Bagaimana Kapitalisme Merusak Alam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Ummu Hanan (Aktivis Muslimah)

 

Bencana banjir kembali terjadi. Kali ini banjir menimpa beberapa wilah di tanah air. Salah satunya banjir yang terjadi di Provinsi Kalimantan Barat. Menurut pengamat dari Ahli Teknik Sumber Daya Air Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Prof. Dr. Henny Herawati penyebab banjir tidak lain adalah terjadinya kerusakan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) yang diikuti oleh masifnya konversi tutupan lahan (merdeka.com, 07/11/2021). Keberadaan hutan yang sebelumnya merupakan lahan tertutup kemudian berubah menjadi lahan terbuka bagi pemukiman penduduk dan aktivitas pengelolaan lahan seperti pertanian atau perkebunan.

Selain di wilayah Kalimantan, banjir juga terjadi di daerah Jawa tepatnya di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Banjir bandang yang melanda wilayah Garut diduga muncul akibat kerusakan kawasan hutan. Kerusakan hutan ditimbulkan oleh adanya aktivitas penggundulan hutan tanpa diikuti oleh upaya menanami kembali atau reboisasi (merdeka.com, 08/11/2021). Alhasil beberapa daerah terdampak banjir serta merendam beberapa desa dengan endapan lumpur. Penggundulan hutan tanpa disertai reboisasi ini disesalkan banyak pihak sebab akhirnya menghilangkan fungsi serapan air. Debit air yang cukup tinggi tidak mampu diserap oleh tanah dan berakibat banjir.

Musibah banjir bukan kali ini saja terjadi. Dapat dikatakan bahwa banjir merupakan bencana tahunan yang mengancam negeri ini setiap kali hujan deras melanda. Tentu tidak etis jika curah hujan dijadikan sebagai faktor utama penyebab banjir. Karena hujan merupakan salah satu bagian pergantian cuaca dan tidak memberi pengaruh signifikan dalam meluapkan air. Adapun kondisi kemampuan tanah dalam melakukan serapan air hujan itu yang seharusnya menjadi perhatian serius. Tanah yang tumbuh diatasnya pepohonan dan berkembang menjadi hutan memiliki fungsi utama dalam menjadi daerah serapan. Ketika keberadaan hutan menjadi langka akibat penggundulan maka otomatis hilang pula daya serapnya.

Konversi tutupan lahan adalah konsekuensi dari makin meningkatnya populasi manusia. Ragam aktivitas seperti pembangungan pemukiman, pembukaan lahan pertanian dan perkebunan menjadi tidak terelakkan. Namun demikian aktivitas pengelolaan lahan tidak serta merta menimbulkan kerusakan kecuali jika dilakukan secara eksploitatif dan serakah. Pengelolaan lahan akan berpijak pada mekanisme tertentu yang dipengaruhi oleh sistem pengaturan masyarakat. Dalam hal ini jika sistem yang dipijak adalah kapitalisme maka sudah pasti kebijakan yang dilahirkan akan selalu bernuansa kapitalistik, mengedepankan kepentingan korporasi.

Sudah jamak diketahui bahwa mayoritas lahan di negeri ini telah dikuasai oleh korporasi. Ya, segelintir korporasi telah mendapat legitimasi untuk melakukan memanfaatkan lahan di Indonesia melalui hak konsesi. Bentuk konsesi berupa pemanfaatan sumber daya alam dan energi seperti aktivitas penambangan, penebangan hutan dan pembukaan kawasan industri lain. Selain konsesi juga terdapat penmanfaatan lahan secara serakah oleh korporasi dalam hal pengadaan pemukiman dan pembangunan infratruktur . Disayangkan jika seluruh aktivitas ekploitasi lahan ini justru dilakukan di kawasan yang seharusnya menjadi kawasan tutupan lahan.

Sistem kapitalisme telah memunculkan aturan yang hanya mengakomodir kepentingan segelintir elit. Seperti dalam konsensi, meski nantinya lahan yang dikelola akan dikebalikan kepada negara namun tentu kondisinya tidak akan sama seperti awal ketika belum terjamah. Kawasan yang selama ini dikenal sebagai tutupan lahan atau resapan air menjadi tandus sebab terimbas oleh penggundulan hutan tanpa disertai reboisasi. Butuh waktu tahunan untuk menumbuhkan kembali pepohonan semisal pinus, damar, mahoni, jati dan semisalnya. Di sisi lain eksploitasi lahan terus berlangsung sehingga makin menghilangkan daerah serapan air.

Berbeda halnya dengan pengelolaan lahan yang bersumber pada aturan Islam. Syariat Islam mengatur keberadaan lahan yang di dalamnya terkandung potensi pemenuhan hidup manusia sebagai bagian kepemilikan umum. Pengelolan atas kepemilikan umum diserahkan kepada negara dan swasta serta korporasi dilarang untuk menguasainya. Rasulullah SAW bersabda dalam salah satu hadits yang artinya, “Kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal; api, air dan padang gembalaan” (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Negara dalam pandangan syariat Islam bertanggungjawab mengawal pengelolaan atas sumber daya alam termasuk soal mejaga kelestarian lingkungan dari kerusakan.

Menjadi jelas bahwa pengaturan kapitalistik yang bersumber dari sistem kapitalisme telah berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan. Penerapan sistem kapitalisme talah melahirkan penguasaan segelintir korporasi atas apa yang menjadi kepemilikan umum umat. Solusi atas persoalan kerusakan alam hanya mungkin terwujud dengan mengembalikan pengaturan hidup masyarakat pada aturan Islam yang bersumber dari Allah SWT. Melalui aturan Islam akan mewujud pemenuhan paripurna atas kebutuhan manusia sekaligus menjaga keseimbangan ekosistem. Saatnya meninggalkan aturan kapitalistik yang jelas merusak dan kembali pada syariat Islam.

Wallahua’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *