Masih Adakah Hak Asasi Manusia di Pulau Rempang?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Masih Adakah Hak Asasi Manusia di Pulau Rempang?

Oleh Nina Iryani S.Pd

Kontributor Suara Inqilabi

 

Indonesia yang memiliki UUD 1945 dan Pancasila, menjunjung tinggi hak asasi manusia, berdaulat, adil dan notabene menyejahterakan rakyat serta janji para pejabat negara mengentaskan kemiskinan di tanah air ini, benarkah terlaksana dengan baik?

Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, bergejolak sejak 7 September 2023 lalu, akibat bentrokan yang terjadi antara warga setempat dengan aparat gabungan dari TNI, Polri, dan Direktorat Pengamanan Aset BP Batam.

Warga menolak lahannya digunakan untuk pembangunan Rempang Eco City, lokasi pabrik produsen kaca China, Xinyi Glass Holding Ltd. Pemerintah mengharuskan mereka pindah atau relokasi dari wilayah yang terdampak pembangunan sambil memberikan lahan baru dan rumah.

Meski begitu pemerintah menunjukkan bukti-bukti khusus terkait kisruh ini. Berikut ini 7 fakta versi pemerintah terkait bentrokan di Pulau Rempang:

1. Lahan milik perusahaan Tomy Winata.
Sejak 2004 PT MEG (Makmur Elok Graha) telah dipilih oleh pemerintah kota (Pemko) Batam dan BP Batam untuk mengelola 17.600 ha lahan di Pulau Rempang hingga hari ini. Termasuk 10.028 ha hutan lindung termasuk di dalamnya. Perusahaan itu mendapat konsesi selama 80 tahun.
2. Tiga kampung (kurang lebih 700 KK) terdampak pembangunan Rempang Eco City.
3. Beberapa warga sepakat relokasi (91 orang).
4. Dapat rumah baru serta lahan 500 m2.
5. Butuh 1,6 triliun relokasi warga.

Kepala BP Batam (Muhammad Rudi) mengaku sudah berkonsultasi dan meminta persetujuan Komisi VI DPR untuk mendapat dukungan dana itu dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pusat melalui APBN. Namun ia menganggap anggaran yang dibutuhkan BP Batam ini belum bisa terpenuhi.

“Sehingga mungkin akan kami gunakan atau talang dana lain dulu,” ujar Rudi.

Karena dukungan dana dari pemerintah pusat belum ada hilalnya, Rudi mengatakan akan memanfaatkan setoran Uang Wajib Tahunan (UWT) dari pengelola 17.600 ha wilayah Rempang, yakni PT MEG sudah menjadi pengelola sejak 2004.

“Kalau lahan ini kita bisa berikan, kan ada kewajiban pengusaha bayar uang wajib tahunan Otorita Batam atau BP Batam. Per meternya sudah ada hitungannya, sehingga kalau kita kali 7000-an kita bisa dapat 1,4 – 1,5 triliun, artinya 1,6 triliun kita tinggal tambah 100 miliar. ” Kata Rudi.

“Tapi lokasi yang kita mau tagih, UWT nya harus clear dan clean, jadi tidak boleh ada penguasaan oleh masyarakat, perusahaan, atau yang lain.” Tegasnya.

6. Jokowi minta proyek terus berjalan.
7. Banyak pihak asing tak senang Batam maju.

Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menilai setidaknya ada tiga point yang menyebabkan masalah Rempang seperti saat ini.

1) Masalah kurangnya sosialisasi yang baik oleh Otoritas Batam. Seperti para pejabat daerahnya hingga BP Batam.
2) Akibat wilayah itu pernah diberi izin terhadap enam perusahaan, namun izin itu telah di usut dan ditemukan ada kekeliruan prosedur, maka selanjutnya dicabut, hingga kini belum ketahuan apa yang terjadi dibaliknya.
3) Harus diakui juga bahwa masalah Rempang, ada keterlibatan pihak asing. Ia menilai ini karena tidak semua negara senang dengan Indonesia jika terus menerus mampu mengelola ekonominya dengan baik hingga cepat jadi negara maju. Salah satunya dengan hilirisasi.

Berdasarkan tujuh point di atas jelas bahwa pemerintah memaksa mempercepat proses Rempang menjadi pabrik kaca China tanpa mendengarkan dan memberi hak bicara pada warga Rempang. Dengan otoritasnya, pemerintah bahkan mendatangkan aparat bersenjata guna menggaungkan kekuasaannya, tanpa memberi nominal hak baik uang maupun rumah tempat mereka tinggal. Mirisnya, ajudan negara pejabat Batam yang mencarikan dana talang, namun dengan jalan tersebut justru menambah masalah baru. Sebab tidak ada makan siang gratis bagi konglomerat pemilik modal yang mau memberikan dana talangnya.

Begitu mudahnya kekuasaan merampas hak asasi manusia di Pulau Rempang, demi membela China. Ternyata Indonesia sudah jauh dari pemimpin amanah.

Rasulullah SAW bersabda :

“Siapa yang merampas tanah orang lain dengan cara zalim, walaupun hanya sejengkal, maka Allah akan mengalunginya kelak dihari kiamat dengan tujuh lapis bumi. ” (H.R Muslim dikutip dari terjemah shahih muslim).

Berdasarkan Q.S Al-Baqorah ayat 188 :

“Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”

Rosulullah SAW pun bersabda:

“Barang siapa yang mengambil sesuatu (sebidang tanah) dari bumi yang bukan hak nya maka pada hari kiamat nanti dia akan dibenamkan sampai tujuh bumi.”
(H.R Bukhori).

Demikian Islam melarang keras tindak kejahatan berupa perampasan paksa suatu daerah sebab dosanya begitu besar ditanggung olehnya.

Islam rahmat bagi semesta alam. Dengan sistem kapitalis hak asasi manusia hanya milik penguasa dan pemilik modal, namun bagi rakyat biasa tidak ada payung hukum sama sekali. Bahkan pemaksaan tersebut melibatkan aparat bersenjata yang bisa merenggut nyawa manusia disana.

Saatnya kembali melanjutkan kehidupan Islam, Indonesia adil dengan Islam. Bahkan dengan Islam pula Indonesia kelak melahirkan para pemimpin yang amanah, yang membela rakyatnya dengan jiwa raganya.

Wallahu’alam bish-shawwab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *