REKONTEKSTUALISASI FIQIH : UPAYA PENGABURAN HUKUM ISLAM YANG SHOHIH

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Ainiyatul Fatihah (Aktivis Dakwah)

 

Solo (ANTARA) – “Islam in a Changing Global Context: Rethinking Fiqh Reactualization and Public Policy”, atau reaktualisasi fikih dan kaitannya dengan berbagai kebijakan publik adalah tema yang diusung oleh Kementerian Agama dalam Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ke-20.

“Tema ini sesungguhnya dirumuskan untuk menjawab dinamika perubahan Islam dunia,” ujar Dirjen Pendis Kemenag M. Ali Ramdhani di Solo, Jateng, Minggu.

Ia mengatakan penyelenggaraan AICIS ke-20 ini berlangsung di Kota Surakarta dengan tuan rumah UIN Raden Mas Said. Yang dihadiri oleh peneliti, dosen, hingga pakar lintas keilmuan dengan harapan dapat memberikan kontribusi teoritik dan praktik dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang tengah dihadapi.

Adanya tema yang diusung dalam pangelaran AICIS juga diharapkan berdampak dalam penguatan identitas ilmu pengetahuan Islam Indonesia yang menjadi rujukan keilmuan Islam di dunia.

Juga agar mampu melihat lebih dekat bagaimana reaktualisasi fikih dan kebijakan publik dari sudut pandang Islam dalam beragam isu seperti pandemi, moderasi beragama, kerukunan, harmoni, tata kelola pendidikan, serta isu spesifik lain seperti isu wisata halal, dan lainnya.
Menag Yaqut Cholil Qoumas mengungkapkan pentingnya adanya rekontekstualisasi sejumlah konsep fikih atau ortodoksi Islam dalam rangka menjawab tantangan zaman. Menurutnya juga sangat penting untuk membuka pemikiran dan inisiatif baru terkait konsep fiqig guna penyesuaian zaman saat ini,” terangnya.

Kebutuhan umat Islam akan Fikih merupakan hal yang yang sangat penting, mengingat permasalahan umat yang selalu ada dan akan terus ada, bahkan yang belum ada pada masa Rasulullah saw permasalahannya.

Tentu ini akan membuat risau dalam penyelesaian permasalahan tersebut dan muncul kekhawatiran solusinya yang tidak sesuai dengan Islam.

Permasalahan baru yang muncul seperti go food, jual beli online, shopeelayter dll. Tentu kita harus memahami kaidah syara tentang benda dan hukum asal perbuatan yakni, “Al-ashlu fî al-asyyâ` al-ibâhah mâ lam yarid dalîlu at-tahrîm (hukum asal sesuatu adalah mubah, selama tidak ada dalil pengharamannya) dan al-ashlu fî al-af’âl at-taqayyudu bi al-hukmi asy-syar’iy (hukum asal perbuatan adalah terikat dengan hukum syariat).

Dari sini dapat kita simpulkan bahwa umat Islam butuh fikih untuk menyelesaikan berbagai permasalahan baru yang mereka hadapi. Hanya saja, tidak boleh asal ambil hukum karena wajib mengambil hukum yang sesuai dengan syara.

Rekontekstualisasi fikih berarti menempatkan hukum fikih dalam konsep yang berbeda dengan hukum fikih yang ada, yaitu penafsiran ulang dalil dalil fikih dan memutuskan hukum yang berbeda dari fikih yang sebenarnya.

Misalnya, hukum wajibnya berjihad yang terkait dengan perang meninggikan kalimat Allah, lalu hasil dari rekontekstualisasi menjadi upaya berjuang dalam makna lain, seperti berjuang dalam pendidikan, berlelah-lelah dalam belajar bisa dikatakan jihad. Maka jelas ini sangat jauh berbeda dari makna aslinya, bila demikian halnya, berarti syariat Islam dinilai mempunyai kekurangan dan tidak cocok lagi untuk zaman sekarang. Tentu hal ini sangat bertentangan dengan Firman Allah;

دِينًا الإسْلامَ لَكُمُ وَرَضِيتُ نِعْمَتِي عَلَيْكُمْ وَأَتْمَمْتُ دِينَكُمْ لَكُمْ أَكْمَلْتُ الْيَوْمَ “
Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridai Islam sebagai agama bagimu.” (QS Al-Maidah: 3)

Maka wajib bagi setiap muslim senantiasa terikat dengan hukum syara dengan melakukan semua perintahnya dan meninggalkan semua larangannya.

Islam tidak akan membiarkan umat Islam menyelesaikan permasalahan tanpa tuntunan yang benar, dengan merekonstekstualisasi fikih Islam artinya menyalahi fikih Islam yang shahih. Padahal aturan Islam telah turun secara sempurna untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang muncul dalam kehidupan manusia.

Hanya berpegang teguhlah kepada tuntunan Islam yaitu dengan tathbiq ahkam dan ijtihad, maka umat Islam akan mampu menyelesaikan seluruh permasalahan baik permasalahan baru yang sering diperdebatkan saat ini.

Wallahua’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *