Persekusi Diapresiasi ; Wajah Asli Demokrasi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Lia Aliana (Aktivis Muslimah)

Video penggerudukan sebuah yayasan pendidikan di Desa Kalisat, Kecamatan Rembang, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur oleh segerombolan Banser viral di media sosial. Hal itu dipicu adanya dugaan penyebaran ide khilafah oleh lembaga tersebut.

Terlihat Ustadz Zainullah sebagai ketua yayasan, dikelilingi puluhan anggota Banser lalu dicecar dengan nada tinggi layaknya anak kecil soal penyebaran ajaran khilafah. Namun dengan santun beliau meminta agar diselesaikan di kepolisian jika tindakannya melanggar undang-undang.

Di pihak lain, Saad Muafi selaku ketua Banser menyatakan bahwa kehadirannya untuk tabayyun perihal tuduhan tersebut. Sebagai langkah awal, GP Ansor Bangil telah melaporkan dua orang yang diduga menjadi otak penyebaran ideologi Khilafah.

Dan memastikan akan mengirim surat resmi ke Kemenag agar mencabut izin sekolah. Karena diyakini telah menyebarkan ideologi terlarang dengan berlindung di balik lembaga pendidikan.

Aksi tersebut mendapat dukungan dari menteri agama Fachrul Razi. Dilansir dari fajar.co.id, “Saya apresiasi langkah tabayun yang dilakukan Banser PC Ansor Bangil yang mengedepankan cara-cara damai dalam menyikapi gesekan di masyarakat terkait masalah keagamaan,” kata Menag Fachrul Razi dalam siaran persnya. Sabtu (22/8)

Respon dari Menag menuai kritikan, pasalnya pernyataan tersebut terkesan membela juga membenarkan satu pihak dan menyudutkan pihak lain. Padahal beliau adalah sosok yang menjadi rujukan negara dalam masalah keagamaan. Beberapa hal yang menjadi catatan dari ucapan menteri agama.

Pertama, mengapresiasi langkah tabayun dengan cara damai yang dilakukan Banser. Tabayyun adalah meneliti, meyeleksi berita, tidak tergesa-gesa dalam memutuskan masalah hingga jelas kebenarannya. Tentunya dengan santun dan mengutamakan adab.

Dalam video yang viral justru terlihat Banser mengintimidasi, membentak, memaksa dengan membawa puluhan masa. Ini bukan tabayyun melainkan persekusi. Menurut KBBI, Persekusi adalah pemburuan sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga dan disakiti, dipersusah, atau ditumpas.

Senada dengan yang disampaikan oleh sekretaris umum Front Pembela Islam (FPI). “Itu tindakan presekusi, katanya menghormati hukum, kok malah mempersekusi dan mengintimidasi begitu. Itu sangat tidak mendidik,” kata Munarman. Ia menambahkan, apa yang dilakukan oknum Banser tersebut sangat tidak menggambarkan sikap kenegarawan. “Memalukan sekali,” tambahnya. (Buletinnusantara.com, 23/8/2020)

Kedua, aksi sepihak main hakim sendiri bahkan layaknya polisi. Dengan melaporkan dan meminta secara resmi kepada Kemenag untuk mencabut izin sekolah adalah tindakan polisional yang sangat disayangkan.

Organisasi sipil tidak dibenarkan melakukan aktivitas yang menjadi wewenang aparat penegak hukum. Hal ini bahkan dilakukan oleh seorang anggota dewan, bukannya memberi teladan yang baik justru membuat keresahan ditengah masyarakat.

Sekjen MUI, Najamudin Ramli ikut berkomentar soal kasus tersebut. Dikutip dari laman eramuslim.com, “Mas Saad ini sudah bertindak seperti polisi, sudah bertindak sebagai hakim, mau menutup sekolah lah, mau menindak ini lah, Ini gimana? kan ada proses peradilan. Anda ini anggota DPR wakil rakyat kok tidak mengerti substansi,” ujarnya.

“Anda punya tindakan polisional yang tidak boleh anda lakukan sebagai paramiliter. Tidak boleh anda melakukan itu, apalagi sebagai wakil rakyat. Apalagi ada membentak-bentak kiai. Jadi ada adab.”

Ketiga, Menag semestinya menempatkan diri sebagai penengah. Memang pernyataan Fachrul Razi amat disayangkan. Seharusnya mampu memposisikan diri sebagai pihak netral tidak membela ataupun menyalahkan salah satu kubu. Wajib bagi Negara dalam hal ini menjadi otoritas menteri keagamaan untuk bisa menjadi mediator agar kasus serupa tidak terulang lagi.

Dikutip dari Tagar id, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengatakan, “Menag perlu menempatkan diri sebagai mediator untuk hal-hal yang memang berkaitan dengan agama, termasuk kerukunannya,” ucap dia. Terlebih, hal itu berkaitan dengan urusan keagamaan yang menjadi bidangnya di Kemenag.

Inilah rupa asli demokrasi, lembaga yang harusnya menjadi penjaga kerukunan beragama. Kini bak sapi ompong tak berdaya, kalah oleh organisasi masyarakat. Alih-alih menciptakan kedamaian serta melindungi saudara seiman, melainkan sikap curiga dan saling tuduh yang dipertontonkan. Jadilah umat Islam berhadapan sebagai musuh.

Keadilan dan keamanan untuk rakyat hanyalah slogan palsu yang terpampang dalam lembaran undang-undang. Rakyat dalam demokrasi khususnya umat Islam dijadikan korban dari ketidak adilan. Suara kaum muslim hanya dimanfaatkan dalam pilkada ataupun pilpres semata, setelahnya ditutup rapat bahkan dibungkam.

Bagi seorang mukmin yang percaya keesaan Allah dalam menciptakan juga mengatur kehidupan makhluk-Nya. Ia yakin tak ada hukum sempurna dan adil, selain yang telah ditetapkan oleh Dzat Yang Maha Adil. Yaitu ajaran Islam kaffah dalam naungan khilafah.

Wallahu a’lam bish shawab

Refrensi :
https://www.tagar.id/puji-banser-menag-diminta-bedakan-tabayyunpersekusi
https://fajar.co.id/2020/08/23/prof-musni-umar-sesalkan-sikap-menag-fachrul-razi-soal-banser-di-rembang/

Banser Geruduk Yayasan Berideologi HTI dan Penghina Habib Luthfi, Munarman FPI Malah Bilang Begini

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *