STUNTING MAKIN GENTING

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

STUNTING MAKIN GENTING

 

Nining Ummu Hanif

Kontributor Suara Inqilabi

 

Stunting atau keterlambatan pertumbuhan merupakan masalah gizi kronis yang sering terjadi pada anak-anak di dunia, termasuk Indonesia. Stunting sendiri, dapat terlihat ketika anak memiliki tinggi badan lebih pendek dari tinggi badan normal yang seharusnya dimiliki oleh anak pada usia yang sama. Pada kasus anak yang mengalami stunting, tidak hanya pertumbuhan fisik yang berbeda dari anak seusianya, tetapi juga dapat mempengaruhi perkembangan kognitif dan kemampuan belajar anak.

Berangkat dari kondisi dan urgensi tersebut, penting bagi kita semua untuk saling bekerjasama dalam melindungi generasi penerus bangsa dari stunting. Karena 1 dari 4 anak Indonesia mengalami stunting dan kurang lebih ada 5 juta anak Indonesia telah mengalami stunting (Studi Status Gizi Indonesia, 2021).
Bila generasi penerus kerap mengalami stunting, akankah Indonesia melihat generasi emas-nya di 2045?

Di Indonesia, angka stunting memang masih tinggi yakni berada di 21,6 persen. Pemerintah mentargetkan bisa menekan ke level 3,8 persen. Hal ini berarti perlu upaya tambahan yang keras dan alokasi anggaran yang disediakan. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa pemerintah akan fokus pada penurunan angka kemiskinan dan stunting. Karena stunting dan kemiskinan ekstrim ini saling berkesinambungan. Biasanya keluarga yang miskin ekstrim, anak-anaknya juga terkena stunting.

Dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) tahun 2024, anggaran penanganan stunting senilai Rp77 triliun. Tetapi ternyata hanya Rp34 triliun yang langsung masuk ke mulut bayi. Sementara yang lainnya, hanya habis untuk kegiatan-kegiatan rapat koordinasi dan pembangunan yang tidak ada relevansinya dengan penanganan stunting alias tidak tepat sasaran. (Bisnis.com, 6/4/23)

Mirisnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa mengendus adanya kebohongan data terkait stunting yang dilaporkan pemerintah daerah atau pemda. Menurutnya, dalam mengurai kasus stunting tidak bisa dilakukan hanya dengan mengurangi angka kasus. Dia berharap penanganan stunting bisa dilakukan secara komprehensif.

“Stunting bukan berarti anak sudah lewat 5 tahun itu stuntingnya hilang, kemudian hilang saja di numeriknya, itu kan aneh. Terus masuk populasi bayi baru, terus dihitung lagi. Jadi ada beberapa hal yang perlu diluruskan,” kata Suharso dalam dalam Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat (Rakorbangpus) 2023 (cnnindonesia,6/4/23)

Selain itu nilai stunting di satu kawasan 3T (Tertinggal, Terdalam, Terluar) yang meliputi 62 kabupaten naik jadi 28,5 persen. Target nasional 14 persen. Sekretaris Perwakilan BKKBN Provinsi Maluku Utara Ansar Djainahu mengatakan, agar penurunan stunting berjalan cepat maka penanganan di kawasan 3T harus tepat sasaran, dimulai dari calon pengantin, ibu hamil, ibu pasca persalinan dan baduta serta balita.

Stunting memang masih menjadi PR besar (Pekerjaan Rumah) bagi negeri ini, terlebih masih ada kemiskinan ektrim di beberapa daerah. Stunting adalah salah satu konsekuensi dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme di negeri ini, karena negara hanya sebagai regulator bukan penanggung jawab kesejahteraan rakyat. Negara tidak memastikan perlindungan kesehatan publik dengan membenahi standar keamanan pangan nasional.
Selain itu, lemahnya pengawasan terhadap birokrasi terkait, sehingga memungkinkan terjadi manipulasi data, anggaran yang tidak tepat sasaran, dan masalah lainnya.

Berbeda apabila sistem yang diterapkan, diganti dengan sistem Islam yang menjadikan negara sebagai pengurus rakyat dan hanya berpedoman pada syariat Allah. Di dalam Islam, ada beberapa mekanisme untuk menjamin kesejahteraan rakyat. Terlebih anak-anak yang merupakan calon penerus peradaban mulia. Adanya sistem ekonomi Islam juga akan menjamin setiap anak bahkan sejak dalam kandungan agar terhindar dari stunting.

Disamping itu, aspek pertanian juga menjadi perhatian negara. Sistem Islam mengupayakan agar pertanian dapat ditingkatkan untuk memproduksi kebutuhan pangan. Tidak ada impor pangan yang akan mematikan harga jual masyarakat. Kebijakan pemimpin Islam dalam ketahanan pangan negara dipastikan untuk memenuhi gizi dan nutrisi masyarakat. Kebijakan Islam adalah politik untuk melayani rakyat, bukan kapitalisasi kepentingan atau keberpihakan pada korporasi. Pemimpin Islam adalah pengurus yang bertanggung jawab atas rakyatnya.

Semua ini hanya bisa diwujudkan dan diatasi secara tuntas ketika Islam diterapkan secara kaffah (menyeluruh) oleh negara sekaligus dijadikan aturan bagi seluruh bidang kehidupan.

Wallahu’alam bishowab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *