Rumah, Kebutuhan Semua Rakyat Bukan hanya Millenial

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Rumah, Kebutuhan Semua Rakyat Bukan hanya Millenial

Nurussilmi AF

Kontributor Suara Inqilabi 

 

Pemerintah terus menggenjot pembangunan hunian vertikal bersubsidi agar bisa terjangkau oleh kaum milenial.

Itulah beberapa program Presiden Joko Widodo yang menginstruksikan kepada seluruh jajarannya untuk terus membangun hunian vertikal dengan konsep transit oriented development (TOD). Pembangunannya pun tak hanya di Jabodetabek saja, tapi juga di kota-kota besar lainnya di seluruh Indonesia. Hal tersebut disampaikannya, ketika meresmikan hunian milenial untuk Indonesia di Samesta Mahata Margonda, Depok, Jawa Barat, Kamis, (13/4). (Voaindonesia.com)

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyampaikan sebanyak 81 juta penduduk Indonesia kelompok milenial belum memiliki rumah. (liputan6.com)

Hingga saat ini, Erick katakan, BUMN telah merampungkan tujuh lokasi hunian terintegrasi senilai Rp 5 triliun dengan 8.348 unit. Erick menyampaikan 65 persen dari total unit telah ludes terjual, yang mana 41 persen pembeli merupakan generasi milenial.(cnbcindonesian.com)

 

Harga Properti Semakin Tinggi 

Jutaan generasi milenial yang belum memiliki rumah, bukanlah tanpa alasan. Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah menyampaikan bahwa alasan mayoritasnya adalah karena pendapatan mereka yang tidak sebanding dengan harga perumahan. DP dan cicilan yang tinggi, sementara gaji hanya UMR, membuat mereka tak mampu membeli rumah.

Harga properti semakin tinggi ini wajar, karena bea pembangunan juga terus naik sebagai dampak inflasi. Ditambah kenaikan nilai lahan dan banyaknya permintaan akan mendorong harga semakin meningkat. Hal ini berbanding terbalik dengan pendapatan. Meskipun secara nominal terlihat pertambahan, tetapi secara riil nilainya menurun akibat inflasi.

Memang pemerintah telah menggulirkan kebijakan yang seakan mendorong masyarakat agar mampu memiliki hunian pribadi. Ada lima skema KPR (Kredit Kepemilikan Rumah) yang disiapkan yaitu Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Program Satu Juta Rumah, Program Kredit Kepemilikan Rumah Subsidi Selisih Bunga (KPR SSB), Program Subsidi Uang Muka, dan Program Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan.

Bahkan dengan program terbaru untuk milenial, pemerintah telah menyediakan program Rent to Own (RtO). Mereka bisa sewa tiga tahun, jika cocok bisa langsung mengajukan KPR di akhir sewa. Jika tidak cocok bisa lanjut sewa atau pindah ke tempat yang baru. Bahkan, jika mereka “mager” sekalipun, ada fasilitas SuperApp BTN mobile yang siap melayani pencarian dan pembelian rumah sembari rebahan.

 

Penyediaan Properti : Pelayanan vs Bisnis

Banyak pengamat menyangsikan banyaknya program pemenuhan rumah ini, akan mampu memehuni kebutuhan papan masyarakat. Walaupun dikatakan telah bersubsidi dan murah, nyatanya tetap banyak masyarakat yang tidak mampu menjangkaunya.

Justru sebaliknya, orientasi yang nampak dalam proyek pengadaan properti ini lebih kuat aroma bisnisnya, ketimbang memenuhi kebutuhan asasi rakyat, yaitu kebutuhan papan.

Kucuran anggaran terus diberikan kepada pengembang dengan alasan agar mereka bergairah membangun perumahan subsidi, sedangkan pengembang tetap menjual rumahnya kepada masyarakat dengan harga yang tinggi.

Andai saja uang triliunan ini langsung diberikan kepada rakyat untuk memenuhi kebutuhan papannya, tentu tak sedikit masyarakat yang tertolong kebutuhan papannya. Sayangnya, hal ini seakan mustahil terjadi. Karena alasan anggaran harus berbasis kinerja, pemerintah lebih memilih memberikan dana kepada pengembang, bukan rakyat secara langsung. Jadi tak heran, komersialisasi lah yang akan terus terjadi.

Saat pihak swasta menangani, suatu hal yang wajar jika orientasinya profit. Kebutuhan papan tak lagi terlayani, justru menjadi bisnis yang menggiurkan dengan pasar yang semakin tinggi.

Uang saat ini menjadi penentu satu-satunya terpenuhinya kebutuhan papan. Mereka yang mampu bisa memiliki banyak rumah, sementara di saat yang sama jutaan lainnya hanya mampu menyewa. Kesenjangan akan tercipta. Inilah dampak ekonomi neoliberal, menjadikan pemerintah melepas tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya, termasuk kebutuhan rumah.

 

Tanggung Jawab Negara

Secara tanggung jawab, negara berkewajiban memenuhi kebutuhan rakyatnya. Fokus kerja negara hendaknya semata untuk kemaslahatan rakyat, bukan sebaliknya, rakyat menjadi komoditas.

Dalam islam, ada pengaturan yang diberikan sehingga negara bisa memenuhi kebutuhan masyarakat, termasuk kebutuhan papan. Pengaturan itu antara lain,

Pertama, negara wajib menjamin tersedianya kebutuhan asasi rakyat, salah satunya adalah rumah. Penyediaan ini harus diupayakan semaksimal mungkin pelaksanaannya oleh negara, bukan malah diserahkan kepada pihak swasta

Kedua, hunian yang disediakan haruslah layak huni, memenuhi standar kesehatan, nyaman, syar’i (mampu menjaga aurat penghuninya) dan harganya terjangkau. Negara boleh menjual rumah standar kepada rakyat dengan mengganti biaya pembangunan, bukan untuk tujuan profit. Jika diberlakukan skema pembayaran kredit, sama sekali tidak diperkenankan berlaku bunga dan denda atasnya. Bahkan untuk fakir miskin, negara bisa memberikan rumah secara cuma-cuma.

Ketiga, sumber anggaran pembiayaan perumahan diambilkan dari kas negara dengan pembiayaan yang bersifat mutlak. Artinya jika kas negara kosong, negara bisa menarik pajak pada orang kaya. Hanya tarikan pajak ini hanya bersifat sementara. Jika kas negara terisi lagi, penarikan pajak wajib segera dihentikan. Kas negara memiliki sumber pemasukan yang berlimpah dari pengelolaan SDA yang dikelola secara mandiri. Islam mengharamkan pengelolaan SDA kepada pihak asing, karena SDA secara syar’i adalah hak rakyat, maka hasilnya harus dikembalikan oleh negara kepada rakyat.

 

Penutup

Masalah hunian, sejatinya bukan hanya masalah milenial saja, tapi masalah seluruh rakyat. Jika saat ini masih jutaan rakyat tidak memiliki rumah, itu hanyalah bukti kegagalan negara kapitalis mengurusi urusan rakyatnya. Rakyat dianggap pasar, rumah menjadi komoditas yang menguntungkan. Sangat berbeda dengan sistem islam yang mengganggap kesejahteraan rakyat adalah fokus utamanya. Kebijakan negara dalam sistem islam adalah memenuhi seluruh kebutuhan asasi rakyat, termasuk kebutuhan papan.

 

Wallahu’alam bishshawaab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *