Umat Muslim di Antara Ada dan Tiadanya Sang Junnah

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Khaulah (Aktivis BMI Kota Kupang)

Dor. Dor. Tubuh-tubuh tak bersalah itu ambruk bersamaan dengan bunyi senapan. Demikian juga jiwa-jiwa mereka. ‘Mengangkasa’ menghadap Rabb. Buldoser turut ‘membantu’ mendorong ribuan tubuh yang dieksekusi ke kuburan massal. Kisah pilu mereka terekam jelas dalam labirin-labirin sejarah. Juga pada memori kelam orang-orang yang melintasi peristiwa itu.

Berdasarkan yang dilansir dalam laman _cnnindonesia.com_, Minggu 12 Juli 2020 bahwa tepat 11 Juli 2020, Muslim Bosnia memperingati 25 tahun pembantaian Srebrenica. Srebrenica pada saat itu (April 1993) sudah dinyatakan sebagai ‘kawasan aman’ oleh Dewan Keamanan PBB. Nyatanya, pasukan Serbia nekat menyerbu hingga akhirnya pada Juni 1995 mereka berhasil menguasai Srebrenica lantas menewaskan hingga 2.000 pria dan anak laki-laki. Anehnya banyak pihak yang menegasikan peristiwa berdarah ini. Presiden Serbia, Aleksander Vucic sampai saat ini belum mengungkap secara gamblang bahwa peristiwa 11 Juli 25 tahun silam merupakan upaya genosida umat Muslim. Pula Wali kota Serbia, Mladen Grujicic mengungkap bahwa _ada bukti baru yang menyangkal kejadian tersebut_.

Teramat menyesakkan dada ialah seperti yang tersaji dalam laman _detik.com_, Jumat 10 Juli 2020 bahwa tentara Belanda yang dibentuk PBB justru menukar 5.000 pengungsi Muslim dengan 14 tentaranya yang ditahan oleh pasukan Serbia. Kaum perempuan pun tak luput dari kisah memilukan ini. Kesucian mereka direnggut paksa.

Begitu murahnya nyawa manusia, khususnya kaum Muslim dalam pandangan mereka. Berstandar pada hawa nafsu, mereka dengan kejam hendak membersihkan kaum Muslim dari bumi-Nya. Lupa bahwa orang-orang yang hendak dimarginalkan adalah jiwa yang bersih, tak bersalah sedikit pun. Juga pada hakikatnya, kematian mereka bukan mati dalam pandangan para penjahat itu melainkan mereka mati sebagai syahid.

Perihal PBB yang notabenenya sebagai organisasi internasional dengan ‘persatuan’ melekat erat padanya justru bungkam menyaksikan genosida atas kaum Muslim ini. Seharusnya sebagai polisi dunia, akan lebih memudahkan untuk mengerahkan militer untuk mencegah terjadinya genosida. Pada realitanya, tidak ditemukan sama sekali diksi sekaligus penerapan keadilan bagi kaum Muslim. Justru sebaliknya nyawa kaum Muslim yang berharga yang bahkan berkisar angka ribuan ditukar dengan belasan militer mereka. _“Dan barang siapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja maka balasannya ialah Neraka Jahanam. Dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya” (TQS An-Nisa ayat 93)._

Bahkan orang-orang sekelas Presiden Serbia juga Wali Kota Serbia justru ‘mengatup mulut’ perihal diksi genosida. Sudah barang tentu demi menjaga kelanggengan tipu daya mereka. Mereka justru lupa bahwa saksi kelam sejarah masih bisa dikorek informasi. Juga seolah tak lagi percaya pada peribahasa ‘sepandai-pandai menyimpan bangkai, pasti akan tercium juga’. Lebih penting lagi bahwa ada Zat Yang Maha Mengetahui.

Ketidak-adilan terhadap kaum Muslim akan senantiasa marak dijumpai. Begitu pula penderitaan lainnya. Yaitu tatkala sistem kehidupan Kapitalisme masih menaungi, menjadikan negara tempat lahirnya sebagai superior, menindas kaum Muslim penuh kedengkian. Karena jelas tujuan mereka, yaitu hendak memadamkan cahaya Islam agar mereka-lah satu-satunya yang tersisa untuk memimpin dunia. Mereka lupa bahwa Allah sudah berjanji dalam kalam-Nya, _“Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah justru menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya” (TQS As-Saff ayat 8)._

Begitulah. Allah pasti akan menepati janji-Nya kepada orang-orang mukmin dengan menyegerakan hadirnya junnah umat, yaitu Khilafah Islamiyyah. Karena hanya dengan Khilafah-lah negeri-negeri kaum Muslim yang sampai hari ini masih dalam belenggu penjajahan, penderitaan, serta kehinaan dapat terbebas. Hal ini sudah terekam jelas dalam tinta emas sejarah tatkala Khilafah memimpin wilayah dua per tiga dunia. Yang paling fenomenal adalah tatkala Khalifah al-Mu’tasim Billah yang mengirim pasukan untuk menyelamatkan seorang Muslimah dari pelecahan kaum Romawi di kota Amuriah. Begitu pula sebaliknya, ketiadaan Khilafah justru membuat umat akan senantiasa bersimbah darah dan diinjak harga dirinya oleh para penjajah.

Maka dari itu, kehidupan tanpa Khilafah hari ini seharusnya menjadi pelecut untuk semakin gesit mengayunkan langkah, lihai bermain peran untuk melebarkan sayap-sayap dakwah. Juga semakin gencar membumikan ide-ide Islam sembari melafalkan kalam Allah berikut : _“Sesungguhnya Allah tidak aan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri” (TQS Ar-Ra’d ayat 11)._

_Wallahu a’lamu bi ash-shawab._

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *