Kasus Korupsi Makin Menggurita, Sistem Politik Demokrasi Penyebabnya?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Kasus Korupsi Makin Menggurita, Sistem Politik Demokrasi Penyebabnya?

Oleh Siti Juni Mastiah, SE

(Anggota Penulis Muslimah Jambi dan Aktivis Dakwah)

 

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Firli Bahuri menyatakan bahwa lembaga antirasuah itu sudah menangkap sebanyak 1.600 koruptor dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, yakni sejak 2003 – 2023. Pernyataan tersebut disampaikan Firli Bahuri disela-sela pelaksanaan kegiatan roadshow Bus KPK dan road to Hakordia 2023 di Balai Meuseuraya Aceh (BMA) di Banda Aceh. Kemudian kata Firli, khusus 3 tahun terakhir KPK RI sudah menangkap dan menahan tersangka korupsi lebih kurang 513 orang. Semua itu bukti keseriusan KPK memberantas korupsi. (antaranews, 09/11/2023)

Angka 1.600 bukanlah angka yang jumlahnya sedikit untuk orang yang merugikan negara dan rakyat secara nyata. Hal itu menunjukkan betapa bobroknya sistem politik kapitalis demokrasi yang diterapkan di negeri ini. Jelaslah bahwa sistem yang batil dan rusak ini tidak akan mampu menyelesaikannya, yang terjadi justru semakin parah. Ini akan berbeda jika sistem yang diterapkan adalah sistem sahih yang berasal dari Sang Pencipta.

Korupsi merupakan kejahatan kronis yang dilahirkan dari efek penerapan sistem demokrasi kapitalisme. Legalitas kekuasaan dalam sistem ini ditentukan dengan jumlah suara. Inilah pangkal dari bibit-bibit korupsi, karena dalam sistem ini orientasinya adalah pemanfaatan masa jabatan. Sehingga yang terjadi rakyatlah yang mengurusi pejabat, bukan pejabat yang mengurus rakyat.

Para pejabat dalam sistem demokrasi kapitalisme ini juga mendapatkan berbagai fasilitas memperkaya diri dan sebagainya. Akhirnya para calon pejabat akan berlomba-lomba untuk meraup suara dari rakyat. Perlombaan ini membutuhkan modal yang sangat besar untuk kampanye pencalonan, membeli kursi kekuasaan, dan sederet aturan main lainnya. Modal yang dibutuhkan tersebut tidak akan cukup berasal dari kantong pribadi, maka dari sinilah celah para pemilik modal atau para kapital diberi pintu masuk untuk berpartisipasi. Sebagai imbal baliknya jika kekuasaan berhasil diraih, kepentingan para kapital pendukungnya harus dipermudah, meskipun kepentingan tersebut mengorbankan rakyat.

Berbeda dengan Islam, untuk menjadi penguasa atau pejabat negara tidak membutuhkan modal besar, cukup memiliki kriteria yang disyaratkan di dalam Islam dan telah memiliki modal sebagai seseorang yang mampu dipercaya mengurusi urusan umat atau terbukti kapabilitasnya sudah tampak ditengah-tengah umat dalam kesehariannya yang telah berbaur dengan masyarakat.

Wajar jika kasus korupsi terus berlanjut dari generasi ke generasi. Pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK RI dengan mempenjarakan saja, serta memberikan pendidikan dari masyarakat untuk membangun kesadaran, keprihatinan, dan pemahaman terhadap generasi agar tidak melakukan korupsi. Itu merupakan suatu tindakan yang tidak akan mampu menuntaskan masalah korupsi, karena hal tersebut tidak memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan korupsi yang menggurita di negeri ini.

Terlebih fakta menunjukkan dibolehkannya para pejabat yang dipenjara untuk mencalonkan diri menjadi anggota dewan. Hal ini bukan malah memberantas tindak kejahatan korupsi, yang ada justru menormalisasikan kejahatan. Berbeda dengan sistem Islam, yang menghukum para pelaku kejahatan termasuk para koruptor dengan sanksi yang tegas dan memberikan efek jera.

Dalam Islam korupsi merupakan tindakan pengkhianatan. Sebab para pelaku melakukan penggelapan uang yang diamanatkan atau dipercayakan. Sistem Islam yang bernama Khilafah akan mengatasi kasus korupsi dengan memberikan sanksi hukum ta’zir yang kadar ketetapannya digali dan ditentukan oleh Qadli (hakim). Dalam kitab Nizhomul Uqubat karya Syeikh Abdurrahman Al-Maliki menjelaskan bahwa sanksi ta’zir bisa berupa dari hal yang paling ringan berupa teguran atau nasehat, penjara, pengenaan denda, pengumuman pelaku di hadapan publik atau media massa, hukuman cambuk, hingga hukuman yang paling berat berupa hukuman mati yakni digantung atau dipancung.

Berat ringannya hukuman ta’zir tergantung pada berat ringannya kejahatan yang dilakukan. Sanksi tegas dari Islam ini akan memberikan dua efek sekaligus, yakni efek jawazir sebagai pencegah agar masyarakat tidak berani melakukan kejahatan serupa, dan efek jawabir sebagai penebus dosa yang menjadikan pelaku jera untuk tidak mengulangi kejahatan serupa.

Selain itu, Islam juga memiliki mekanisme pengusutan kasus korupsi yang efektif dan efesien, yakni dengan sistem pembuktian terbalik. Mekanismenya dengan menghitung kekayaan pejabat atau penguasa sebelum menjabat dan setelah menjabat. Jika terdapat kelebihan harta secara tidak wajar. Maka pejabat tersebut harus mampu membuktikan dari mana asal harta itu didapat. Jika tidak mampu dibuktikan maka harta itu termasuk harta korupsi. Dalam Islam harta korupsi merupakan harta Ghulul atau harta yang didapat dari kecurangan atau penipuan atau pengkhianatan. Maka harta ini akan diambil oleh negara dan dimasukkan ke dalam Pos Baitul Mal Kepemilikan Negara.

Sebelum melakukan tindakan kuratif ini, negara Islam akan terlebih dahulu melaksanakan tindakan preventif, yakni pertama rekrutmen aparatur negara wajib berasaskan profesionalitas dan integritas, bukan berasaskan koneksitas atau nepotisme. Para SDM tersebut harus memenuhi kriteria kifayah atau kapabilitas dan berkepribadian Islam atau syakhsiyah Islamiyah. Nasehat Rasulullah Saw dalam sabda nya “jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya itu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Kedua, Daulah Islam wajib melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pejabat negaranya. Ketiga, negara wajib memberikan gaji dan fasilitas yang layak kepada aparatur negara, sehingga mereka fokus dan totalitas membantu Khalifah dalam mengurus urusan rakyat. Sebagaimana nasehat Abu Ubaidah kepada Khalifah Umar Alkhatab ra, agar cukupilah pemenuhan para pegawaimu agar mereka tidak berkhianat.

Keempat, para pejabat negara haram menerima suap dan hadiah. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw yang menyatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala akan melaknat orang yang menerima, memberi, dan perantara suap. Dan kelima, negara Islam akan melakukan perhitungan harta kekayaan para pejabat negara secara berkala.

Demikianlah cara tuntas pemberantasan kasus korupsi di dalam Sistem Islam yakni Daulah Khilafah Islamiyah. Jika permasalahan korupsi ingin tuntas di negeri ini, maka ambillah aturan dari Sang Ilahi secara totalitas untuk diterapkan dalam bingkai negara. Sebagaimana telah diterapkan Islam selama 14 abad dari masa Rasulullah saw menegakkan Islam pertama di Madinah pada tahun 622 Masehi hingga berakhir pada tahun 1924 Masehi yang diruntuhkan oleh Mustafa Kemal At Tartuk.

Wallahu ‘alam bish-shawwab.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *