Oleh: Ummu Rufaida (Aktivis Dakwah Ideologis)
Juni ini rakyat mendapat banyak kejutan dari pemerintah, mulai dari melonjaknya tagihan listri, naiknya iuaran BPJS, batalnya calon jama’ah haji ke tanah suci. Kali ini, tabungan perumahan rakyat (tapera) pun jadi surprise bagi para pekerja.
Seperti dilansir oleh laman Serambinews.com (10/06/2020), Peraturan Pemerintah tentang Pelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat telah diteken tanggal 20 Mei 2020 oleh Presiden Joko Widodo. Selanjutnya akan ada pemotongan gaji para pegawai sebesar 2.5%, mulai dari ASN, TNI, Polisi, pegawai swasta hingga buruh.
Khusus ASN, akan berlaku Januari 2021. Tahap kedua adalah pekerja di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan daerah serta TNI-Polri. Tahap ketiga berlaku untuk pekerja swasta, pekerja mandiri, dan pekerja sektor informal.
Meski kebijakan ini berlaku tahun depan namun terkesan sangat terburu-buru. Bukannya berempati terhadap kondisi ekonomi rakyat yang kian tak menentu. Pemerintah malah mengeluarkan kebijakan yang membebani. Inilah yang membuat para pengamat mengelus dada.
Selain itu, kebijakan ini ternyata tidak menguntungkan bagi sebagian pegawai. Apalagi mereka yang pendapatannya hanya mengandalkan gaji bulanan. Jangankan untuk membayar iuran, memenuhi kebutuhan harian saja cukup menguras dompet.
Yang lebih memprihatinkan, rakyat yang mayoritasnya muslim ini, dipaksa untuk bergelimang dosa. Mengingat pengambilan dana hanya bisa dilakukan setelah pensiun maka tentu akan “berbunga-bunga”. Lantas, siapa yang akan “memetik” dosa mengerikan ini?
Padahal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
دِرْهَمُ رِبًا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتَّةِ وَثَلاَثِيْنَ زَنْيَةً
“Satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari transaksi riba sedangkan dia mengetahui, lebih besar dosanya daripada melakukan perbuatan zina sebanyak 36 kali.” (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al-Albani dalam Misykatul Mashabih mengatakan bahwa hadits ini sahih).
Mengerikan! Sistem kapitalis bukan hanya membuat rakyat sengsara tetapi juga berdosa. Maksiat berjamaah yang difasilitasi penguasa ini sangat berbahaya, bahkan akan mengundang murka Sang Penguasa Jagat Raya.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا ظَهَرَ الزِّناَ وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ
“Apabila telah marak perzinaan dan praktek ribawi di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri tersebut telah menghalalkan diri mereka untuk diadzab oleh Allah.” (HR. Al-Hakim. Beliau mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Imam Adz-Dzahabi mengatakan, hadits ini shahih. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan lighoirihi sebagaimana disebut dalam Shahih At-Targhib wa Tarhib, no. 1859)
Sudah saatnya kita kembali ke sistem yang memaksa rakyat dan penguasanya beramal sholih, meninggalkan praktek ribawi. Hingga tercipta baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur. Hal ini hanya akan mampu ditopang oleh sistem ekonomi islam dalam sistem khilafah.[]
Wallahu A’lam bisshawab