Badai Kemiskinan Semakin Akut, Selamtkan dengan Islam Kafah

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Badai Kemiskinan Semakin Akut, Selamatkan dengan Islam Kafah

Oleh Aisyah Abdullah

Kontributor Suara Inqilabi 

Indonesia terkenal dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah ruah, baik dari laut, darat maupun hutan. Namun, kemiskinan selalu melanda dan menjadi problem negara ini. Khususnya wilayah timur Indonesia yakni Papua. Sebagaimana diungkapkan oleh Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Theofransus Litaay menyebut dalam kurun waktu 10 tahun prioritas pembangunan Papua yang dilakukan Presiden Joko Widodo “banyak membawa perubahan dan keberhasilan” di masyarakat paling Timur Indonesia itu.

“Hasil pembangunan secara objektif di Papua banyak peningkatan dari aspek Indeks Pembangunan Manusia (IPM), penurunan angka kemiskinan dan meningkatnya angka harapan hidup,” ujar Tenaga Ahli Utama KSP, Theofransus Litaay, Minggu (11/6), dikutip dari Antara.

Theofransus menuturkan bahwa beberapa Kabupaten/Kota telah melampaui IPM Nasional yang berada pada angka 72,29. Yakni, Kota Jayapura 80,61, Kabupaten Mimika 75,08, Kabupaten Biak Numfor 72,85 dan Kota Sorong 78,98.

Menurutnya, IPM Papua pada 2010 mencapai 54,45 persen. Angka itu meningkat menjadi 61,39 di 2022. Senada, IPM Papua Barat pada 2010 mencapai 59,60, yang kemudian naik menjadi 65,89 pada 2022.

Sementara, tingkat kemiskinan mengalami penurunan signifikan. Yakni dari 28,17 persen di Maret 2010 di Papua menjadi 26,56 persen di 2022. Senada, Papua Barat juga mengalami penurunan dari 25,82 persen pada 2010 menjadi 21,33 persen di 2022.

Memang angka-angka di atas menunjukan adanya perubahan dan patut diapresiasi meskipun terjadi penurunan dengan memakan waktu yang cukup lama yakni 10 tahun. Akan tetapi, hal itu tidak cukup jika hanya berpatokan pada nilai angka semata. Melainkan realitas lapanganlah yang menjadi patokan utama.

Pada faktanya Papua masih hidup dalam keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan, kesenjangan, kesehatan yang buruk, pendidikan yang tidak memadai. Bahkan masih masuk dalam salah satu kategori wilayah termiskin di Indonesia. Semua itu tentu saja menjadi PR besar Indonesia.

Padahal Papua adalah bumi yang kaya akan sumber daya alamnya. Di antaranya: (1) tambang Grasberg Tembagapura, Mimika, Papua yang mampu menghasilkan 1,37 juta pon emas; (2) komoditas hasil tembaga yang diproduksi Papua mencapai 1,34 miliar pon pada tahun 2022; (3) cadangan gas alam mencapai lebih dari 500 miliar; (4) pertambangan minyak yang potensinya sangat besar, bahkank kapasitasnya mencapai ratusan barel per hari; (5) cadangan bijih nikel yang mencapai 0,06 miliar ton (Rumah123, 6-10-2022).

Kekayaan bumi Papua tidak lantas menjadikan penduduknya sejahtera, tetapi justru dinikmati segelintir orang. Sumber daya alam yang dimiliki Papua seperti kutukan bagi penduduknya. Dimana penduduk Papua hidup merana dengan kekayaan yang banyak.

Kondisi ini terjadi karena penerapan sistem kapitalisme yang meniscayakan penguasaan segelintir individu terhadap SDA atas nama liberalisasi. Secara kasat mata, kita bisa melihat ketertinggalan Papua dibandingkan wilayah lainnya di Indonesia. Atas nama kerjasama kapitalisme mengelabui kodisi nyata dengan deretan angka-angka.

Pada dasarnya, kesejahteraan untuk rakyat papua tidak sulit untuk diwujudkan. Asalkan sistem ekonomi dan politik yang sahih mengaturnya. Sistem yang sahih yang ada di dunia ini hanya ada satu yakni sistem Islam (khilafah).

Dimana dalam sistem Islam seluruh aturannya berasal dari Allah Swt. Jika aturan itu berasal dari Allah pencipta seluruh manusia di muka bumi ini, sudah pasti mampu memberikan keadilan dan kesejahteraan.

Salah satu bukti keberhasilan sistem Islam dalam mengentaskan kemiskinan dan menyejahterakan rakyatnya pada masa khalifah (pemimpin) Umar bin Abdul Aziz pempimpin khilafah Abasiyyah beliau hanya membutuhkan waktu 3 tahun untuk menihilkan kemiskinan. Pada masa kepemimpinan beliau tidak ditemukan orang yang berhak menerima zakat dan bantuan dari baitul mal. Bandingkan dengan sistem kapitalisme yang memerlukan waktu 10 tahun. Itupun tidak terselaikan dengan tuntas. Sebab, kepemimpinan Islam itu tegak di atas akidah Islam.

Dengan akidah inilah para pemimpin akan menempatkan diri diposisi dan tempat yang benar, yaitu sebagai pengurus rakyatnya. Dengan kepemimpinan ini pula, pemimpin tidak akan berkompromi dengan kapitalis, menjadi antek asing, dan menggadaikan kekayaan alam demi kepentingan diri dan golongannya.

Dalam dekapan syariat Islam, Papua akan mendapat keadilan, kesejahteraan, dan perlindungan yang tidak hanya untuk kaum muslim, tetapi juga nonmuslim. Dengan sistem dan kepemimpinan Islam, kebutuhan dasar rakyat berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan akan terpenuhi.

Kesejahteraan di Papua akan terwujud jika pengaturan urusan rakyat dikembalikan pada Islam. Dengan kebijakan politik ekonomi Islam, kekayaan alam yang dimiliki Papua diposisikan sebagai harta milik umum. Dalam Islam, pengelolaan harta milik umum dikelola oleh negara dan hasilnya disalurkan untuk kesejahteraan rakyat. Tidak boleh dimiliki swasta dan kapitalisasi dalam harta milik umum.

Dengan semua kekayaan tersebut, bukan hanya Papua yang sejahtera, bahkan mampu mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Ini baru bagian SDA di Papua, belum wilayah lainnya. Papua dan semua penduduk Indonesia bisa sejahtera asalkan pengaturan sistem dan kepemimpinan saat ini berganti menjadi sistem Islam kafah dengan kepemimpinan yang amanah. Sudah saatnya mencampakkan sistem kufur kapitalisme.

 

Wallahu a’lam bishshawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *