Polemik Kebutuhan Pangan dalam Sistem Kapitalistik

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Femila kareni (Motivator muslimah)

 

Tak hentinya duka menyelimuti negri ini di awal tahun di sambut dengan bencana alam mulai dari banjir bandang, tanah longsor, gempa bumi yang menimpa beberapa daerah di indonesia, tak ketinggalan dengan beratnya kehidupan hari ini yang menimpa rakyat yang menjadi daftar polemik yang menjadi PR yang belum terselesaikan dengan baik.

begitulah nasib masyarakat dengan ekonomi menengah kebawah yang sangat membutuhkan bantuan dari pemerintah, apalagi di tengah pandemi seperti ini untuk meringankan beban masyarakat, pemerintah setiap bulannya menyalurkan bantuan BPNT (Bantuan pangan non tunai ) yang di distribusikan melalui warung elektronik e-Warong yang telah ditetapkan sebagai penyalur BPNT yang bekerja sama dengan Bank yang di kelola negara seperti BTN, MANDIRI, BRI dan BNI. Bantuan BPNT sendiri, biasanya berupa beras, telur, jeruk, kentang dan kacang. Jika ditotal bisa senilai Rp 200 ribu.

Tapi tidak dengan bu Rohmah (52) dari desa cerme, kabupaten gresik, Jawa Timur Ia tidak bisa lagi menerima bantuan non-tunai tersebut di Bulan Januari 2021 ini.Menurut Rohmah yang ditemui di rumahnya mengatakan, pihak yang biasanya mengurusi program tidak mengatakan alasan namanya tidak masuk sebagai PKM. Rohmah sendiri kehidupannya sangat memprihatinkan. Sejak suaminya meninggal, ia menjadi tulang punggung keluarga. Bagi lulusan SD seperti dirinya, sangat tidak mudah mencari pekerjaan. Ditambah, tubuhnya sudah rapuh seiring tambahnya usia, membuatnya tidak bisa lagi mendapat pekerjaan berat.

Pekerjaan yang selama ini bisa menghasilkan hanya membungkus cemilan usus. Jenis pekerjaan ini tentu tidak membutuhkan keahlian khusus. Karena itu majikannya hanya menggajinya Rp 80 ribu per minggunya. Uang itu untuk menambah kebutuhan pokok yang tidak tercover bantuan pemerintah. https://jatim.suara.com/amp/read/2021/01/21/080906/buruh-berhonor-rp-80-ribu-sepekan-juga-dicoret-dari-bpnt-gresik

Miris, sedih melihat kenyataan pahit yang di derita oleh ibu Rohmah, yang berjuang untuk bertahan hidup di masa segala kebutuhan serba mahal, di tambah dengan kondisi pandemi saat ini yang mengharuskan untuk selalu menjaga keadaan fisik agar senantiasa sehat dan berharap terhindar dari berbagai penyakit. Namun justru pemerintah mencabut bantuan tanpa ada kejelasan.

Wajar bila dalam sistem kapitalistik Saat ini ketidak merataan bantuan sosial yang di berikan kepada masyarakat yang membutuhkan justru semakin menambah keruh suasana. Andai saja pemerintah paham bahwa sejatinya yang menjamin kehidupan rakyatnya adalah mereka sebagai penguasa, tak hanya dalam kebutuhan pokok pangan, tapi juga sandang,papan, pendidikan serta kesehatan. Namun seperti api jauh panggang, saat ini harapan tinggalah harapan. Tergerus kepentingan semu dan ambisi sekolompok yang menduduki jabatan. Rakyat seperti Ibu Rohmah bahkan yang lebih parah keadaannya seolah makin terpinggirkan, hanya mampu berkeluh kesah namun tidak didengarkan.

Dalam islam, pemerintah menjamin terwujudnya pemuasan seluruh kebutuhan pokok bagi setiap individu secara menyeluruh, dan pemberian peluang kepada individu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelengkap menurut kemampuannya, dengan memandang sebagai individu yang hidup dalam masyarakat tertentu yang memiliki cara hidup yang khas . Islam memiliki aturan yang lengkap dalam pemenuhan kebutuhan hidup setiap individu

Yang pertama islam mewajibkan  setiap laki-laki yang mampu untuk bekerja guna memenuhi kebutuhan pokok bagi dirinya dan bagi orang yang wajib dia nafkahi.

Yang kedua islam juga mewajibkan menanggung nafkah atas para ayah dan atas ahli waris jika ayah tidak mampu bekerja.

Yang ketiga islam juga mewajibkan menanggung nafkah atas baitul Mal jika tidak ada orang yang wajib menanggung nafkah mereka.

Adapun keluarga dalam kondisi khusus seperti janda yang tidak memiliki kerabat laki-laki yang mampu, atau terdapat laki-laki namun sudah lanjut usia sehingga tidak mampu lagi bekerja mencari nafkah, mereka akan mendapat santunan dari negara sebagai nafkah mereka.

Rasulullah SAW bersabda “seorang imam (khalifah) adalah bagaikan penggembala dan ia bertanggung jawab atas gembalaannya (rakyatnya)

Siapa saja yang mati meninggalkan harta maka untuk ahli warisnya, dan siapa saja yang mati meninggalkan orang yang tak punya ayah atau anak, maka tanggungjawabnya kepada kami. Siapa saja yang mati meninghalkan harta maka ashabahnya yang akan mewarisinya siapapun mereka. Dan siapa saja yang mati meninggalkan utang atau orang yang terlantar maka silahkan datang kepadaku dan aku penanggung jawab atasnya.

Seorang khalifah tak hanya menjadi seorang imam ia juga sebagai rakyat, Dalilnya  adalah Hadis Nabi Muhammad saw,   imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat. Dia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Muslim).

Seperti kisah Amirul mukminin yaitu Umar bin khattab yang saat itu menjabat sebagai seorang khalifah yang benar benar mengurusi rakyatnya, ada seorang gadis kecil menangis meminta makan karena rasa lapar, sebab sejak pagi belum makan hingga sore hari, sementara sang ibu, janda, terpaksa memasukan batu ke dalam panci untuk menghibur anaknya yang kelaparan, Sore itu Amirul mukminin Umar bin Khattab sedang blusukan memantau dan mencari mana rakyatnya yang kelaparan dan tidak makan. Di depan pintu rumah itu Umar bin Khattab mendengar tangisan gadis kecil yang kelaparan itu, sementara seorang ibu dari gadis kecil itu di dapur sedang membalik balikan sesuatu yang ada di dalam panci, Umar bin Khattab berkata: “Apa yang anda masak wahai ibu?” Lihatlah sendiri! Jawab ibu itu. Ketika Umar bin Khattab melihatnya ternyata ibu itu sedang memasak batu untuk Anaknya hendak ‘berbuka puasa’. Umar bin Khattab menagis, air matanya terus mengalir, sementara ibu dari anak itu tidak tahu kalau yang ada di depan matanya adalah Amirul Mukminin. Ibu itu terus memaki-maki Umar bin Khattab sebagai pemimpin yang tidak bertanggung jawab. Umar bin Khattab terus menangis, Ia kemudian pulang ke Madinah, dan malam itu juga ia memanggul gandum dengan pundaknya sendiri dalam perjalanan yang cukup jauh.

Sungguh merindu sosok pemimpin yang benar benar serius mengurusi rakyatnya apalagi di masa pandemi seperti ini sangat di butuhkan sosok pemimpin seperti amirul mukminin Umar bin khattab, sosok pemimpin yang ta’at dan takut hanya pada Allah semata, sehingga tampuk pimpinan sebagai amanah dia emban secara bijaksana, dengan pikiran bahwa amanah yang dipikulnya kelak menjadi pertanggung jawaban penuh dipundaknya dihadapan Allah SWT. Kepemimpinan seperti itu hanya dapat terealisasikan jika landasan seluruh aturan hanya bersumber dari kitabullah (Al qur’an) dan As sunnah , Aqidahlah yang menjadi landasan dalam berbuat sesuatu hal.

Untuk itu, Marilah kita perjuangkan kembali penegakkan aturan Allah dalam setiap sendi kehidupan yang akan mendatangkan keberkahan hidup.

Wallahua’lam bisshawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *