Viral Ustadz Penceramah Radikal

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Agung Andayani

 

Bulan Ramadan sebentar lagi tiba. Suasa akan berubah menjadi penuh dengan ketakwaan. Mulai dari acara-acara di televisi, perkantoran begitu pula masjid-masjid penuh jamaah dengan berbagai kegiatan keagamaan. Namun Ramadan kali ini ada yang beda. Publik dibuat geger dengan pernyataan Presiden.

Disampaikan di Plaza Mabes TNI, Cilangkap, Selasa (1/3/2022), Jokowi kepada semua jajaran TNI dan Polri. Menurut Jokowi jangan sampai dengan mengatasnamakan demokrasi lantas mengundang penceramah radikal. Jokowi juga mengingatkan TNI dan Polri agar jangan sampai disusupi penceramah radikal dalam kegiatan beragama.(Suara.com, 06/03/2022).

Ibarat gayung bersambut. Kemudian Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengeluarkan sejumlah ciri penceramah radikal. Direktur Pencegahan BNPT Ahmad Nurwakhid kepada wartawan, Sabtu (5/3). Menyebutkan bahwa radikalisme merupakan sebuah proses tahapan menuju terorisme. Penceramah radikal dapat terdeteksi melalui beberapa indikator yang tergambar dari isi materi yang disampaikan. Pertama, kata dia, penceramah itu mengajarkan anti-Pancasila dan pro terhadap ideologi khilafah atau yang ingin mendirikan negara Islam. Kemudian, penceramah itu biasanya mengajarkan paham takfiri atau mengafirkan pihak lain yang berbeda paham ataupun agama. Lalu, mereka menanamkan sikap antipemimpin atau pemerintahan yang sah. Keempat, para penceramah itu memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungannya. Mereka dinilai bersikap intoleransi terhadap perbedaan. Lalu terakhir, kata Nurwakhid, mereka biasanya berpandangan anti budaya atau kearifan lokal keagamaan. (CNN Indonesia, 05/03/2022).

Terkait hal itu, tanggapan pun bermunculan dari berbagai pihak salah satunya datang dari MUI. Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan mengkritik dalam keterangan tertulis berjudul ‘Blunder Kriteria Radikal Ala BNPT’. Amirsyah mengkritik satu per satu dari kriteria yang disampaikan BNPT.(detikNews, 08/03/2022 ).

Pertama, BNPT menyebut penceramah radikal adalah yang mengajarkan ajaran yang anti-Pancasila dan pro-ideologi khilafah transnasional. Kriteria pertama ini blunder karena tidak paham pada ajaran Islam seperti khilafah. Adapun ajaran yang bertentangan dengan Pancasila seperti komunisme yang tidak pernah dijelaskan secara jujur. Selain itu, paham-paham lain yang menyebabkan ekonomi rakyat terpuruk tidak pernah disebut bertentangan dengan Pancasila. Terkait khilafiah dan jihad Ijtima’ (2021) MUI memberikan rekomendasi kepada masyarakat dan pemerintah agar memahami Jihad dan khilafah tidak dipandang negatif, karena Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI ke-VII, MUI menegaskan nilai-nilai kesungguhan (jihad) dan kepemimpinan (khilafah) adalah ajaran Islam untuk mengatasi problem umat dan bangsa.

Kedua yang disampaikan BNPT tentang penceramah radikal adalah yang mengajarkan paham takfiri atau mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham ataupun berbeda agama. Soal takfiri jangan disalahpahami karena dalam Islam, semua yang beragama lain (non-Islam), itu memang disebut kafir. Jika memerangi umat Islam disebut kafir Harbi, sementara jika berdampingan hidup damai dengan umat Islam disebut kafir Dzimmi. Selama ini tidak ada masalah karena secara internum bagi umat Islam.

Ketiga yang disampaikan BNPT adalah mereka yang menanamkan sikap anti-pemimpin atau pemerintahan yang sah dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan (distrust) masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, ujaran kebencian (hate speech), dan menyebarkan berita bohong (hoax). Perihal poin ini, Amirsyah meminta buzzer yang menyebarluaskan fitnah dan adu domba harus dikenai sanksi tegas oleh pemerintah. MUI selama ini bermitra dengan pemerintah (shodiqul hukumah) karena itu kebijakan pemerintah yang benar didukung. Sebaliknya, jika ada kebijakan yang menyimpang berdasarkan konstitusi, agar berbangsa dan bernegara kembali ke jalan yang benar melalui dakwah sebagai bukti cintanya rakyat kepada penguasa. Pada dasarnya dakwah itu mengajak, bukan mengejek, mendidik bukan membidik, dan lain-lain.

Keempat menurut BNPT adalah mereka yang memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan ataupun perubahan serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman. Terkait kriteria ini, secara proporsional sikap ini tidak ada masalah terkait ibadah, umat Islam memang eksklusif, karena Islam tidak mau mencampuri ibadah agama lain (lakum dinukum wa liyadin). Dan poin terakhir yang disampaikan BNPT yaitu penceramah radikal biasanya memiliki pandangan anti-budaya atau anti-kearifan lokal keagamaan. Amirsyah menjelaskan Islam menghargai budaya lokal, tapi budaya itu berimplikasi pada kekufuran, seperti mengorbankan hewan untuk sesembahan, itu diharamkan. Kalau budaya itu sejalan dengan Islam, seperti dakwah yang di kembangkan para Wali Songo terbukti penyebaran Islam dengan menggunakan kearifan lokal.

Sampai disini publik bisa menilai bahwa pemerintah sengaja melakukan provokasi agar waspada terhadap kelompok dan tokoh radikal. Padahal yang mereka tunjuk adalah kelompok dan tokoh yang kritis terhadap kezaliman dan mengajukan solusi bagi perbaikan kondisi negeri. Apakah jangan-jangan tudingan pemerintah kepada pihak yang dicap radikal ini karena dianggap mengganggu stabilitas kekuasaannya?

Wallahua’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *