Kado Pahit di Hari Kemerdekaan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Kado Pahit di Hari Kemerdekaan

Shabrina Nibrasalhuda

Mahasiswa

 

Berbagai peristiwa yang muncul menjelang kemerdekaan menyoroti beberapa fakta penting. Sebagai contoh, di Bengkulu, seorang guru Pendidikan Jasmani bernama Zaharman (58) mengambil tindakan terhadap salah seorang siswanya yang ditemukan merokok di area kantin sekolah pada tanggal 1 Agustus 2023. Tidak mendapatkan tanggapan yang diharapkan dari siswa tersebut, guru ini akhirnya emosi dan secara impulsif menendangnya. Namun, reaksi keras dari siswa tersebut adalah mengadukan insiden ini kepada orang tua.

Menerima aduan dari anaknya, orang tua siswa tersebut merasa marah dan terbawa emosi. Dengan cepat, ia mendatangi sekolah dan menyerang guru tersebut menggunakan katapel, mengakibatkan cedera parah pada mata sang guru hingga kehilangan penglihatan permanen. Insiden ini memicu proses hukum yang sedang berlangsung. Meskipun dalam kerangka hukum yang ada, tindakan kekerasan terhadap anak (peserta didik) oleh seorang guru dapat dianggap sebagai tindak pidana sesuai dengan UU Perlindungan Anak, tapi Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) juga mengutuk tindakan dari orang tua siswa dan mendorong Dinas Pendidikan Provinsi Bengkulu untuk mengevaluasi hak dan perlindungan guru yang diatur dalam UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen.

Kemudian, ada kasus seorang mahasiswa dari Universitas Indonesia (UI) yang ditemukan meninggal di kamar kosnya di Kawasan Kukusan, Beji, Depok, pada hari Jumat tanggal 4 Agustus 2023. Polisi menyelidiki dan menemukan bahwa mahasiswa ini dibunuh oleh seorang senior kampusnya. Motif di balik pembunuhan ini adalah karena pelaku terjebak dalam utang sewa kos dan pinjaman online (pinjol), yang mendorongnya untuk merampas barang milik korban seperti laptop, HP, dan dompet. Pelaku juga mengakui bahwa ia iri terhadap kesuksesan korban.

Terbaru, ada kasus penikaman yang dilakukan seorang siswa terhadap teman sekolahnya. Pelaku mengaku sakit hati lantaran kerap dirundung korban.

Peristiwa seperti ini mencerminkan buramnya sistem pendidikan sekuler. Baik dari lembaga pendidikan dasar hingga perguruan tinggi, masalah seperti perundungan, kekerasan, dan bahkan pembunuhan sering kali menghiasi jalur pendidikan sekuler. Ini memicu diskusi yang tak pernah berakhir mengenai masalah pendidikan dalam kerangka sistem sekuler. Keadaan ini serasa seperti sebuah lingkaran yang terus berputar dan mengulang. Setiap tahunnya, catatan negatif mengenai pendidikan selalu muncul.

Inilah petaka sistem pendidikan sekuler. Salah satu faktor penyebabnya adalah penerapan sekularisme yang mengabaikan peran Islam sebagai pedoman hidup. Agama sering kali hanya diajarkan sebagai pelajaran formal dengan waktu yang minim. Agama hanya diakui pada acara-acara besar dan tidak menjadi dasar atau pedoman dalam pendidikan.

Perubahan kurikulum pendidikan mungkin tampak sebagai solusi, tetapi hasilnya belum memuaskan. Krisis dalam hal etika dan moral tampaknya semakin meluas, dan generasi muda semakin terperosok ke dalam kesenjangan perilaku yang merugikan. Upaya untuk merevolusi pola pikir dan program nawacita yang menitikberatkan pada pembentukan karakter juga terbukti kurang mampu mengatasi kesulitan dalam pendidikan yang semakin rumit. Tidak peduli sebaik apa pun program pendidikan yang dijalankan, jika landasan pendidikan masih tetap bersifat sekuler, maka generasi berkualitas tetap akan sulit tercipta.

Dalam UU Sisdiknas 20/2013, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan karakter bangsa yang bermartabat serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, tujuan ini sulit dicapai jika sistem pendidikan masih tetap bersifat sekuler. Dalam konteks ini, penting untuk mencari solusi dengan mengadopsi pendekatan pendidikan Islam yang holistik. Dengan pendekatan ini, karakter siswa akan dibentuk sesuai dengan prinsip-prinsip Islam seiring dengan pengembangan ilmu pengetahuan.

Fakta-fakta yang ada menggambarkan bahwa sistem pendidikan sekuler tidak mampu menciptakan generasi yang diharapkan. Kontribusi positif dari pendidikan sekuler bagi generasi saat ini seakan minim. Malah, sistem ini tampaknya menjadi sumber masalah bagi orang tua, pendidik, peserta didik, dan bahkan negara itu sendiri. Generasi yang muncul dari sistem ini cenderung memiliki kekurangan dalam akhlak, karakter yang tidak stabil, dan mengalami krisis identitas.

Pendekatan pendidikan sekuler mungkin mampu menghasilkan generasi yang unggul dalam prestasi akademik, tapi sebaliknya mereka cenderung individualis, materialistik, dan mengedepankan materi sebagai tujuan utama dalam hidup. Tidak mengherankan jika perilaku yang mencerminkan keimanan dan ketakwaan tidak tampak jelas pada generasi saat ini.

Harus diakui bahwa pendidikan memiliki peran besar dalam membentuk karakter siswa. Masalah berulang antara guru dan murid menunjukkan perlunya melakukan perbandingan sistem pendidikan secara menyeluruh. Alternatif yang mungkin adalah pendidikan Islam. Terutama karena semakin banyak masyarakat yang antusias untuk menyelami nilai-nilai Islam pada anak-anak mereka. Peningkatan sekolah Islam dengan pendekatan pendidikan Islam seharusnya memicu pembahasan mengenai sistem pendidikan Islam.

Sejarah menunjukkan bahwa peradaban Islam telah melahirkan banyak cendekiawan dan ilmuwan hebat dalam berbagai bidang. Contohnya, tokoh-tokoh seperti Al-Khawarizmi dalam matematika, Jabir Ibnu Hayyan dalam kimia, Al-Idrisi dalam geografi, dan Ibnu Batutah dalam penjelajahan hingga menemukan 300 jalur laut, semuanya telah memberikan kontribusi besar pada peradaban manusia.

Pada masa tersebut, Islam bukan hanya mengutamakan ilmu agama, tetapi juga ilmu umum, sains, dan teknologi. Keberhasilan peradaban Islam terletak pada keimanan dan keilmuannya. Sistem pendidikan berbasis Islam yang ada pada saat itu, didukung oleh ekonomi yang mengutamakan kesejahteraan dan kebijakan yang sesuai dengan syariat, membuka akses pendidikan untuk seluruh lapisan masyarakat tanpa biaya.

Selama lebih dari satu milenium, sistem pendidikan Islam berhasil membentuk generasi yang beriman dan berilmu. Dalam kurun waktu tersebut, muncul ulama, cendekiawan, dan ilmuwan yang telah memberikan kontribusi besar pada kemaslahatan umat dan negara. Keilmuan mereka diarahkan untuk tujuan yang bermanfaat bagi masyarakat.

Tentu, ada rasa rindu untuk menciptakan generasi terbaik seperti generasi pendahulu. Teladan dan contohnya sudah ada dalam sejarah. Kunci sukses peradaban tersebut adalah penggunaan Islam sebagai pedoman dalam kehidupan sosial dan politik. Dalam Islam, pendidikan tidak hanya bertujuan untuk transfer pengetahuan, tetapi juga membentuk kepribadian Islam pada anak didik.

Pendidikan Islam memiliki kurikulum yang berorientasi pada pembentukan karakter islami. Ini dimulai dari pendidikan awal yang diberikan oleh keluarga, dan setelah memasuki fase pendidikan formal, kurikulum tersebut terus menerus membentuk karakter dan akidah yang kuat. Kombinasi antara akidah yang kokoh dan ilmu pengetahuan menghasilkan generasi yang memiliki landasan yang kuat untuk mengejar ilmu dan berkontribusi pada masyarakat.

Dalam pendidikan Islam, adab dan akhlak juga mendapat perhatian yang besar. Adab merupakan dasar sebelum mempelajari ilmu. Kombinasi antara ilmu dan adab menjadikan individu memiliki karakter yang khas, menghormati ilmu, dan memiliki rasa takut kepada Allah. Hal ini menjadi kunci keberhasilan peradaban Islam pada masa lalu.

Mengingat krisis adab dan karakter yang terjadi saat ini, penting bagi kita untuk mempertimbangkan kembali pendekatan pendidikan Islam. Pendekatan ini bukan hanya mengenai mempelajari ilmu agama, tetapi juga membentuk karakter yang kuat, bermoral, dan memiliki integritas. Dalam konteks ini, sistem pendidikan Islam memiliki potensi untuk menjadi alternatif yang lebih holistik dan berkelanjutan dalam membentuk generasi yang berakhlak mulia dan berilmu.

Wallahu’alam bishshawaab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *