Oleh: Irkham Fahmi al-Anjatani
SuaraInqilabi– Kamis kemarin, 10 Oktober, masyarakat dihebohkan dengan peristiwa penusukan oleh seseorang terhadap Menkopolhukam, Wiranto. Itu terjadi ketika Wiranto sedang melakukan kunjungan di wilayah Pandeglang – Banten. Secara tiba-tiba seorang pria muncul dan langsung menikamkan pisau yang dipegangnya kepada Menkopolhukam itu, sesaat ia keluar dari mobil.
Entah apa motif dari itu semua. Entah hanya sandiwara ataukah benar apa adanya. Yang jelas ada sisi lain yang harus saya sampaikan, saat ini rakyat sudah muak dengan para pejabat negara yang sudah hilang rasa empatinya kepada mereka. Rakyat dibiarkan susah, bahkan ditambah susah, sementara para pejabat sendiri terus mempertontonkan kemewahannya.
Bagaimana rakyat tidak marah, mereka diperintah untuk membangun negara, sementara para pejabat sendiri justru menghancurkan negara dengan berbagai kebijakannya. Rakyat terus ditekan, sementara mereka justru asik bancakan dengan kolega-koleganya di istana.
Terkait Wiranto, ia termasuk di antara pejabat-pejabat itu. Bagaimana rakyat tidak muak kepadanya, ia sendiri kerap bicara seenaknya. Korban gempa di Maluku ia anggap sebagai beban bagi negara. TNI yang terbunuh di Nduga – Papua oleh OPM ia anggap bukan sesuatu yang penting untuk dipermasalahkan, gerakan dakwah yang menyeru kepada Islam ia nyatakan sebagai kelompok terlarang.
Belum lagi ocehannya yang kerapkali menyakiti umat Islam. Ia merendahkan Para habaib yang lantang menyuarakan kebenaran, ia juga mengancam orang-orang yang mengkritik rezim dengan undang-undang terorisme yang begitu kejam.
Gelagat buruk Wiranto ini sebetulnya sudah tercium sejak lama, ketika Gusdur menjadi presidennya. Itu sebabnya mengapa Gusdur langsung memecatnya, karena ia mencium bau anyir darah pelanggaran HAM di balik mejanya.
Anehnya, orang yang sudah dibuang di masa kepemimpinan Gusdur itu justru kini dipungut lagi oleh Jokowi. Apa Jokowi tidak yakin kepada Gusdur, bahwa Wiranto itu pejabat yang bermasalah?
Terbukti, saat ini ia menjadi salah satu pejabat yang banyak dibenci oleh rakyat, karena lisannya yang kotor, kerap menyakiti rakyatnya, merendahkan ulama-ulama yang keras menentang kezaliman, termasuk memfitnah syariat Islam yang dianggapnya mengganggu kebhinekaan.
Walaupun saya tidak setuju dengan tindakan penusukan yang dilakukan kepadanya, tetapi saya memahami perasaan rakyat saat ini. Sesuatu yang sudah dibuang di era Gusdur, tetapi kini justru dipungut kembali. Jelas ini sangat memuakkan. []
Cirebon, 11 Oktober 2019