Nakes Tersayang, Pejuang yang Terbuang

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Nakes Tersayang, Pejuang yang Terbuang

Irma Faryanti
Pegiat Literasi

Miris, belum lama berselang dari peringatan hari kesehatan sedunia 7 April lalu, Ratusan Nakes Manggarai justru mengalami pemecatan. Peristiwa ini terjadi di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Kejadian ini pun membuat Kemenkes melakukan penyelidikan untuk mengetahui penyebabnya.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi menyatakan bahwa pihaknya menyelidiki penyebab permasalahan, apakah dikarenakan jumlah nakes yang ada melebihi aturan atau karena alasan lainnya. Sebab setiap daerah memiliki kemampuan fiskal yang berbeda jadi disesuaikan dengan kondisi keuangannya. Dan pengangkatan mereka sepenuhnya adalah wewenang Pemda yang disesuaikan dengan anggaran yang ada. (www.cnnindonesia.com, Jumat 12 April 2024)

Peristiwa bermula ketika Bupati Manggarai, Herybertus G.L Nabit memecat 249 nakes non ASN dan tidak memperpanjang Surat Perintah Kerja (SPK) mereka di tahun 2024. Bartolomeus Hermopan mengungkap bahwa hal ini dipicu dari demo yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tersebut pada 12 Februari di kantor Bupati dan pada 6 Maret 2024 di gedung DPRD setempat.

Mereka menuntut perpanjangan SPK, kenaikan upah dan tambahan penghasilan. Selain itu mereka juga meminta penambahan kuota seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) 2024. Pemecatan ratusan nakes membuat Matias Masir sebagai Ketua DPRD Manggarai itu merasa prihatin. Saat melakukan aksi, salah seorang perwakilan menyatakan bahwa mereka berharap ada kenaikan gaji, semata-mata demi menghidupi keluarga. Dengan gaji sebesar Rp600 ribu per bulan dirasa sangat lah kurang, bahkan ada yang belum menerima gaji sejak Januari.

Sepri Latifan sebagai Ketua Nasional Forum Komunikasi Nakes sangat menyayangkan sikap Bupati Manggarai yang melakukan pemecatan tanpa melakukan pendekatan secara persuasif. Karena sejatinya mereka adalah orang-orang yang berjasa dan memiliki andil besar saat terjadi pandemi. Namun pada akhirnya, para tenaga kesehatan ini berbesar hati untuk meminta maaf. Koordinator Forum Nakes non ASN, Elias Ndala berharap mereka bisa berjumpa langsung dengan Bupati menyampaikan permohonan maaf tersebut.

Demikianlah fakta rapuhnya sistem kesehatan dalam naungan kapitalisme. Tidak lebih dipandang sebagai permasalahan ekonomi dan objek industrialisasi. Dokter, bidan dan perawat dianggap sebagai buruh atau pekerja pada umumnya. Hal ini didasarkan pada konsep Building Blicks of Health system yang dirumuskan oleh WHO khususnya bagi penggunaan terminologi Health Workforce yang secara operasional dimaknai sebagai pekerja kesehatan.

Dalam kapitalisme, hubungan yang terjalin antara penguasa dan rakyat tak ubahnya seperti jalinan bisnis. Termasuk dalam bidang kesehatan, berbagai fasilitas seperti rumah sakit dan puskesmas dikelola atas prinsip bisnis semata. Kinerja nakes hanya diukur dari keuntungan yang dihasilkan bukan dari kinerja dan terpenuhinya hak kesehatan publik.

Adapun terkait desentralisasi kekuasaan dengan memberikan kewenangan pada Pemda setempat untuk menggaji sesuai keuangan daerah justru membuat kondisi para tenaga kesehatan itu semakin terpuruk. Mirisnya, industrialisasi kesehatan telah menjadi prioritas pemerintah dan tengah diupayakan pemenuhan target-targetnya. Negara merasa bangga dengan pencapaiannya, padahal jelas hal ini sangatlah berbahaya.

Berbeda dengan kapitalis yang merusak, Islam memandang kesehatan sebagai kebutuhan pokok publik. Keberadaan negara sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (pelindung) wajib memberi jaminan secara langsung kepada masyarakat. Rasulullah saw. bersabda dalam HR. Muslim:
“Sesungguhnya imam adalah perisai, orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung….”

Kesehatan merupakan salah satu bagian integral kehidupan islam yang bebas dari aspek bisnis dan industrialisasi. Tenaga medis menjadi ujung tombak fungsi negara dalam melaksanakan kewajibannya memenuhi pelayanan kesehatan terhadap rakyatnya. Oleh karenanya, berbagai fasilitas penunjang akan disediakan secara optimal, dengan anggaran yang dijamin penuh oleh baitulmal. Termasuk pembiayaan bagi penyelenggara pendidikan bagi para calon nakes.

Melalui desentralisasi administrasi, kecepatan pelaksanaan dan personal yang kapabel dan berkualitas akan mampu menyelesaikan berbagai permasalahan teknis yang dihadapi. Termasuk terkait jumlah dan kualitas tenaga medis serta jaminan kesejahteraan mereka. Agar para nakes menemukan kembali jati diri dan kemuliaannya. Untuk itu diperlukan adanya naungan sebuah kepemimpinan Islam yang akan melaksanakan seluruh aturan Allah secara menyeluruh di setiap aspek kehidupan, dan meniscayakan terwujudnya kesejahteraan bagi para tenaga kesehatan.

Wallahu alam Bissawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *