Akhiri Derita Ibu Dengan Islam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Hamnah B. Lin

 

Kasus pembunuhan sadis dengan pelaku seorang ibu muda berinisial KU (35 tahun) di Tonjong, Brebes, Jawa Tengah, yang menggorok leher anak kandungnya yang berusia 6 tahun, dan melukai 2 anak kandung lainnya menggegerkan masyarakat. Sebab, ibu muda yang dikenal pendiam di antara para tetangganya ini, tega menghabisi darah dagingnya sendiri dengan sadisnya.

Ahli Psikologi Forensik, Reza Indra Giri Amriel mengimbau, kepada pihak kepolisian untuk memeriksa lebih lanjut kejiwaan pelaku. Walaupun dari berita yang ada, penyebab pelaku melakukan tindakan sadis tersebut kepada anaknya karena alasan ekonomi, kesulitan hidup (Republika.co.id, 20/3/2022).

Sungguh tega, seorang ibu telah membunuh darah dagingnya sendiri. Meski ada dugaan mengalami gangguan jiwa, tapi alasan yang terlontar kenapa tega membunuh anaknya adalah alasan ekomomi, kesulitan hidup dan kurang kasih sayang dari suaminya, nyata telah banyak dialami oleh para ibu diluar sana. Fitrah ibu yang seharusnya menjadi pelindung dan penyayang, justru berbalik menjadi pemangsa dan pembunuh bagi anak-anak dirumahnya sendiri. Sungguh inilah kehidupan di zaman yang semakin edan, karena manusia tidak mau memakai aturan Penciptanya.

Berbicara sejahtera, Indonesia dengan kekayaan alamnya yang melimpah nyatanya tak mampu mensejahterakan rakyatnya, karena pengelolaannya yang salah, dibawah sistem kapitalisme yang tak manusiawi. Sistem yang berasas sekuler yakni memisahkan kehidupan sehari-hari dengan aturan agama (read: Islam). Banyak diantara para penguasa yang akhirnya tidak takut kepada Allah SWT, karena urusan dunia dijauhkan dari Allah SWT. Alhasil, banyak para penguasa mengangkangi kekayaan Indonesia untuk kepentingan mereka sendiri, bukan untuk rakyatnya sebagaimana tuntunan dalam agama Islam.

Makin mahalnya kebutuhan dalam rumah tangga menjadi beban yang berat bagi seorang istri, suami yang tidak membersamai istri dalam kondisi sulit, makin membuat ibu mudah tersulut emosinya, makin labil kejiwaannya, karena seorang istri membutuhkan sosok suami sebagai pelindung dan penjaganya. Suami yang jauh merantau karena mencari pekerjaan, dan ternyata pekerjaan itu tak kunjung ia dapatkan. Sehingga mungkin untuk pulang bersama keluarga tidak mempunyai biaya. Akhirnya suami terkatung tanpa kejelasan di perantauan. Sungguh inilah sebuah kenyataan yang banyak dialami oleh keluarga Indonesia.

Kondisi ini sungguh jauh berbeda, jika pengelolaan kekayayaan alam dan yang utama adalah sistemnya beralih kepada Islam. Meneladani Rasulullah saw., sejak awal hijrah dari Mekah ke Madinah, beliau telah menggunakan Islam sebagai sistem dalam mengatur kehidupan sehari-hari di Madinah. Dilanjutkan oleh para khalifah setelah Rasulullah saw., selama 1400 tahun lamanya. Adalah sistem pemerintahan Islam yang bernama khilafah Islamiyah, sistem yang Allah SWT wajibkan atas seluruh manusia.

Membahas kesejahteraan dalam pandangan Islam sendiri, adalah jika terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat baik pangan, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan. Serta perlindungan terhadap agama, harta, jiwa dan akal menjadi fokus dalam sistem ekonomi Islam. Dan sistem ekonomi dalam Islam tidak berdiri sendiri, namun ditopang dengan sistem-sistem yang lainnya, yaitu hukum, politik, sosial dan budaya. Dan menjadikan negara yang berperan penuh dalam memberikan jaminan dan terpenuhinya semua kebutuhan rakyatnya tanpa terkecuali.

Hal ini dilakukan agar kesejahteraan dan kemakmuran hidup bukan hanya dirasakan oleh segelintir kalangan tertentu, tetapi bisa dirasakan oleh selurah masyarakat. Khilafah menjamin pemenuhan ini dengan penerapan sistem ekonomi yang mengelola kepemilikan umum dan negara yang hasilnya digunakan unutuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.

Hingga teringat kisah Khalifah Umar Bin Khattab, ketika berjalan melihat dan memastikan apakah ada warganya yang kekurangan, dan ternyata menemukan seorang ibu yang merebus batu demi menenangkan anak-anaknya yang menangis kelaparan. Khalifah Umar segera mengambilkan bahan makanan di baitul maal memanggulnya sendiri menuju rumah itu, bahkan memasak makanan itu hingga matang, begitu takutnya sang Khalifah dengan hisab Allah SWT tentang kepemimpinannya.

Ketika pemimpin digerakkan oleh sistem Islam, maka baginya kursi kekuasaan adalah amanah, jalan baginya untuk menjalankan fungsi kepemimpinan sebagai junnah( perisai) rakyatnya.

Islam pun mengatur posisi pemimpin terhadap kesejahteraan rakyat, sebagaimana hadist: “Ibn umar r.a berkata : saya telah mendengar rasulullah saw bersabda : “Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) darihal hal yang dipimpinny (HR. Al Bukhari Muslim)

Sistem islam menempatkan kedaulatan adalah milik Allah SWT, sebagai pembuat hukum, Al qur’an dan Al hadist adalah sumber hukum tertinggi. Pemimpin adalah eksekutor dari aturan-aturan Islam mengenai kewajiban seorang pemimpin terhadap rakyat yang dipimpinnya.

Maka kesalahan terbesar negeri ini adalah karena salah memilih sistem untuk mengelola negeri tercinta yang kaya raya ini. Mari kembali kepada Islam, akhiri derita ibu dengan terapkan Islam secara menyeluruh dalam tiap sendi kehidupan kita.
Wallahu a’lam bishawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *