Peringatan Hari Anak, Selebrasi tanpa Optimalisasi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Peringatan Hari Anak, Selebrasi tanpa Optimalisasi

 

Oleh Murni. SE ( Freelance Writer)

 

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga menyerahkan penghargaan Kota Layak Anak 2023 kategori Utama kepada Kabupaten Bantul, dalam acara “Penganugerahan Kabupaten/Kota Layak Anak 2023” di Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (22/7) malam (ANTARA/ HO-KemenPPPA)

Dalam kesempatan tersebut, Kementerian PPPA menganugerahi Penghargaan Kabupaten/Kota Layak Anak 2023 kepada 360 kabupaten/kota yang terdiri atas 19 Kategori Utama, 76 Kategori Nindya, 130 Kategori Madya, dan 135 Kategori Pratama.

Tahun ini, sebanyak 14 provinsi berhasil meraih Penghargaan Provinsi Layak Anak 2023, yakni Provinsi Bali, Banten, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Riau, Sulawesi Utara, dan Sumatera Barat.

Bintang Puspayoga mengatakan penghargaan Kabupaten/Kota Layak Anak 2023 merupakan suatu bentuk apresiasi atas segala komitmen dan keseriusan para gubernur, bupati, wali kota, dan jajarannya yang telah berupaya menghadirkan wilayahnya  aman bagi anak.

Jika kita melihat lebih jauh mengenai kondisi anak-anak negeri hari ini, sangatlah jauh dari harapan yang diinginkan. Gambaran tersebut seolah mencerminkan ketidak komitmenan dan keseriusan para pemimpin dan pemangku kepentingan untuk memastikan terwujudnya pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak.

Seyogyanya, peringatan HAN harusnya dijadikan upaya optimalisasi kembali mewujudkan komitmen terkait perlindungan anak, agar hak anak dapat terpenuhi dengan baik dan terhindar dari ancaman lainnya seperti buliying, stunting yang tidak hanya berdampak pada masa depan anak, tetapi juga masa depan bangsa dan kekerasan seksual terhadap anak yang sedang marak terjadi. Bukan hanya sekedar selebrasi dan  penghargaan, namun outputnya nihil.

Bahkan catatan KemenPPPA menyebutkan negeri ini darurat kekerasan seksual, yakni kasus kekerasan seksual terhadap anak mencapai 9.588 kasus sepanjang 2022. Korban perempuan mencapai 23.684 orang. Angka ini jauh lebih banyak dibandingkan dengan korban laki-laki sebanyak 4.394 korban. Jumlah itu mengalami kenaikan dari tahun.

Bukankah bukti itu cukup meyakinkan kita akan banyak dampak berbahaya yang ditimbulkan dari kekerasan seksual pada anak, diantaranya dapat berpengaruh pada psikologis, fisik, dan sosialnya. Anak menjadi pribadi yang tertutup, tidak percaya diri, timbul perasaan bersalah, stres, bahkan depresi serta timbul ketakutan atau fobia tertentu.

Apabila ditelaah secara mendalam,  akar penyebab semakin maraknya kekerasan seksual terhadap anak adalah karena diterapkannya sistem kapitalis sekuler dan turunannya, seperti liberalisme. Sistem ini memang tidak akan pernah memberikan rasa aman bagi anak, bahkan kejahatan seksual terhadap anak jauh lebih sadis dan membuat miris.

Anak di bawah sistem kapitalis memang rentan menjadi obyek eksploitasi secara ekonomi, dimana anak dipaksa untuk bekerja, ada yang jadi pengemis,  pengamen.Selain itu anak – anak juga rentan dijadikan obyek eksploitasi seksual demi keuntungan baik karena terpaksa maupun karena adanya  pengaruh dari orang dewasa. Ada tiga kegiatan yang terkategori eksploitasi seksual yaitu prostitusi anak,  perdagangan anak, dan pornografi anak. Kapitalisme telah merenggut hak-hak anak, bahkan gagalnya solusi yang dibuat selama ini oleh berbagai pihak pun tidak lepas dari ideologi tersebut.

Sekulerisme yang memisahkan peran agama dari kehidupan akan menjadikan ketaqwaan individu semakin tergerus. Orang-orang yang lemah imannya merasa dirinya boleh melampiaskan nafsunya kepada siapa pun.

Di sisi lain dorongan seksual terus menerus dimunculkan di berbagai ruang masyarakat. Libéralisme melegalkan berbagai komoditas seksual, baik pornografi maupun pornoaksi. Hanya Islam dengan seperangkat aturannya yang bersumber dari Sang Pencipta, mampu melindungi anak-anak dari kekerasan seksual.

 

Wallaahu a’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *