Ulama Dipersekusi Mafia Korupsi Dilindungi, Double Standar Negara Kapitalis?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Nahdoh Fikriyyah Islam/ Dosen dan Pengamat Politik

 

 

Mengejutkan! Kasus persekusi dari seorang ulama tersohor Indonesia, Ustaz Abdul Somad Batubara dari negara Singa alias Sinapura. Padahal, menurut UAS sendiri, kedatangannya dan rombongan hanyalah untuk berlibur bukan untuk memenuhi undangan ceramah. Sangat bertolak belakang dari penjelasan pihak pemerintah Singapura yang mengatakan bahwa masyarakat singapura yang multi – ras tidak bisa menerima model dakwah UAS.

 

 

Pasca kasus penolakan UAS, kemudian bermunculan narasi-narasi yang kelihatannya menohok UAS. Ada yang mengatakan agar kasus tersebut jadi pelajaran bagi penceramah lain sehingga tidak melulu membahas agama namun mengkombinasi dengan materi-materi kebangsaan. Pemerintah Singapura juga`mengatakan pelarangan atau pencekalan masuknya UAS karena konten-konten dakwah yang ekstremis.

 

 

Faktanya, bagaimanapun model atau konten ceramah UAS di Indonesia bahkan di negeri jiran Malaysia, jamaahnya tetap memadati lokasi yang disediakan. Kehadiran UAS di setiap tempat untuk berbagi ilmunya, lautan manusia selalu mebanjiri. Jika tuduhan konten dakwah ekstremisme

benar, tentu saja masyarakat tidak seantusias itu mendengar ceramah UAS.

 

Permainan Double Standar Dalam Narasi Ekstremisme

 

Ekstremisme. Istilah yang tidak asing lagi didengar oleh masyarakat dunia. Kata ekstremisme mengandung konotasi negatif yang dipropagandakan untuk ucapan maupun perbuatan yang dianggap ekstrem (baca: kasar dan tidak sesuai dengan sekelompok tertentu). Sehingga, jika ada seseorang yang menyampaikan perkataan menyinggung kelompok tertentu dengan sebutan yang tidak disukai, akan mudah menyebutnya dengan istilah ektrem.

 

Ekstremisme dijadikan sebagai ancaman, bahaya, dan harus diwaspadai. Oleh karena itu, dunia tidak terkecuali Indonesia merasa sangat penting untuk melahirkan UU terkait ekstremisme baik hanya dalam perkataan maupun perbuatan.

 

Jadi, tidak aneh sebenarnya jika negara seperti Singapura melakukan pencekalan terhadap UAS. Sebab UAS sendiri telah dilist sebagai salah satu penceramah yang dianggap ekstrem. Dan keterkaitan informasi antar negara untuk opini ekstermisme saling tolong-menolong.

 

Namun dengan demikian, kejadian ini semakin membuka tabir negara kapitalis yang memakai double standar. Jika ekstremis diartikan sebagai sesuatu yang berbahaya, harusnya bukan ditujukan kepada penceramah yang notabene seorang Muslim. Apalagi Singapura sendiri adalah negara Melayu yang akar sejarahnya sangat dekat dengan peradaban Islam. Penduduk asli Singapura bangsa Melayu juga merupakan pemeluk Islam.

 

Sayangnya, agenda global pencegahan ekstremisme harus diikuti oleh hampir seluruh negara di dunia. Phobia terhadap paham-paham yang dianggap mengancama eksistensi kapitalisme global dicap radikal dan esktrem sehingga harus diperangi dan dilawan. Tidak harus negara yang mayoritas non Muslim, negeri-negeri Muslim yang mayoritas Islam juga latah dan membebek sahaja.

 

Seharusnya, kejahatan yang terbukti merugikan banyak orang atau merusak keamanan masyarakat itulah yang dikatakan esktrem. Karena mengundang bahaya dan ancaman. Seperti perampok, bandar judi atau narkoba, penjualan manusia (human trafficking), atau koruptor kelas kakap. Itulah sederet kejahatan yang sangat membahayakan suatu negara dan kultur sosialnya.

 

Ironis, kejahatan-kejahatan tersebut justru mendapatkan perlindungan dari negara yang mengidap phobia akut terhadap dakwah Islam seperti Singapura. Hanya karena alasan tidak adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia-Singapura. Sehingga, para buron kejahatan yang berasal dari negara-negara tanpa perjanjian ekstradisi seperti Indonesia bebas melenggang di Singapura.

 

Lalu pertanyaan muncul, apakah antara Indonesia-Singapura ada perjanjian kerjasama untuk menangkal ekstremisme? Atau karena itu sudah agenda global yang sudah dicanangkan dalam program WOT oleh negara Amerika?

 

Apapun jawabannya, yang pasti inilah wajah kaum Muslim sekarang. Tanpa adanya seoarang pelindung umat, ulama dengan begitu mudahnya dihinakan dan dipersekusi. Padahal, ulama adalah pewaris nabi yang menyampaikan ilmu dan menunjukkan cahaya bagi kehidupan manusia.

 

Hakikatnya, negara-negara kapitalis tidak hanya menolak UAS sebagai sosok pribadinya semata. Namun mereka tidak suka dengan aktivitas dakwah Islam yang disampaikan kepada manusia. Dakwah sebagai perintah Allah swt, aktivitas para Nabi dan Rasul untuk menunjuki manusia ke jalan yang lurus.

 

Tetapi, kapitalisme tidak menyukai hal tersebut dan terus berusaha membendung dakwah Islam bahkan terus mencoba untuk membungkamnya dengan berbagai cara termasuk menakut-nakuti ulama.

 

Semoga dengan kejadian UAS, semakin membuka kesadaran kaum Muslim, bahwa kebutuhan akan adanya seorang Imam (Khalifah) ditengah-tengah umat untuk melindungi kemuliaan dan kehormatan ulama sangatlah penting disamping kewajiban dari Allah swt. Allahu a’lam bissawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *