Salam Pancasila: Rezim Ini Tim Sukses Proyek Global Moderasi Islam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Dian ‘Aisyah (Pendidik generasi dan pemerhati sosial)

Setelah ide Khilafah, jihad, cadar, jenggot, baju cingkrang, istilah hijrah, bahkan bendera tauhid distigma sebagai sesuatu yang harus diwaspadai. Aktivitas-aktivitas keagamaan, seperti rohis, pengajian dengan metode halqah dan usrah terus diwanti-wanti dan diawasi. Bahkan beberapa ustadz dan organisasi dakwah seperti HTI dan FPI kena persekusi dan kriminalisasi.
Beredar kabar yang menyebut bahwa Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi yang mengusulkan mengganti Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh diganti dengan Salam Pancasila.

Terkait hal itu, Direktur Sosialisasi, Komunikasi dan Jaringan BPIP, Aries Heru Utomo menjelaskan pemberitaan berasal dari wawancara ‘Blak-blakan Kepala BPIP: Jihad Pertahankan NKRI’ di salah satu media nasional pada 12 Februari 2020.(Weonline, com. 23/02/20)
Untuk itu, perlu disimak juga petikan pernyataan Kepala BPIP di video detik.com tanggal 12 Februari 2020, mulai menit 29.08 hingga 32.56. Berikut wawancaranya seperti siaran tertulis yang diterima VIVA pada Minggu, 22 Februari 2020.

“Dulu kita sudah mulai nyaman dengan Selamat Pagi (sebagai salam nasional). Tapi, sejak reformasi diganti dengan Assalamualaikum. Maksudnya di mana-mana tidak peduli ada orang Kristen, Hindu, pokoknya hajar saja. Tapi karena mencapai titik ekstremnya, maka sekarang muncul kembali. Kita kalau salam sekarang ini harus 5 atau 6 (sesuai dengan agama-agama). Nah ini jadi masalah baru lagi. Sekarang sudah ditemukan oleh siapa gak tau Yudi latief atau siapa yang lain (yang namanya) Salam Pancasila,” ujar Yudian.
Selanjutnya, Yudian kembali mendapat pertanyaan terkait dengan Salam Pancasila. Apakah beliau sependapat dengan Salam Pancasila tersebut. Kemudian, ia menjelaskan salam Assalamua’alaikum maksudnya mohon izin permohonan kepada seseorang dan kalimat agar semangat.

“Iya, Salam Pancasila. Salam itu kan maksudnya mohon izin atau permohonan kepada seseorang sekaligus mendoakan agar kita selamat. Itulah makna salam. Nah Bahasa Arab, Assalamualaikum Wr Wb,” ujarnya.(vivanews.co.id)

Salam Pancasila sebagai salam kebangsaan diperkenalkan untuk menumbuhkan kembali semangat kebangsaan serta menguatkan persatuan dan kesatuan yang terganggu karena menguatnya sikap intoleran.
Salam Pancasila dilakukan dengan mengangkat lima jari di atas pundak dengan lengan tegak lurus. Makna mengangkat kelima jari di atas pundak adalah sebagai simbol penghormatan seluruh elemen masyarakat terhadap lima sila Pancasila. Penghormatan dan pelaksanaan sila-sila mesti dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat, mulai dari pejabat negara hingga seluruh anggota masyarakat.

Kepala BPIP Kembali Jelaskan soal Hubungan Agama dan Pancasila di Komisi II bahwaSalam Pancasila sangat sejalan dengan makna dari kata ‘salam’ itu sendiri. Kata ‘salam’ memiliki arti sangat luas dan dalam, tidak hanya berarti keselamatan tetapi juga ‘perdamaian’. Salam berarti kedamaian yang dalam arti luas, berarti ‘kita bersaudara’, ‘kita dalam kedamaian’ yang sama sekali membuang jauh unsur-unsur kebencian atau penolakan atas segala apapun yang telah kita sepakati.

Dahulu, Sukarno sekalu Presiden Pertama RI juga menyampaikan perihal salam merdeka untuk semua golongan dan agama. Salam Pancasila terilhami dari salam merdeka tersebut. Dianggap salam itu tetap rwlevan untuk jaman sekarang.

Meski negeri ini mayoritas penduduknya Muslim, namun nampaknya gejala ketakutan akan bangkitnya kekuatan Islam, terutama Islam politik pun sudah menjalar di tengah masyarakat terutama di level rezim sekuler yang sedang berkuasa. Terbukti, pelecehan bahkan tekanan terhadap Islam pun kerap terjadi. Baik atas simbol-simbol, ajaran-ajaran islam maupun para ulama dan kelompok dakwah yang konsisten menyuarakan Islam kaffah.

Saat ini, tekanan kian kuat dan massif dan terorganisir dengan baik. Banyak pernyataan beberapa pejabat penting di semua lini dan institusi yang terlihat sengaja diarahkan. Seolah rezim penguasa sedang mengumumkan perang terhadap apa yang mereka sebut sebagai ancaman radikalisme Islam. Fakta ini nyaris sejalan dengan proyek perang global melawan radikalisme yang sedang dijalankan oleh AS dan sekutunya, melanjutkan apa yang disebut perang global melawan terorisme (WOT) yang pada hakikatnya perang melawan kebangkitan islam politik atau khilafah pada skala global.
Umat seharusnya menyadari adanya ini adalah bagian dari upaya sistematis menjauhkan muslim dari keterikatan terhadap agama dan mengganti identitas islam dengan identitas liberal.

Tudingan anti pancasila atau anti NKRI cukup menjadi jurus ampuh untuk melegitimasi setiap upaya membungkam pergerakan politik yang mengarah pada kebangkitan Islam, sekaligus mengalienasi dakwah dari umat. Di saat yang sama narasi moderasi Islam, proyek-proyek deradikalisasi terus diaruskan dalam berbagai program yang melibatkan thinktank dari kalangan liberal, yang tentu membutuhkan biaya yang sangat besar.

Betapa tidak? Proyek ini harus menyasar semua lini, karena Islam politik diibaratkan sebagai bahaya laten yang dianggap akan mengancam keutuhan NKRI, mengancam pancasila dan bhineka tunggal ika. Paham dan gerakan ini bahkan diopinikan lebih berbahaya dari ideologi PKI dan paham sipilis yang jelas-jelas telah menumbuhkembangkan budaya-budaya perusak generasi.

Jika rezim menganggap umat Islam menjadi sumber masalah keberagaman, maka cara yg ditempuh rezim untuk mengatasi akan selalu memojokkan umat agar meninggalkan ajaran agamanya. Justru cara ini menyulut sikap penolakan publik karena makin menguatkan dugaan umat bahwa rezim ini mengidap islamofobia. Namun yg perlu kita yakini adalah bahwa kemenangan Islam adalah keniscayaan sejarah dan janji Allah. Dan setiap makar yang dibuat untuk melawannya akan kembali pada pembuatnya. Allah berfirman;

يُرِيدُونَ أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللهُ إِلا أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, sementara Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukainya. Dialah Yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (al-Quran) dan agama yang benar untuk Dia menangkan atas segala agama walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.” (QS at-Taubah: 32-33)[]

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *