Taubat Harus Diikuti Ketaatan Terhadap Syariat Islam Secara Kaffah

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh Rifdatun Aliyah

 

Presiden Joko Widodo mengajak masyarakat untuk saling membantu antar sesama di tengah pandemi Covid-19 yang turut berdampak pada perekonomian. Jokowi juga mengajak umat Islam beristighfar dan bertaubat. Hal tersebut disampaikan Jokowi saat membuka Muktamar IV Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) secara virtual, Sabtu 26 September 2020 (kompas.com/26/09/2020).

Ajakan taubat untuk mengatasi pandemi memang dibutuhkan. Namun, taubat seperti apa yang harus dilakukan? Taubat secara bahasa artinya kembali. Secara istilah artinya kembali kepada Allah yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Menyerah diri pada-Nya dengan hati penuh penyesalan yang sungguh-sungguh.

Taubat tidak hanya menyesali perbuatan maksiat yang sudah dilakukan. Tapi taubat adalah tidak mengulangi segala perbuatan maksiat yang telah dilakukan dan tidak melakukan kemaksiatan apapun setelahnya serta melaksanakan syariat secara keseluruhan.

Allah swt berfirman dalam al Quran surat al Baqarah ayat 208 yang artinya, “wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian kedalam Islam secara Kaffah (keseluruhan)”. Taubat merupakan hal yang Allah swt sukai. Allah azza wa jalla berfirman, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri” (Al-Baqarah [2] : 222).

Taubat juga merupakan perintah Allah swt. Dalam al Quran surat Tahrim ayat 8 yang artinya,
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya. Mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukanmu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia, sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan : “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Rasulullah saw merupakan suri tauladan terbaik bagi umat Islam dalam menerapkan syariat Islam secara kaffah. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas beliau saw saat menjadi pemimpin Daulah Islam di Madinah. Penerapan syariat secara kaffah juga dilakukan oleh para Khalifah sejak Khulafaur Rasyidin hingga kekhilafahan Utsmani yang berakhir tahun 1924. Adanya Khilafah merupakan suatu kewajiban (fardu kifayah) bagi umat Islam. Sebab, tidaklah syariat Islam mampu diterapkan secara kaffah tanpa adanya sebuah negara Islam yakni Khilafah.

Wallahu a’lam bisshowab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *