Pinjol Meningkat, Buah Busuk Sistem Gagal

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Pinjol Meningkat, Buah Busuk Sistem Gagal

Oleh: Lisa Ansari

Kontributor Suara Inqilabi

 

Menjelang Ramadhan pinjaman online mengalami peningkatan. Kenaikan angka pinjol disertai juga dengan meningkatnya jumlah kasus gagal bayar. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) total kredit macet atau tingkat wanprestasi di atas 90 hari (TWP 90) P2P lending mencapai Rp 1,78 triliun. Jumlah ini naik 27% dari tahun lalu sebesar Rp1,40 triliun.(CNBCIndinesia,4/4/24).

Tahun 2024 Industri fintech pinjaman online telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp 60,42 triliun. Namun 2,94% di antaranya masuk dalam kategori kredit macet. Pinjol pada bulan januari sebesar Rp 1,78 triliun kemudian naik dibulan februari menjadi Rp 1,8 triliun. industri fintech lending atau pinjol merugi Rp 135,61 miliar pada Januari 2024. Tahun 2023 bisnis pinjaman online mencatat laba Rp 4,43 triliun. (Katadata.co.id, 2/4/24).

Direktur Ekonomi Digital Canter of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda mengungkapkan akar permasalahan terjadinya gagal bayar pada fintech P2P lending ada pada sistem kredit scoring kreditnya yang dinilai belum mampu mewujudkan skor yang valid menggambarkan kemampuan bayar seseorang. (kontan.co.id, 13/2/24)

Saat ini dengan adanya teknologi semua hal terasa serba mudah termasuk dalam hal permodalan. Sudah ada platform penyedia jasa pinjaman secara digital atau biasa disebut pinjaman online (pinjol). Salah satunya adalah Financial technologi atau biasa disebut fintech, tujuannya jelas untuk memudahkan masyarakat dalam mengakses produk-produk keuangan dan menyederhanakan proses transaksi.

Fenomena pinjol saat ini merupakan hal yang biasa dikalangan masyarakat yang memerlukan dana tidak sedikit dalam mengembangkan usaha atau industrinya ditengah kehidupan sekarang yang mencekik maka solusi nya adalah pinjol yang palih mudah. Namun solusi pinjol yang dipilih bukanlah solusi yang bisa menyelesaikan masalah dengan tuntas karena mengandung konsep riba yang dipastikan akan menjebak kita dalam kesulitan berlipat dengan bunga tinggi.

Disisi lain tidak sedikit nasabah yang terjebak gagal bayar menambah masalah. Nasabah yang tidak mampu membayar pinjamannya akan mengalami kerugian baik secara financial maupun psikologis, mereka akan terlilit utang dan mengalami tekanan mental akibatnya terjadi kredit macet berimbas pada gagal bayar kepada lender.

Pinjol merupakan bentuk kelalaian negara kapitalisme dalam mengurus rakyatnya, tidak ada jaminan kebutuhan masyarakat yang seharusnya dilakukan oleh negara. Negara berlepas tangan dari tanggung jawab pemenuhan kebutuhan pokok dan kebutuhan publik masyarakat, Negara justru memberikan ruang kepada pemilik modal mendirikan perusahaan fintech dengan produk pinjol. Selain itu ada bahaya yang besar dari pinjol yaitu riba.

Dalam islam hubungan pinjam meminjam tidak dilarang bahkan dianjurkan. Akan tetapi hubungan pinjam meminjam dalam islam harus sesuai syariat dan tidak ada unsur riba didalamnya. Sedangkan pinjaman online merupakan pinjaman dengan basis ribawi. Secara syariat Islam, hukum riba adalah jelas keharamannya.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa.” (QS. Al-Baqarah: 276)

Dalam hadist muslim no 1598 Rasulullah saw melaknat pemakan riba, penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris), dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba. Beliau saw berkata, “Semuanya sama dalam dosa”.

Islam menjadikan negara sebagai raa’in, termasuk dalam menyediakan dana pinjaman yang halal. Islam menjamin kemudahan berusaha bagi setiap rakyatnya dengan konsep permodalan tanpa riba karena islam mengharamkan riba. Sistem islam sendiri memiliki sumber-sumber pendapatan yang masuk kas negara (baitul mal) diperoleh dari fai, ghanimah, kharaj, jizyah, ushur dan khumus. Pendapatan inilah yang dikelolah negara untuk kepentingan rakyat termasuk dalam mewujudkan kehidupan masyarakat yang terbebas dari riba dengan cara memanuhi kebutuhan masyarakat, mengedukasi larangan riba dan memperkuat akidah islam agar masyarakat senantiasa menyandarkan aktivitas pada akidah islam.

Wallahu a’lam bishawab.

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *