UU Ciptaker Kena Revisi, Kebijakan Semakin Ambigu

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Yauma Bunga Yusyananda (Anggota Ksatria Aksara Kota Bandung)

 

Pada Oktober tahun lalu saat disahkannya UU Ciptaker, sebetulnya UU ini sudah menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Dan tahun ini, memasuki babak baru antara MK dan DPR, MK menahan UU Ciptaker untuk diperbaiki dan diberi waktu hingga 2 tahun. Pertama kali dalam sejarah MK mengabulkan uji formil, sebelumnya KPK ditolak, lalu kemudian (UU) Minerba ditolak. Pengujian formil adalah pengujian UU yang berkenaan dengan proses pembentukan UU dan hal-hal lain yang tidak termasuk pengujian materiil ( materi muatan UU ).

Guru Besar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana yang beliau juga merupakan Mantan Wamenkumham mengatakan uji formil UU Ciptaker dilakukan MK untuk menilai keabsahan prosedur pembuatan UU, bukan terkait isinya. Beliau juga menilai, bahwa MK mencoba mengakomodasi berbagai kepentingan dan mengambil jalan tengah yang membuat putusan menjadi ambigu.

“Seharusnya, agar tidak ambigu, MK tegas saja membatalkan UU Ciptaker dan kalaupun ingin memberi ruang perbaikan, itu tidak dapat dijadikan alasan untuk suatu UU yang dinyatakan melanggar konstitusi untuk tetap berlaku,” ucapnya. (cnnindonesia.com 27/11/2021)

Dan jelas bahwa Mahkamah Konstitusi seolah meredam dengan merespon tuntutat penolakan rakyat dengan menuntut pemerintah untuk merevisi, bukan untuk mencabut UU yang cacat ini. Dari anggota DPR sendiri sudah menilai bahwa UU ini cacat dari disahkannya, sebut saja Fadli Zon Anggota Komisi I DPR RI, menanggapi keputusan MK tersebut lewat cuitan twitternya. (27/11/2021)

“UU ini harusnya batal karena bertentangan dengan konstitusi dan banyak masalah sejak awal proses.” (news.detik.com 27/11/2021)

Dalam hal ini, rakyat juga tidak seharusnya berharap pada Mahkamah Konstitusi yang seolah mendengar penolakan rakyat. Dari pembuatannya saja sudah ada kecacatan apalagi nanti diperbaiki dan diterapkan pada rakyat. Seolah rakyat adalah kelinci percobaan yang menuruti apa yang menjadi kesepakatan-kesepatan yang mengatasnamakan rakyat. Padahal keadilan yang mampu memanusiakan manusia sesungguhnya bukan dari hasil kesepakatan-kesepakatan yang tidak sesuai dengan fitrah mereka. Manusia harus kembali dengan aturan yang berasal dari Allah subhanahu wa ta’alaa. Aturan yang berasal dari Allah Subhanahu wa ta’alaa adalah Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Islam senantiasa tegas dan tidak mencampuradukkan haq ( kebenaran ) dan bathil ( kesalahan ). Di dalam Islam tidak ada yang abu-abu, atau aturan yang diperbaiki dari inti aturannya. Islam memberikan pengaturan yang jelas dan komprehensif bagi seluruh manusia termasuk dalam masalah lingkup para pekerja dan lapangan pekerjaan serta balasan dari pekerjaan mereka. Islam melarang untuk antar sesame berbuat dzalim.

“Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah, shahih).

Allah Ta’ala berfirman: “Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang dzalim” (QS. Hud: 18).

Zalim adalah meletakkan sesuatu bukan pada posisinya yang tepat baginya, baik karena kurang maupun karena adanya tambahan, baik karena tidak sesuai dari segi waktunya ataupun dari segi tempatnya. (Mufradat Allafzhil Qur’an Al Asfahani 537, dinukil dari Mausu’ah Akhlaq Durarus Saniyyah).

Didalam Islam kita dilarang berbuat dzalim, dan jika rakyat memiliki permasalahan dengan pemerintah, rakyat bisa mengadukan hal tersebut secara terbuka dengan Makamah Mazalim. Mahkamah Mazalim yang membela dan memenangkan kemaslahatan publik serta bersikap tegas dengan hukum yang mendzalimi rakyat. Mahkamah Mazhalim mengidentifikasi tindak pemerintah yang melanggar syariat seperti korupsi dan penyimpangan lainnya yang tidak sesuai dengan aturan Allah. Dengan transparannya pemerintahan dalam Islam maka seharusnya kita sadar kita membutuhkannya dan menginginkannya untuk mengatur kehidupan kita agar sesuai dan tidak terlalu banyak terjadinya problematika hidup, karena saking jauhnya kita saat ini dengan Islam.

Padahal, kita muslim yang seharusnya Islam menjadi landasan beragama, landasan kiat bersikap dan berpikir hingga bernegara. Tetapi, saat ini ummat masih ada yang mengabaikannya. Maka mari sama-sama agar ummat memahami bahwa kita membutuhkan Islam agar Undang-undang yang ambigu ataupun sistem yang diberlakukan saat ini, tidak menjerat kita. Kita kembali kepada fitrah kita sebagai manusia yang menjalankan perintah Allah Subhanahu wa ta’alaa, mulai penasaran dan mempelajari Islam yang aturan Nya mampu mengatur seluruh asperk kehidupan, agar tergambar apa yang harus diperbuat dan kita  tidak menolak jika Islam diterapkan karena Islam sudah terbukti mampu mensejahterakan dan memberkahkan, kurang lebih dalam 13 abad, Islam saat itu memberkahi ummat serta menjadi pedoman hidup dalam naungan Khilafah Islam. Karena Khilafah adalah ajaran Islam, warisan Rasulullah sholallah ‘alaihi wa salam yang seharusnya kita perjuangkan. Allohu akbar!

Wallahua’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *