Negeri ini. Problema yang ada di tengah-tengah masyarakat merupakan hasil dari sistem yang di jalankan saat ini. Tidakkah mereka melirik bagaimana Islam memiliki solusi yang tepat dalam menyelesaikan problema yang saat ini melanda negeri tercinta.

Sebagai agama yang komprehensif, Islam tentu saja memiliki aturan yang mengatur bagaimana peran Negara dalam menyejahterakan masyarakatnya, termasuk menyejahterakan para petani. Kegiatan pertanian merupakan salah satu pekerjaan yang begitu mulia. Sebab hasil pertanian turut menyumbang ketahanan pangan Negara. Dalam daulah Islam, Negara seharusnya memberikan subsidi bagi para petani, hal ini tentu saja bertujuan agar para petani dapat memperoduksi pangan dengan biaya yang ringan, sehingga keuntungan yang didapatkan juga besar.

Selain Negara juga tidak akan melakukan impor apa bila produksi pangan masih melimpah ruah. Sehingga pendistribusian tetap dilakukan secara adil tanpa adanya pihak yang merasa terdzalimi. Kegiatan pertanian dan pendistribusian wajib dikelola dengan benar sesuai dengan syariat Islam. Sehingga ketika diatur dengan syariat Islam maka tidak akan ada tindakan yang bisa menimbulkan perpecahan. Pun daulah Islamiyah tidak mungkin akan mendzalimi rakyatnya dengan kebijakan yang justru mencekik masyarakatnya.

Khalifah tentu saja akan mengambil kebijakan yang sesuai dengan Islam, sehingga kaputusan yang diambil tidak akan mengecewakan rakyatnya. Allah SWT  berfirman:

“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? (hukum) siapakah yang lebih baik dari pada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakini?,” (TQS Al-Maidah Ayat 50)

Wallahu’alam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *